Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Allah mengingatkan, manusia Muslim yang aktif dalam dunia bisnis perniagaan maupun aktivitas ekonomi lainnya dalam ayat:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ() لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ()
Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Q.S. An-Nuur [24]: 37-38).
Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil
Pada ayat ini memang digunakan kata rijaalun (laki-laki), karena seperti menurut sebagian ahli tafsir menyebutkan, bahwa merekalah yang diwajibkan memakmurkan masjid dengan shalat berjama’ah.
Pada ayat juga dikatakan Allah mengkhususkan perniagaan atau bisnis, karena perniagaanlah yang paling banyak melalaikan manusia dari mengerjakan shalat berjama’ah dan dari ketha’atan. Sehingga mereka jarang mendatangi masjid untuk mendirikan shalat berjama’ah di dalamnya.
Bukan hanya jarang, bahkan terkadang mereka pula melambat-lambatkan waktu shalat, hingga tidak sedikit yang akhirnya terlambat hingga melalaikannya.
Tentu bukan hanya pekerjaan jenis perniagaan atau bisnis yang dapat melalaikan ibadah. Pekerjaan lain juga dapat melalaikan, seperti menjadi pekerja di kantor, karyawan, guru, wartawan, dokter, kontraktor, sopir, petani, hingga buruh dan sebagainya.
Baca Juga: Ternyata Aku Kuat
Itu akibat mengejar dan berusaha menumpuk harta yang agar bertambah banyak, tapi menjadi lalai dari ibadah. Juga dapat berdampak pada lalau dari mengeluarkannya untuk zakat, infaq di jalan Allah serta bershadaqah buat mereka yang memerlukan.
Ia merasa bahwa itu semua hasil jerih payahnya, sehingga berat menunaikan kewajiban hartanya. Bukan hanya itu, terhadap sesama ia pun enggan membantu. Ia pandai beralasan bahwa ada keperluan lain, untuk ini dan itu, sementara saudaranya sesama Muslim yang amat sangat memerlukan, ia abaikan. Padahal itu ujian dan cobaan dari Allah dengan hartanya itu.
Ternyata ia gagal. Kelak hartanya itu Allah ambil kembali, ia baru menyesal. Atau bisa juga hartanya bertambah terus, tetapi mendorongnya kepada kekurangan dan ketidakberkahan. Na’udzubillah.
Allah pun menegur pada ayat lain dalam Surat Al-Munafiqun:
Baca Juga: Amalan Pengundang Rezki Berkah lagi Melimpah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman! Janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah! Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS Al-Munaafiquun [63]: 9).
Pada ayat lain dikatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Baca Juga: Mendidik dengan Kasih Sayang
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumu’ah [62]: 9).
Juga peringatan-Nya:
وَيۡلٌ۬ لِّڪُلِّ هُمَزَةٍ۬ لُّمَزَةٍ (١) ٱلَّذِى جَمَعَ مَالاً۬ وَعَدَّدَهُ ۥ (٢) يَحۡسَبُ أَنَّ مَالَهُ ۥۤ أَخۡلَدَهُ ۥ (٣)
Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, (1) yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, (2) dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya”. (3). (Q.S. Al-Humazah [104]: 1-3).
Baca Juga: Tadabur Surah Al-Baqarah 168, Makanan Halal dan Thayyib Kunci Kesehatan
Ingat Panggilan Allah
Berkaitan denagn ayat tersebut, Surat An-Nuur ayat 37-38, Mufassir Imam Ibnu Katsiir menjelaskan bahwa Allah mengabarkan orang-orang yang disebutkan pada ayat untuk tidak disibukkan dengan dunia serta keindahan dan kelezatannya dari mengingat Allah. Mereka mengetahui bahwa apa yang berada di sisi Allah lebih baik untuk mereka dan lebih bermanfaat dari pada apa yang ada pada mereka.
Oleh karena itu, orang-orang beriman lebih mengedepankan ketaatan dan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan terhadap diri mereka sendiri dan terhadap perniagaannya.
Qataadah berkata, “Dulu suatu kaum berjual beli dan berniaga, tetapi jika hak di antara hak-hak Allah menghampiri mereka, maka perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk berdzikir kepada Allah, mereka memenuhi hak tersebut kepada Allah.
Baca Juga: Menggali Makna Tauhid, Fondasi Keimanan Sejati
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun dengan kasih sayangnya menegur manusia dalam sabdanya:
(إِنَّ التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ.) قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَوَلَيْسَ قَدْ أَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ؟ قَالَ: (بَلَى، وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ ، وَيَحْلِفُونَ ، وَيَأْثَمُونَ.)
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang adalah orang yang fajir (pelaku maksiat).” Beliau pun ditanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?” Beliau berkata, “Ya, tetapi mereka berbicara kemudian berdusta, dan mereka bersumpah dan berdosa.” (HR Ahmad).
Begitu pula sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam:
Baca Juga: Amalan yang Paling Banyak Membuat Masuk Surga
إِنَّ التُّجَّارَ يُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلا مَنِ اتَّقَى وَبَرَّ وَصَدَقَ .
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang akan dikumpulkan di hari kiamat sebagai orang yang fajir. Kecuali orang yang bertakwa, berbuat kebajikan dan jujur.” (HR Ath-Thahawi).
Sabdanya lagi:
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
Baca Juga: Meraih Syafaat Melalui Shalawat
Artinya: “Wahai para pedagang! Sesungguhnya hal-hal yang sia-sia dan sumpah menghadiri jual beli. Oleh karena itu, bersihkanlah hal tersebut dengan bershadaqah.” (HR Abu Dawud).
Betapa indah peringatan Allah itu:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Q.S. An-Nuur [24]: 37-38).
Baca Juga: Kekuatan Sabar dalam Menghadapi Ujian Hidup
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan, bahwa ia pada ayat ini adalah pria yang dunianya tidak membuatnya jauh dari Tuhannya. Sama sekali kesibukan perniagaan dan mencari nafkah tidaklah mempengaruhinya.
Tijaroh (perniagaan) di sini mencakup segala bentuk perdagangan untuk meraih upah. Sedangkan bai’ (jual beli) adalah bentuk lebih khusus dari perniagaan. Karena dalam perniagaan lebih banyak ditemukan transaksi jual beli.
Pujian pada pria di sini bagi mereka yang berdagang dan melakukan jual beli, dan asalnya perbuatan tersebut tidaklah terlarang. Meskipun tidak terlarang, akan tetapi hal-hal tadi tidaklah mempengaruhi mereka dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Bahkan mereka menjadikan ibadah dan ketaatan pada Allah sebagian tujuan hidup mereka. Jadi perdagangan tadi tidaklah sama sekali menghalangi mereka menggapai ridha Allah.
Namun hati kebanyakan orang adalah sangat menaruh perhatian pada dunia. Mereka sangat mencintai penghidupan mereka. Dan sangat sulit mereka pada umumnya meninggalkan dunia mereka. Bahkan mereka pun bersusah payah hingga meninggalkan kewajiban pada Allah.
Baca Juga: Lima Kelemahan Manusia di Dalam Al-Quran
Berbeda dengan yang disebutkan dalam ayat ini, “mereka begitu takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. Karena mengingat kegoncangan hari kiamat tersebut, akhirnya mereka pun semakin mudah beramal dan meninggalkan hal yang melalaikan mereka dari Allah. (Pada Taisir Al-Karimir Rahman).
Adapun yang dimaksud dengan dzikir kepada Allah (dzikrullah) dalam ayat di atas, sedikitnya mengandung tiga makna: Shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid, mengerjakan perintah-perintah Allah dan senantiasa dzikir kepada Allah dengan lisan.
Mathor Al Warroq menambahkan, bahwa adapun yang dimaksud ayat tersebut adalah mereka biasa melakukan jual beli. Akan tetapi jika mereka mendengar adzan, lalu timbangan dagangan mereka berada di tangan mereka, mereka pun meninggalkannya. Lalu mereka memenuhi panggilan shalat berjama’ah di masjid-masjid Allah.
Balasan Bertambahnya Rezki
Lalu, apa balasan Allah kepada laki-laki yang mempunyai sifat demikian, yang tidak dilalaikan dari perniagaan? Ayat menyebutkan:
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: “(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Q.S. An-Nuur [24]: 37-38).
Prof Buya Hamka di dalan tafsir Al-Azhar menyebutkan, akhimya Allah menegaskan pada ayat 38 dari Surat An-Nuur, bahwa ganjaran akan segera diberikan-Nya. Ganjaran, yang sebenarnya tidak seimbang di antara kecilnya amal dengan besar ganjarannya itu. Ditambah lagi dengan berbagai aneka anugerah, dan diberi pula rezeki dengan tidak berbatas, tidak ada limit. Rezeki yaing tiada terhitung banyaknya.
Semoga kita tidak dilalaikan dengan bisnis atau perniagaan atau pekerjaan dan kegiatan apapun dari ibadah kepada Allah. Aamiin Yaa Mujibassaailin. (P4/P2).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)