“Majlis” Bola yang Memilukan

Oleh Ansori, wartawan MINA

Ajang pertandingan sepak bola seharusnya menjadi tempat di mana kalah dan menang adalah hal yang biasa. Apalagi permainan itu dilakukan secara sportif, tentu menyikapi kekalahan bukanlah dengan kekesalan membabi buta.

Sungguh miris sekali apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu malam (1/10) itu. Ngeri, 127 nyawa melayang sia-sia. Bagaimana tidak dikatakan sia-sia, mereka mati hanya karena permainan bola. Majlis bola jadi jalan dari 127 orang itu menjemput mautnya.

Selain korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri. Masih ada 180 orang dalam perawatan. Dari 40.000 penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan, seperti dikutip dari solopos.com.

Dari beberapa sumber diperoleh keterangan, di antara 127 yang meninggal itu, dua di antaranya adalah anggota polisi.

Menurut beberapa informasi yang dimuat media, pemicu kerushan itu adalah karena kekecewaan penonton. “Yang melihat tim kesayangannya tidak pernah kalah selama 23 tahun bertanding di kandang sendiri, namun kini mengalami kekalahan dari ,” kata Irjen Nico Afinta, Kapolda Jatim seperti dikutip dari channel YouTube Kumparan.

Penonton yang kecewa itu turun  ke lapangan. Mereka mulai anarkis. Pihak keamanan yang melihat itu tidak tinggal diam. Mereka sibuk menembakkan gas air mata agar para perusuh membubarkan diri dan berhenti.

Penonton kian anarkis. Mereka mulai menyerang petugas keamanan dan merusak mobil. “Saat gas air mata itu ditembakkan ke penonton yang mulai anarkis, mereka berhamburan keluar ke satu titik pintu 10,” kata Nico.

Bisa dibayangkan, ratusan orang, semua berlari menuju satu pintu keluar. Maka terjadilah apa yang akan terjadi. Saling injak. Saling sikut bukan hal yang bisa dihindari. Terlebih lagi saat penumpukan itu semakin menjadi.

Menurut Nico, dalam penumpukan itulah terjadi sesak napas akibat kurang oksigen. Oleh tim medis dilakukan upaya pertolongan bagi yang masih di dalam stadion dan bisa dievakuasi ke beberapa rumah sakit.

Menyikapi kekalahan

Menurut ahli sosial, Sander van der Linden Ph.D., daya saing adalah sifat biologis manusia yang saling berkaitan antara kebutuhan dasar dan kelangsungan hidup manusia.

Namun, dalam sebuah pertandingan, jika seseorang atau kelompok kalah, maka sikap terbaik yang harus dimunculkan adalah berjiwa besar, tetap tenang dan jauhi depresi. Sebaliknya, jika sikap kesal, kecewa atau depresi yang dimunculkan, tentu saja itu bisa mengganggu kesehatan fisik dan psikis.

Menerima kekalahan dalam sebuah kompetisi memang butuh waktu. Namun, terlalu lama larut dalam kesedihan juga tidak baik. American Heart Association menyatakan sebanyak 33% orang terkena serangan jantung karena depresi dan mengalami kesedihan dalam jangka waktu lama.

Dengan kata lain, orang yang kalah sudah seharusnya berjiwa besar. Al-Imam Muhyiddin Abi Zakariya al-Nawawi  (w. 676 H) dalam karyanya al-Adzkar al-Nawawiyyah menuliskan satu sub bahasan menarik yang berjudul Bab Maa Yaquul Idza Ghalabahu al-Amr: Pembahasan Tentang Apa Yang dikatakan ketika Menerima Kekalahan.

Dalam sub bahasan tersebut Imam Nawawi mengutip dua riwayat yang bersumber dari Shahih Muslim dan dari Sunan Abi Dawud. Masing-masing sebagai adalah berikut.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah. Meskipun begitu, keduanya memiliki kebaikan. Maka, bersemangatlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan meminta pertolonganlah kepada Allah dan jangan lemah. Dan jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau mengatakan: ‘Seandainya aku melakukan ini maka akan begini dan begitu,’ akan tetapi katakanlah, ‘Allah telah menakdirkannya dan apa yang Ia kehendaki telah terjadi.’ Sebab kata ‘seandainya’ akan membuka ruang bagi setan untuk bekerja.” (HR. Muslim)

Ada banyak sekali pesan moral yang hendak disampaikan dalam riwayat di atas. Pertama adalah sebagai seorang mukmin sudah seharusnya memiliki jiwa yang kuat dan tahan banting, tidak gampang putus asa hanya dengan kekalahan yang kecil, karena Allah SWT menyukai mukmin yang kuat dibandingkan yang lemah. Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menyebutkan, yang dimaksud dengan kuat di sini adalah tekad kuat yang ada dalam jiwa dan karakter seseorang dalam mengurusi persoalan-persoalan akhirat. Meski begitu, tidak layak seorang mukmin memiliki jiwa yang lemah, apalagi hanya karena tim kesayangannya kalah.

Kedua, baik orang yang kuat maupun orang yang lemah sama-sama memiliki kebaikan. Terang saja karena dalam riwayat ini, baik orang yang kuat maupun orang yang lemah keduanya adalah orang yang beriman, maka tentu keduanya memiliki sisi yang sama-sama baik. Jika demikian tidak ada alasan bagi orang yang merasa dirinya kuat, tiba-tiba menjatuhkan dan mengolok orang yang lemah karena keduanya memiliki kelebihannya masing-masing.

Ketiga, bersungguh-sungguhlah mengerjakan hal yang bermanfaat. Ada banyak ragam cara orang melampiaskan kekalahan dan kekecewaan. Ada yang berkata-kata kotor, membanting barang, memukul sesama dan banyak lagi yang lainnya. Maka dalam riwayat di atas kita dilarang melakukan hal-hal tersebut dan diperintahkan untuk malakukan hal-hal positif lainnya. dengan catatan kita harus senantiasa meminta pertolongan dari Allah dan jangan lemah untuk mengerjakan hal positif tersebut.

Keempat, tidak perlu mengatakan ‘seandainya’, akan tetapi katakanlah ‘takdir Allah telah terjadi’. Seandainya adalah kata yang sering muncul dari mulut orang-orang yang kalah, ini merupakan untaian penyesalan dan bisa juga evaluasi atas apa yang terjadi.

Sepereti yang terjadi dalam “majlis” bola antara lawan Persebaya. Penonton Arema tidak perlu mengatakan seandainya-seandainya. Begitu juga sebaliknya pendukung Persebaya. Mengucapkan kata seandainya hanya akan memberikan ruang leluasa bagi para setan untuk membutakan alam pikiran. Maka terjadilah apa yang akan terjadi: rusuh.

Setiap pertandingan pasti ada pihak yang menang, dan tentu ada yang kalah. Yang jadi masalah adalah jika pihak yang kalah tidak mau menerima kekalahannya. Akibatnya, seperti yang terjadi Stadion Kanjuruhan Malang malam itu. Sungguh, sebuah “majlis” bola yang memilukan sekaligus memalukan. Semoga tak terulang lagi.(A/RS3/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.