Mengenal Amal Jariyah

Oleh Ansori, wartawan MINA

Jadi orang beriman itu nikmat. Mengapa? Karena Allah telah membuka berbagai kebaikan dalam jumlah yang begitu banyak. Di antara berbagai kebaikan itu adalah ada pahalanya yang akan terus mengalir meski pelakunya sudah lama meninggalkan dunia fana ini.

Orang-orang beriman itu meski telah pindah dari dunia sebagai tempat menanam amal kebaikan, tapi pahalanya tidak akan terputus, bahkan terus meningkat kemuliaan pelakunya. Kebaikannya terus saja berkembang dan pahalanya selalu berlipat ganda.

Diberi kesempatan oleh Allah untuk melakukan amal kebaikan yang dikenal dengan , bagi seorang mukmin adalah anugerah yang tak ternilai harganya.

Aneka amal jariyah

Amal jariyah banyak macamnya, tidak hanya tiga jenis amal yang kita telah ketahui selama ini. Seperti yang disebut dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra, dimana Nabi SAW bersabda,

إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عنْه عَمَلُهُ إِلَّا مِن ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِن صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو له

”Bila seseorang meninggal dunia, terputuslah amalnya dari dirinya kecuali dari tiga amal: shadaqah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan atau anak shaleh yang mendoakannya.”

Sebenarnya ada hadits lainnya yang menyebutkan tentang amal jariyah, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, sedekah jariyah. Yang dimaksud dengan sedekah jariyah adalah wakaf kebaikan. Selama wakaf tersebut masih dimanfaatkan oleh manusia, maka pahalanya terus menerus mengalir kepada orang yang berwakaf.

Wakaf dalam kebaikan ada berbagai macam bentuknya. Di antaranya; pertama, mencetak mushaf al-Quran dan membagi-bagikannya. Termasuk juga mencetak kitab-kitab hadits seperti Shahih al-Bukhari dan Muslim, serta seluruh kitab sunnah shahih lainnya.

Kedua, mencetak dan mendistribusikan berbagai rekaman islami yang bisa dimanfaatkan oleh manusia dan bisa dipakai untuk menyebarkan kebaikan.

Ketiga, membangun masjid hanya berharap ridha Allah Ta’ala. Termasuk di dalamnya wakaf tempat shalat ‘Id, membangun Islamic Center, lembaga pendidikan dan pengajaran dan semisalnya.

Keempat, membangun rumah-rumah penginapan dan mewakafkannya untuk ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) dan siapa saja yang butuh tempat bernaung.

Kelima, menggali sumur untuk sumber air minum, pengairan dan bercocok tanam. Hal ini berdasarkan hadist Abu Hurairah ra, ia berkata, ”Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya di antara amal dan kebaikan seorang mukmin yang sampai kepadanya setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang dia tinggalkan dan mushaf yang dia wariskan.

Atau masjid yang dia dirikan, rumah untuk Ibnu sabil yang dia dirikan, atau sungai yang dia alirkan atau sedekah yang dia keluarkan saat dia sehat di masa hidupnya, itu akan sampai kepadanya setelah kematiannya.” (HR.  Ibnu Majah no. 242. Al-Albani menyatakan hadits ini shahih di dalam Shahih At-Targhib  (77, 112, 275))

Keenam, memperbaiki jalan juga termasuk sedekah jariyah. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rh berkata, ”Memperbaiki jalan termasuk sedekah jariyah. Ketika seseorang memperbaiki jalan, menyingkirkan semua yang membahayakan dari jalan dan orang-orang terus menerus mendapatkan manfaat dengan perbaikan jalan tersebut, maka ini termasuk sedekah jariyah. Kaidah dalam sedekah jariyah adalah setiap amal shaleh yang terus berlanjut pada seseorang setelah kematiannya.” [Syarh Riyadhus Shalihin, 5/438]

Kedua, ilmu yang termanfaatkan. Syaikh Abdul Qadir As-Saqqaf menyatakan bahwa adanya ketentuan ilmu yang dimanfaatkan dalam hadits ini karena ilmu yang tidak dimanfaatkan orang lain tidak mendatangkan pahala kepada pemiliknya setelah kematiannya.

Kadang juga muncul pertanyaan, apakah ilmu yang disebut dalam hadits ini adalah ilmu syar’i saja ataukah ilmu dunia juga termasuk di dalamnya?

Syaikh Ibnu Utsaimin rh saat ditanya hal ini menjawab, bahwa yang zhahir atau terlihat jelas adalah bahwa hadits tersebut bersifat umum. Setiap ilmu yang dimanfaatkan maka dia akan mendapatkan pahalanya.

Namun yang paling utama dan paling tinggi nilainya adalah ilmu syar’i. Andaikan kita anggap seseorang meninggal dunia sementara dia telah mengajar sebagian orang tentang suatu keahlian bekerja atau profesi yang mubah, lalu orang-orang memanfaatkan ilmu yang dia ajarkan, maka pahalanya sampai kepadanya dan dia diberi pahala atas dasar hal itu. [Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, 16/117]

Ketiga, anak shaleh yang mendoakannya. Syaikh Alawi bin Abdul Qadir As-Saqqaf menjelaskan, ”Yang dimaksud anak shaleh adalah orang mukmin. Dibatasinya anak di sini dengan anak yang shaleh karena pahala tidak diperoleh dari selain anak shaleh.

Sedangkan disebutkannya “yang mendoakannya” adalah sebagai motivasi bagi sang anak agar mendoakan kedua orang tuanya. Ada yang berpendapat bahwa orang tua mendapatkan pahala dari amal shaleh sang anak, baik anak tersebut mendoakannya atau pun tidak.

Ini sebagaimana orang yang menanam pohon. Dia diberi pahala atas setiap buahnya yang dimakan, baik orang yang memakan buah dari pohon tersebut mendoakannya atau pun tidak.

Keempat, menanam pepohonan yang berbuah. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

مَا مِن مُسلم يَغرِسُ غَرْسًا أو يَزرَعُ زَرْعًا فيأكُلُ مِنه طَيرٌ أو إنسَانٌ أو بهيْمَةٌ إلا كان لهُ بهِ صَدقَةٌ

”Tidak seorang Muslim pun yang menanam bibit pohon (pohon kecil) atau menabur benih di tanah, lalu burung atau manusia atau binatang memakan darinya kecuali hal itu menjadi sedekah baginya.”  [HR. Bukhari no. 2320 dan Muslim no. 1553]

Kemudian dalam hadits Jabir ra. ia berkata, ”Rasulullah SAW bersabda,

ما من مسلم يغرس غرْسًا، إلاَّ كان ما أُكِل منه له صدَقة، وما سُرِق منه له صدقة، وما أكَل السَّبُع منه فهو له صدقة، وما أَكَلتِ الطَّيْر فهو له صدقة، ولا يَرْزَؤه – أي ينقصه ويأخذ منه – أحدٌ، إلاَّ كان له صدقة

”Tidaklah seorang mukmin pun yang menanam suatu bibit pohon kecuali apa saja yang dimakan darinya merupakan sedekah bagi dia, apa saja yang dicuri darinya adalah sedekah baginya, apa saja yang dimakan binatang adalah sedekah baginya, apa saja yang dimakan burung adalah sedekah baginya dan apa saja yang diambil seseorang darinya adalah sedekah baginya.”  [HR. Muslim 1552]

Kelima, dakwah kepada kebaikan dengan hikmah dan nasehat yang baik. Berdakwah di jalan Allah Ta’ala juga merupakan amal jariyah. Berdasarkan hadits Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda,

مَن دعا إلى هدى، كان له من الأجْر مثل أجور مَن تَبعه، لا يَنْقص ذلك من أجورهم شيئًا، ومَن دعا إلى ضلالة، كان عليه من الإثم مثل آثام مَن تَبعه، لا يَنقص ذلك من آثامهم شيئًا

”Siapa saja yang menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan siapa saja yang meyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya. Hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikit pun.”  [HR. Muslim no. 2674].

Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda,

مَن دلَّ على خير، فله مثل أجْر فاعله

”Siapa saja yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pelaku kebaikan tersebut.”  [HR. Muslim no. 1893]

Imam Al-Munawi rh berkata,

أي هذه الأعمال يجري على المؤمن ثوابُها من بعد موته، فإذا مات انقطَع عمله إلاَّ منها

”Maksudnya, amal-amal ini pahalanya terus mengalir kepada orang mukmin setelah kematiannya. Bila dia meninggal, semua amalnya terputus kecuali amal-amal ini.” [Faidhul Qadir 2/540]

Itulah beberapa amal jariyah yang bisa dilakukan oleh seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala selalu membimbing kaum beriman pada kemudahan-kemudahan dalam melakukan amal jariyah.(A/RS3/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.