Singapura, MINA – Lee Yen Nee, seorang koresponden Singapura Today untuk masalah bisnis, perbankan dan makroekonomi mengatakan, keuangan Islam semakin menarik minat non-Muslim di negaranya.
Menurutnya, non-Muslim merasa tertarik karena dalam sistem keuangan Islam melarang pendanaan bunga (riba), serta melarang investasi yang melibatkan alkohol, daging babi, pornografi dan perjudian.
“Sifat non-spekulatif dari keuangan Islam dapat membantu memastikan stabilitas keuangan. Ini sebuah alasan mengapa memperoleh daya tarik secara global,” ujarnya beberapa hari lalu. Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency) mengutip media CNBC.
Ia menambahkan, ini pun berlangsung di Eropa seperti Inggris. Seperti ditandai dengan diluncurkannya Islamic Bank of Britain di London, pada tahun 2004. Bank ini kemudian berganti nama menjadi Bank Al-Rayan.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Keuangan Islam secara tradisional didominasi oleh negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, seperti di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Namun, sekarang sebagian besar dari seluruh dunia mulai meliriknya, ujarnya.
Nilai sukuk (obligasi syariah) yang dikeluarkan di luar Timur Tengah dan Asia Tenggara oleh negara-negara non-Muslim kini mencapai 2,25 miliar dolar AS dalam 11 bulan sampai November 2017, data Dealogic menunjukkan hal itu.
Itu lebih tinggi dari tahun 2016 yang mencapai 2 miliar dolar AS, serta tahun sebelumnya 2015 dengan 1 miliar dolar AS.
Pemerintah Singapura tercatat sebagai salah satu pendatang non-Muslim paling awal ke dalam ruang keuangan islam, diikuti oleh Inggris, Luksemburg dan Hong Kong.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Baru-baru ini, negara-negara Afrika seperti Afrika Selatan, Nigeria dan Pantai Gading juga telah membuat perubahan hukum dan pajak, antara lain mempermudah peminjam menerbitkan sukuk (obligasi syariah).
Entitas Cina seperti Country Garden dan Beijing Enterprises Water Group juga telah menerbitkan obligasi syariah melalui anak perusahaan Malaysia, masing-masing pada tahun 2015 dan 2017.
Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan dananya untuk membiayai proyek-proyek di Asia Tenggara.
“Krisis yang terjadi adalah akibat spekulasi berlebihan yang berbahaya. Sedangkan keuangan Islam telah menghindari jebakan semacam itu,” ujar Ahmad Fuzi Abdul Razak, Sekretaris Jenderal, World Islamic Economic Forum Foundation.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Para ahli mengatakan bahwa krisis keuangan global mendorong pemerintah dan perusahaan melakukan diversifikasi pilihan pendanaan mereka.
Di sini, sistem keuangan Islam dilihat sebagai alternatif yang lebih stabil terhadap sistem perbankan konvensional. (T/RS2/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal