MAPIM: Pelonggaran Pembatasan di Al-Aqsha Tidak Cukup

Presiden Majelis Perunding Pertubuhan Islam Malaysia (), Mohd Azmi Abdul Hamid. (Foto: MINA)

 

Kuala Lumpur, MINA – Majelis Perunding Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) menegaskan bahwa keputusan Israel untuk melonggarkan pembatasan dengan mencopot pagar besi, detektor logam, dan beberapa kamera pengawas yang dipasang di depan gerbang-gerbang menuju Masjid , masih belum cukup.

Presiden MAPIM Mohd Azmi Abdul Hamid mengatakan, fihaknya menuntut agar semua tentara Israel ditarik keluar dari Kota Al-Quds. Tidak ada orang Israel yang diizinkan berada di Kompleks Al-Haram Al-Syarif Kota A-Quds dan Masjid Al-Aqsha.

“Kami menunjukkan pendirian kami bahwa isyarat pencopotan pembatas besi dan detektor ini tidak cukup. Perlu dicatat bahwa seribu warga Palestina masih masuk dalam daftar larangan Israel untuk memasuki masjid,” tegas Abdul Hamid dalam keterangan pers yang diterima MINA, Kamis (27/7).

Dia juga mengatakan, MAPIM menyerukan badan-badan internasional untuk menyelidiki berbagai kejahatan dan menghitung kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan pasukan Israel di Masjid Al-Aqsha.

“Kami juga menyerukan perjuangan terus menerus untuk membebaskan Kota Al-Quds. Pasukan pendudukan (Israel) dan pemukim ilegal Yahudi akan bertahan dalam agenda mereka untuk mengklaim kedaulatan pada Al-Haram Al-Syarif (Kota Al-Quds,” ujar Abdul Hamid mengingatkan.

Dia menyatakan bahwa penutupan dan pembatasan hanya bagi umat Islam untuk memasuki masjid mereka sendiri merupakan pelanggaran hukum internasional.

Abdul Hamid menekankan bahwa MAPIM mengucapkan selamat dan apresiasi atas kegigihan serta keberanian rakyat Palestina yang dengan tekun menolak tindakan Israel untuk membatasi akses melaksanakan ibadah di Masjid Al-Aqsha.

Lebih dari dua pekan penutupan Israel dan akses ketat menuju masjid Al-Aqsha, yang dimuliakan oleh 1,6 miliar Muslim seluruh dunia, telah memberikan semangat yang lebih tinggi untuk melawan dan memunculkan perlawanan dari para aktivis akar rumput di Al-Quds, yang melibatkan semua kalangan dan lintas usia.

“Meskipun hampir 10 orang Palestina tewas dan ratusan lainnya terluka, oleh pasukan pendudukan Israel yang brutal sejak 14 Juli 2017 lalu, mereka telah memunculkan sikap tegas dalam perjuangan mereka. Rakyat Palestina telah belajar secara luar biasa tentang bagaimana mengembangkan gerakan perlawanan tanpa senjata melawan Zionisme,” imbuhnya.

Menurut Abdul Hamid, penarikan kembali detektor logam Israel dan pembongkaran beberapa kamera pengintai, merupakan kemenangan besar dalam perang lebih besar.

“Kami menghargai keberanian pria dan wanita, muda dan tua yang telah berdiri teguh, memenuhi jalanan di Al-Quds Timur untuk beribadah di depan gerbang Masjid Al-Aqsha, menolak pembatasan yang diberlakukan oleh tentara Israel untuk masuk ke dalam kompleks masjid. Mereka menolak untuk dipermalukan oleh rezim Israel dan menuntut tidak lebih dari normalisasi secara lengkap Masjid Al-Aqsha,” ujarnya lagi

Abdul Hamid menyatakan memang kebangkitan kembali warga sipil Palestina yang telah menyentakkan semangat juang di antara mereka melampaui segala usia, untuk menentang keputusan yang diberlakukan pada mereka oleh rezim Israel.

Namun, dia menyesalkan adanya respon lamban dan terbatas dari para pemimpin Muslim di negara-negara Islam yang hampir di ambang melepaskan permasalahan Al-Aqsha saat mereka mencoba untuk menjaga status kekuasaan mereka. (R/R01/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)