KPAI: Ibu Sebagai Pelaku Kekerasan Anak Meningkat

Ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh

Jakarta, 23 Rabiul Awwal 1438/23 Desember 2016 (MINA) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan akhir tahun terkait kasus-kasus perlindungan anak yang ditangani selama 2016. Dari kasus pengaduan yang masuk, KPAI mendapatkan fakta terjadinya peningkatan ibu sebagai pelaku kekerasan terhadap anak.

Sepanjang 2016, ada 702 kasus dalam bidang keluarga dan pengasuhan alternatif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 55% kasus menunjukkan ibu sebagai pelaku yang diadukan. Kasusnya terkait dengan menghalangi akses bertemu, pengabaikan hak pengasuhan, penelantaran, hingga kekerasan dan eksploitasi.

“Ini menjadi kado yang kurang indah di hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember. Kita berharap ada peningkatan kesadaran akan tanggung jawab orang tua dalam pengasuhan anak,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan pers yang diterima MINA, Kamis (22/12) malam.

Ia menambahkan, beberapa faktor yang menyebabkan ibu sebagai pelaku kekerasan anak adalah karena konflik rumah tangga, perceraian, dan rebutan hak asuh.

Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa

Faktor-faktor ini kemudian memicu ibu melakukan pelanggaran hak anak, hingga melakukan tindak kekerasan terhadap buah hati mereka, yang kemudian berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.

“KPAI mendesak semua pihak benar-benar memahami arti penting perlindungan anak, termasuk orang tua yang tidak boleh mengabaikan hak-hak anak, meski mereka sudah bercerai,” jelasnya.

Niam menjelaskan pola asuh yang buruk di dalam keluarga, membuat anak rentan menjadi pelaku atau korban di kemudian hari. Selain itu, lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak disebabkan keluarga yang berantakan (broken home).

“Dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk memperhatikan pengasuhan anak agar tidak lahir generasi yang lemah di kemudian hari,” katanya.

Baca Juga: Menteri Abdul Mu’ti: Guru Agen Peradaban

KPAI merekemondasikan penguatan ketahanan keluarga, salah satunya dengan keseriusan dalam revitalisi pendidikan pranikah. “Selama ini pranatanya sudah ada, yaitu kursus calon pengantin atau suscatin. Akan tetapi sangat tidak berdaya. Kemenag, Kemendikbud dan Kemendagri harus serius memprioritaskan penguatan ketahanan keluarga melalui revitalisi pendidikan pranikah,” tutupnya. (L/R09/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Jelang Pencoblosan, Calon Wabup Ciamis Meninggal Dunia