Jakarta, MINA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Selasa (18/12) kembali mengukuhkan tiga Profesor Riset baru.
Ketiga peneliti yang dikukuhkan tersebut adalah Dr. Ir. Zainal Arifin, M. Sc dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, M.A. dari Pusat Penelitian Politik LIPI, dan Dr. Didik Widyatmoko, M.Sc. dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI.
Ketiga peneliti yang kembali dikukuhkan sebagai profesor riset masing-masing adalah berasal dari bidang keilmuan penelitian pencemaran laut dan bioremedisi, politik dan penanganan migrasi ASEAN, serta konservasi tumbuhan.
Dalam orasinya, Zainal Arifin menyatakan, industrialisasi, pengembangan kota, dan urbanisasi menjadi faktor paling signifikan yang mempengaruhi kualitas ekosistem perairan pantai.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
“Pantai-pantai kota yang ada di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sebagian pantai barat dan timur Kalimantan cenderung memiliki tingkat kontaminasi logam berat yang lebih tinggi dibanding pantai-pantai di kawasasan timur Indonesia seperti Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Papua,” katanya.
Ia menjelaskan, beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah aktifitas industri yang tekonsentrasi di sepanjang pantai, tingkat urbanisasi yang tinggi, dan pertumbuhan kota yang tidak terkelola.
Perlu tiga data penting yang harus dipenuhi, yaitu pemahaman spesiasi logam berat dalam sedimen, pengembangan bio indikatormulti-spesies, dan pengembangan uji toksisitas logam berat dengan spesies lokal.
“Integrasi tiga informasi tersebut ditambah perubahan perilaku masyarakat akan memperkuat upaya pengelolaan ekosistem perairan pantai di Indonesia, sehingga sumberdaya hayati laut akan lebih sehat dan aman dikonsumsi,” ujarnya.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Sedangkan Tri Nuke Pudjiastuti mengungkapkan, perlu pemaknaan baru mengenai prinsip tidak ikut campur (non-interfence) untuk penanganan migrasi paksa dalam kerangka ASEAN.
“Cox’s Bazar, Bangladesh, yang merupakan tempat penampungan pengungsi etnis Rohingya terbesar di dunia adalah bukti kompleksitas masalah migrasi paksa membutuhkan penanganan secara komprehensif,” jelasnya.
Nuke menjelaskan, upaya yang dibangun untuk mencari jalan keluar penyelesaian migrasi paksa Rohingya sepenuhnya merupakan bagian dari diplomasi humanitarian.
“Perlu mengubah mandat The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center) dari penanganan akibat bencana alam ditambahkan dengan bencana sosial,” ujarnya.
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
Ia mengharapkan ketegasan ASEAN memilah antara kepentingan politik keamanan internal dan yang sifatnya transnasional serta regional.
“Hal itu akan berpengaruh bagi negara-negara anggota ASEAN dalam bersikap dan bertindak,” terang Nuke.
Sementara itu, Didik Widyatmoko mengungkapkan ancaman kepunahan keanekaragaman tumbuhan di Indonesia yang makin serius.
“Dari 386 spesies terancam punah pada 2009 menjadi 437 pada 2018. Jika kategori Hampir Terancam (Near Threatened) dimasukkan jumlahnya bahkan meningkat mencapai 600 spesies,” katanya.
Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis
Menurutnya, inovasi dan strategi konservasi tumbuhan Indonesia sangat diperlukan karena lebih dari 50% spesies pohon bernilai komersial.
“Sekitar 1.300 spesies berkhasiat obat, berbagai spesies berpotensi pangan, dan sebagian besar tumbuhan langka Indonesia belum diteliti,” ungkapnya.
Ia menyatakan, Kebun Raya memiliki fungsi konservasi sangat strategis karena saat ini mengelola sekitar 104.761 spesimen ilmiah terdiri atas 7.365 spesies, atau sekitar 34,4% tumbuhan berbunga danpaku Indonesia.
“Koleksi ilmiah berupa cadangan sumberdaya genetik yang tidak ternilai harganya tersebut tersimpan di 37 Kebun Raya Indonesia yang memberikan kontribusi sangat signifikan bagi konservasi global,” terangnya.
Baca Juga: Universitas Lampung Sepakati MoU dengan Chosun University of Korea
Didik juga menyatakan, kawasan konservasi ex-situ (kebun raya) dan in-situ merupakan kekuatan besar bukan hanya dalam konservasi tumbuhan, tetapi juga menjadi modal besar pembangunan ekonomi dan sosial bangsa. (R/R09/R06)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Anak, Kemendikbudristek Sediakan Konten Edukatif di Platform Digital