Jakarta, MINA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan tiga Profesor Riset baru, yaitu Dr. Andria Agusta dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr. Eko Tri Sumarnadi Agustinus dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, dan Dr. Firman Noor dari Pusat Penelitian Politik LIPI.
Tiga peneliti yang dikukuhkan pada Selasa (11/12) di Jakarta sebagai professor riset itu masing-masing berasal dari bidang keilmuan kimia bahan alam, pemprosesan mineral, serta politik dan pemerintahan Indonesia.
Dalam orasinya, Andria Agusta menyatakan pentingnya pengembangan jamur endofit untuk mendukung kemandirian antibiotika di Indonesia.
“Dengan kondisi alam yang ideal untuk tempat tumbuh dan berkembangnya mikroba, sampai saat ini belum satupun antibiotika yang secara resmi dihasilkan oleh mikroba yang berasal dari Indonesia. Bahkan sampai saat ini, Indonesia masih dihadapkan ketergantungan yang nyaris secara total terhadap bahan baku obat impor,” kata Andria pada Orasi Pengukuhan Profesor Riset-nya.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Menurut Andria, peneliti perlu melihat bahwa rakyat Indonesia membutuhkan bahan baku obat yang berasal dari sumber daya hayati Indonesia untuk menciptakan kemandirian.
“Pemerintah juga perlu memprioritaskan penelitian-penelitian dan alokasi dana penelitian untuk menemukan obat antiinfeksi. Tidak hanya antiinfeksi oleh bakteri patogen, akan tetapi juga antiinfeksi yang disebabkan oleh organisme lainnya seperti malaria, tuberculosis ataupun infeksi yang disebabkan oleh virus,” jelas Andria.
Sedangkan Eko Tri Sumarnadi Agustinus mengungkapkan perlunya rekayasa benefisiasi mineral untuk mineral bukan logam dan batuan marginal. “Rekayasa benefisiasi bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah terutama mineral bukan logam dan batuan marginal, termasuk diantaranya mineral ikutan produk pertambangan, material buangan atau limbah industri yang dipandang sudah tidak ada manfaatnya lagi,” ujar Eko.
Eko menjelaskan, rekayasa benefisiasi juga diharapkan dapat menghasilkan produk jadi yang dapat digunakan di berbagai bidang. “Misalnya untuk baju antipeluru, media tanaman, bantalan rel, sampai dinding beton geopolymer untuk partisi,” terang Eko.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Sementara Firman Noor mengungkapkan persoalan partai politik dalam kehidupan demokrasi di era reformasi. Di awal reformasi harapan dan optimisme untuk mendapatkan kehidupan demokrasi yang lebih baik, dengan partai sebagai pilar utamanya terasa menguat. Namun ternyata peran partai hingga kini belum seutuhnya efektif.
“Hal tersebut disebabkan karena persoalan institusional, kultural, legal-formal, hingga struktural,” ujar Firman.
Firman juga mengungkapkan perlu serius membangun partai dan melembagakannya dengan sebaik-baiknya. “Pendidikan politik harus menjadi prioritas agar tercipta nilai-nilai budaya politik yang kompatibel dengan demokrasi. Juga penciptaan dan penguatan civil society untuk berperan secara kritis mengawasi eksistensi partai,” jelas Firman.
Firman juga menyatakan perlu membangun seperangkat aturan main yang benar-benar dapat mendorong partai untuk memainkan perannya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan kontrol terhadap pemerintah.
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
“Dan yang terakhir adalah perbaikan sistem kepartaian yang diharapkan dapat mengarah pada terciptanya partai-partai modern yang siap mendukung penguatan demokrasi di Indonesia,” pungkas Firman. (R/R09/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jurnalis Antara Sampaikan Prospek Pembebasan Palestina di Tengah Konflik di Suriah