Beijing, 23 Dzulqa’dah 1435/18 September 2014 (MINA) – Seorang akademisi Uighur yang vokal mengkritik kebijakan pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur terancam hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan “menghasut separatisme” saat ia disidang di pengadilan, Rabu (17/9).
Ilham Tohti (45), dosen ekonomi terkemuka di sebuah universitas di Beijing, ditangkap pada Januari lalu karena dituduh mempromosikan pemisahan Xinjang dari Cina, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan.
Xinjiang adalah provinsi paling barat di Cina, tempat tinggal sejumlah etnis termasuk Uighur, minoritas berbahasa Turki.
Kasus ini telah memicu seruan internasional untuk pembebasan Tohti dan kecaman dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan Turki.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Ketua Kongres Uighur Dunia, Seyit Tumturk, mengatakan kasus Tohti adalah “contoh khas” pelanggaran hak asasi manusia Cina atas warga Turkistan Timur yang juga dikenal sebagai wilayah Otonomi Uighur Xinjiang Cina.
Tumturk mengatakan bahwa Tohti ditangkap pada bulan Januari oleh pemerintah Cina bersama ibunya. Meskipun ibunya kemudian dibebaskan, namun keberadaannya sempat tidak diketahui selama beberapa waktu.
Tumturk mengatakan Pemerintah Cina sedang mencoba melegitimasi pembunuhan orang di Turkistan Timur dengan menyebut mereka “teroris”.
“Tohti hanya berjuang untuk orang-orang di Turkestan Timur untuk memiliki hak yang sama dengan warga Cina,” tambahnya.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Kasus Tohti menggarisbawahi tindakan keras pemerintah Cina pada perbedaan pendapat di Turkestan Timur, yang telah diganggu oleh serangkaian serangan di tempat umum.
Senin, organisasi internasional Human Rights Watch yang berbasis di New York, menyebut persidangan Tohti sebuah “parodi keadilan”.
Amnesty International juga merilis pernyataan Rabu, menyerukan pihak berwenang untuk melepaskan Tohti “segera dan tanpa syarat”, karena ia ditahan hanya karena secara damai menggunakan hak kebebasan berekspresi.
Awal tahun ini, UN Watch, sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di Jenewa, juga menyerukan pembebasannya “segera dan tanpa syarat”. (T/P001/R11)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)