Konsistensi dalam Perjuangan Islam

Oleh: , Wartawan MINA

Perjuangan dalam membela kaum Muslimin yang masih tertindas di berbagai belahan dunia, seperti di Palestina, Kashmir, India dan Xinjiang semakin penuh dengan tantangan.

Bukan hanya tantangan dari internal namun pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina mengakibatkan ketidakpastian serta ketidakstabilan global.

Hal tersebut membuat kaum Muslimin di seluruh dunia harus bekerja lebih keras lagi bagaimana agar tetap bisa beramal shaleh membantu saudara-saudara kita memperoleh hak-haknya.

Namun, tantangan-tantangan tersebut sejatinya bukanlah sebuah halangan tapi sebuah ujian untuk tetap berjuang dalam kondisi apapun.

Sesungguhnya Allah Subhanallahu wata’ala mencintai amalan seorang hamba yang dilakukan secara konsisten.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أعلموا أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Ketahuilah oleh kalian semua, Amalan
yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit.” (HR Muslim nomor 1305) .

Konsistensi atau itu menyertai keimanan. Iman naik dan turun, ujian datang dan pergi. Lalu bisa juga disebut bahwa istiqomah itu salah satu ciri keimanan kita teruji atau tidak.

Ketika kita tidak istiqomah, bisa dikatakan memang bahwa keimanan kita tidak teruji dengan baik. Memang istiqomah menjadi suatu kondisi, suatu benteng untuk menunjukkan ketundukan kita kepada Allah Subhanallahu wata’ala.

Banyak amalan yang jika dilakukan secara konsisten dapat meringankan bahkan membantu mereka kaum Muslimin yang tertindas keluar dari penderitaan.

Kerena sesungguhnya bahwa ummat Islam adalah satu tubuh. Jika satu tubuh terluka, maka tubuh yang lain pun akan ikut merasakan luka itu.

Rasulullah bersabda, ”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengadu kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut mengajarkan, karena satu tubuh, kaum mukmin semestinya secara otomatis dapat merasakan penderitaan dan kesulitan yang dirasakan saudaranya yang lain. Seraya ia berupaya agar penderitaan dan kesulitannya itu berkurang hingga hilang sama sekali.

Hal pertama yang dapat membantu mereka adalah memberikan donasi terbaik bagi mereka. Kondisi mereka yang terus ditekan oleh otoritas setempat tentu membuat saudara-saudara kita kesulitan untuk memperoleh kebutuhan primer mereka.

Kemudian hal yang paling sederhana namun punya kekuatan yang begitu dahsyat adalah doa. Kaum muslimin di belahan dunia manapun yang sedang mengalami ujian hidup dan mati adalah saudara kita. Berikan doa-doa terbaik kita setiap hari.

Doa dan donasi saja sebenarnya tak akan cukup untuk menghapus luka yang ada di tubuh mereka. Hal yang mampu kita lakukan adalah berdakwah, baik secara individu maupun jamaah.

Tumbuhkan kesadaran ummat untuk melaksanakan Islam secara kaffah sehingga muncul kesadaran yang tinggi untuk memberikan apa saja untuk membantu saudara-saudara kita.

Sampaikan kepada orang-orang terdekat kita, baik melalui lisan maupun tulisan. Kesadaran ummat pun juga bisa dibangun melalui aksi-aksi solidaritas. Aksi ini tentu saja tak hanya meminta doa atau donasi, tapi juga permintaan kepada para penguasa negeri-negeri muslim untuk segera memberikan bantuan kepada mereka.

Semoga dengan kita melakukan amalan-amalan tersebut secara konsisten akan segera mengangkat penderitaan kaum Muslimin yang tertindas, hak-hak mereka diberikan dan Islam yang damai akan tersebar luas di seluruh dunia. (A/RE1/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)