Palu, MINA – Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Yakhsyallah Mansur melakukan kunjungan kepada para korban musibah gempa bumi Palu, Donggala dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dalam kunjungan itu, ia berkesempatan menyampaikan kuliah subuh di Masjid Nurul Yakin, Pantai Talise yang berjarak sekitar 500 meter dari pentai teluk Palu.
Dalam kesempatan itu ia mengungkapkan, setidaknya ada empat definisi kematian yang dialami oleh manusia. “Gempa, tsunami dan likuifasi yang melanda di Kota Palu, Sigi dan Donggala bukan hanya sekedar bencana alam. Namun, bisa jadi merupakan sebuah teguran atau cobaan dan yang penting adalah pelajaran dari Allah kepada hambanya agar kembali beriman dan bertakwa”, katanya dalam kuliah subuh, Selasa (23/10).
Banyaknya korban yang meninggal dan hilangya harta membuat kita menjadi sedih dan kehilangan. Namun, kematian bukan hanya berpisahnya ruh dari jasadnya, ada setidaknya empat definisi kematian yang mungkin kita alami sekarang ini.
Kematian pertama adalah tidur yang merupakan kematian sementara. Ketika kita tidur, jiwa kita untuk sesaat ada dalam genggaman-Nya dan akan dikembalikan-Nya, hingga kita bisa bangun dari tidur. Kita tidak akan bangun bila Ia tidak mengembalikannya pada jasad selamanya, dengan kata lain adalah mati.
Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan
Kematian kedua adalah orang yg tidak berilmu dengan kata lain orang yang tidak bisa mengambil pelajaran dari peringatan Allah melalui kejadian alam dan Al-Quran. Orang semacam ini hanya menyia-nyiakan kehidupanya, tidak mau mengikuti petunjuk Allah.
Kematian ketiga adalah matinya hati. Orang yang mati hatinya adalah orang yang menolak kebenaran yang Allah wahyukan. Kebenaran yang Allah sampaikan melalui Al-Quran dan sunnah tidak dihiraukan sama sekali serta hanya mengikuti hawa nafsunya saja.
Kematian yang keempat adalah mati yg sesungguhnya, di ambilnya nyawa kita dari organ tubuh yang menyebabkan putusnya hubungan yang ada di dunia dan dimulainya hari perhitungan serta tanggung jawab atas segala amal.
Untuk sebab itulah perlu untuk mempersiapkan dalam menghadapi kematian yang sesungguhnya itu dengan memperbanyak amal dan kebaikan sebagai bekal di kehidupan setelah kematian tersebut.
Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung
Persiapan itu diantaranya, mengerjakan amalan-amalan yang baik untuk menemani kita di alam kubur. Karena kita akan hidup sendiri yang menemani hanya amalan kita selama di dunia sedangkan istri, anak, dan harta tidak akan bisa di bawa.
Berikutnya adalah sholat. Sholat merupakan amalan yg akan pertama kali dihisap, maka dari itu apabila sholatnya baik maka baiklah amalan ibadah lainya. Selain itu, Apabila shalatnya baik maka akan bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Sholat yg baik syaratnya di lakukan secara berjamaah di masjid terutama shalat subuh seperti saat ini, karena orang munafik paling berat untuk melakukan Sholat berjamaah, inilah yang membedakan antara orang mukmin dan orang munafik.
Dalam menghadapi bencana yang menimpa kita sekarang ini, perlu mengambil pelajaran agar Allah memberikan perlindungan kepada kita di masa-masa selanjutnya. Bisa jadi bencana ataupun musibah yang Allah timpakan kepada kita merupakan sebuah kemarahan atau kemurkaan, karena jauhnya kita dari jalan yang lurus.
Baca Juga: Embassy Gathering Jadi Ajang Silaturahim Komunitas Diplomatik Indonesia
Setidaknya ada tiga hal yang Insya-Allah akan meredakan kemurkaan Allah yang apabila dilakukan oleh hambaNYA, diantaranya adalah masih ada orang yg melaksanakan shalat berjamaah di masjid, rajin membaca Al-Quran dan mendidik anak-anaknya dalam ilmu agama. (R/Sj/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris