Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (المائدة [٥]: ١٠٥)
“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kalian akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (Q.S. Ali Imran [5]: 105).
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Jika engkau mendengar Allah berfirman: “Ya ayyuhal ladzina aamanu”, maka pasang-lah pendengaranmu baik-baik, karena itu adalah suatu kebaikan yang diperintahkan-Nya atau keburukan yang dilarang-Nya.”
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini menukilkan pendapat Al-Aufi dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “Apabila seorang hamba taat kepada-Ku dalam apa yang Aku perintahkan kepadanya dalam perkara yang halal dan yang haram, maka tidak akan membahayakannya kesesatan yang dialami orang lain sesudahnya, sepanjang dia terus-menerus mengerjakan semua yang Aku perintahkan kepadanya.”
Pengertian ayat ini telah menjadi bahan perbincangan sejak masa sahabat Rasulullah ﷺ.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Khalifah Abu Bakar ber-khutbah. Beliau memulainya dengan memanjatkan puja dan puji serta syukur kepada Allah, kemudian berkata, “Hai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, yaitu fir-man-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah (5): 105). Tetapi kalian menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya manusia itu apa-bila melihat perkara munkar lalu mereka tidak mencegahnya maka dalam waktu dekat Allah akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua.” Kemudian Abu Bakar berkata, “Hai manusia, hindarilah perbuatan dusta, karena sesungguhnya dusta menjauhkan dari iman.” Sebagian ulama meriwayatkannya secara mauquf, hanya sampai kepada Abu Bakar As-Shiddiq.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Umayyah Sya’bani berkata, “Saya datang kepada sahabat Abu Tsa’labah Al Khusyani lalu bertanya kepada beliau, “Bagaimana sikapmu terhadap ayat ini?” Beliau bertanya, “Ayat apakah yang kamu maksud?” Aku menjawab, “Firman Allah yang artinya, “Hai orang-orang beriman, jagalah diri kalian, tidaklah orang yang sesat itu akan membahayakan kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk.” (Q.S. Al Maidah [5]: 105) Beliau berkata, “Demi Allah, sesungguhnya engkau bertanya kepada orang yang mengetahuinya.” Aku bertanya tentang ayat itu kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau bersabda, “Tidak, tetaplah engkau beramar makruf nahi munkar sehingga engkau melihat sifat kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, duniawi yang dipentingkan (diprioritaskan) dan setiap orang kagum dengan pendapatnya sendiri, maka (saat itulah) kamu harus memperhatikan dirimu sendiri dan tinggalkanlah orang-orang awam. Karena di balik itu kalian akan mengalami berbagai cobaan, di hari-hari di mana orang yang sabar dalam menjalani hari-hari itu sama dengan orang yang menggenggam bara api. Orang yang beramal baik di masa itu mendapat pahala sama dengan pahala lima puluh orang yang beramal seperti amal kalian.” Dalam riwayat lain ditambahkan, ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh orang dari kalangan kami ataukah kalangan mereka?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Tidak, bahkan pahala lima puluh orang di antara kalian.”
Abu Jafar Ar-Razi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud sehubungan dengan Firman-Nya yang artinya, “Hai orang-orang beriman, jagalah diri kalian, tidaklah orang sesat itu membahayakan kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 105), hingga akhir ayat. Abul Aliyah, perawinya mengatakan bahwa saat itu mereka sedang duduk di hadapan Abdullah bin Masud. Kemudian terjadilah pertengkaran di antara dua orang laki-laki yang hadir, sehingga masing-masing berdiri mendekati lawannya. Maka seorang laki-laki dari kalangan mereka yang duduk di dekat Ibnu Mas’ud berkata, “Apakah aku harus bangkit untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar terhadap keduanya?” Sedangkan orang lain yang duduk di dekatnya mengatakan jagalah dirimu saja karena sesungguhnya Allah berfirman, “Hai orang yang beriman jagalah diri kalian…” (Q.S. Al- Maidah [5]: 105).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Ibnu Mas’ud mendengar perkataannya itu berkata, “Hus, penakwilan seperti itu belum tiba masanya. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan seperti apa adanya. Sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang terjadi takwilnya sebelum diturunkan, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang terjadi takwilnya pada masa Rasulullah ﷺ, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang terjadi takwilnya sesudah masa Nabi ﷺ dalam jangka waktu yang tidak lama, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya terjadi pada hari ini, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya terjadi pada hari kiamat yaitu yang menceritakan tentang hari kiamat, sebagian darinya terdapat ayat-ayat yang takwilnya terjadi pada hari perhitu-ngan (yaumul hisab) yaitu menceritakan tentang hisab, surga dan neraka. Selagi hati kalian bersatu dan kecenderungan kalian satu dan keadaan kalian belum terpecah-belah serta sebagian kalian menyerang sebagian yang lain, maka beramar makruf dan bernahi munkarlah kalian. Tetapi ketika hati dan kecenderungan kalian telah berbeda-beda dan kalian telah berpecah-belah menjadi banyak golongan serta sebagian kalian telah menyerang sebagian yang lain maka seseorang harus menjaga dirinya masing-masing. Apabila masa ini datang, berarti takwil ayat ini telah terjadi. (A/Ast/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga