Penuturan dari, dr. Rahmad Gunawan,
Relawan MER-C Cabang Medan, Ketua Tim Misi 1: Tim Bantuan dan Advokasi Kemanusiaan MER-C untuk pengungsi Rohingya
Rohingya begitu nama suatu bangsa yang di bulan Mei 2015 ini makin membuka mata dunia untuk yang kesekian kalinya terhadap penjajahan dan pembantaian bangsa ini di dataran tanah Arakan, Myanmar. Kita banyak melihat trending topic di berbagai media tentang pengungsian bangsa Rohingya dari Arakan ke beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dalam hal ini di Aceh.
Para pengungsi Rohingya telah berlayar dari tanah kelahirannya Arakan sekitar 2-3 bulan pelayaran menggunakan kapal nelayan. Pada awalnya sempat terdampar di negara Thailand dan Malaysia, tetapi mereka tidak diizinkan masuk ke negara tersebut, lalu akhirnya mereka harus berpasrah diri berlayar tanpa tujuan di tengah laut lepas, dan terselamatkan di Tanah Aceh –Indonesia.
Para pengungsi Rohingya ini juga ternyata banyak mengalami penderitaan selama perjalanan di kapal berbulan–bulan, kekurangan makanan dan minuman, berlanjut menjadi kelaparan serta kurang gizi massal. Mereka ratusan orang berhimpitan dalam satu kapal yang tak layak dinaiki oleh ratusan orang, ada bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil, pria dan wanita dewasa.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tentu akan muncul beberapa pertanyaan dalam benak kita, mengapa para pengungsi Rohingya harus mengungsi meninggalkan daerah asalnya secara massal? Lalu, apa tujuan utama mereka untuk mengungsi?
Dari hasil temuan assessment dan interview langsung Tim MER-C di pengungsi Rohingya di tiga lokasi posko pengungsian Rohingya, yaitu di Kuala Langsa-Kota Langsa, Lhoksukon-Aceh Utara, dan Birem Bayeun-Aceh, kami mendapatkan banyak informasi terutama dari hasil interview langsung dengan para pengungsi. Wawancara dibantu oleh seorang rekanan penerjemah bahasa Rohingya.
Hasil informasi itu banyak menjelaskan bagaimana etnis Rohingya yang mayositas beragama Islam, selama bertahun tahun mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dari pemerintah Myanmar ummat Budya yang mayoritas di negara itu.
Sejak puluhan tahun lalu, mereka tidak pernah diakui sebagai warga negara dan tidak mendapatkan kewarganegaraan, secara adminstrasi mereka stateless, hak mereka sudah dirampas. Para anak-anak dan remaja tidak mendapatkan pendidikan formal yang layak dari pemerintah Myanmar, generasi Rohingya dibuat untuk tidak pernah menjadi anak-anak yang pintar dalam pendidikan. Sederhananya mereka tidak sekolah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dalam sektor perekonomian, mereka juga mengalami pembatasan, karena diberlakukannya blokade wilayah oleh pemerintah Myanmar. Warga Rohingya tidak diberi kebebasan keluar masuk wilayah Arakan ke wilayah Myanmar lainnya dan juga sebaliknya.
Ditambah lagi kondisi diskriminasi dan pembantaian kepada Bangsa Rohingya oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang beragama budha yang sengaja didukung oleh pemerintah Myanmar.
Bahkan mereka juga tidak mendapatkan ketenangan dan kebebasan untuk beribadah sesuai dengan ajaran agam Islam yang mereka anut.
Dari interview. kami mendapatkan fakta, banyak anak yang menjadi yatim dan piatu, banyak wanita yang masih memiliki anak ataupun balita yang menjadi janda, banyak yang kehilangan keluarga dan saudara selama masa penjajahan dan penindasan yang terjadi oleh pemerintah Myanmar terhadap Rohingya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Dan selama mereka berlayar 2-3 bulan di laut untuk memohon perlindungan diri, banyak memakan korban jiwa karena kelaparan, sakit, maupun terluka saat disiksa oleh anak buah kapal (ABK) yang mereka naiki karena para pengungsi memohon makan untuk anak dan balita mereka.
Bangsa Rohingya terpaksa menyelamatkan diri demi keselamatan nyawa mereka. Mereka adalah kaum yang dilemahkan dan ditindas semena-mena, mereka menderita tanpa ampun, dan bukti nyata penjajahan di tanah Arakan masih berlangsung sampai sekarang.
Tim Bantuan dan Advokasi Kemanusiaan MER-C untuk Pengungsi Rohingya saat memberikan bantuan logistik dan bantuan medis kepada pengungsi Rohingya di 3 Posko yang ada di Aceh, mendapatkan kondisi pengungsi diawal diselamatkan, sangatlah memprihatinkan dan banyak yang mengalami kondisi yang secara medis digolongkan emergency.
Kami banyak menemukan kasus diare dengan dehidrasi yang ringan sampai yang berat, baik pada dewasa maupun pada anak dan balita. Hal tersebut juga diperparah dengan kondisi gizi mereka yang kurang, berbagai infeksi pernapasan, saluran cerna, maupun infeksi kulit.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dari fakta-fakta di atas kita dapat melihat kenyataan kondisi bangsa Rohingya merupakan suatu kondisi Bencana Kemanusiaan. Kondisi ini tidak dapat disamakan dengan kondisi migrasi yang hanya bertujuan mencari pekerjaan ke negara lain.
Bangsa Rohingya memohon perlindungan kepada negara manapun yang bersedia menolong dan menyelamatkan mereka dari bencana kemanusiaan. Dan dalam proses perjalanan mereka memohon perlindungan, mereka diselamatkan di tanah Aceh Indonesia.
Dalam beberapa wawancara Tim MER-C yang dibantu oleh rekanan penerjemah, kami bertanya kepada pengungsi yang masih remaja dan pengungsi yang dewasa, apa rencana kalian (pengungsi Rohingya) setelah ini? Mereka hanya bisa diam, dan kami lanjutkan dengan pertanyaan yang berikutnya, apa harapan kalian (pengungsi Rohingya) setelah ini? Mereka menjawab kami ucapkan ribuan terima kasih banyak untuk Aceh dan Indonesia. Mereka jawab dengan ekspresi terharu dan bahagia berurai air mata.
Kita bisa pahami begitu mendalamnya rasa syukur pengungsi-pengungsi Rohingya atas bantuan dan kebaikan pemerintah dan rakyat Aceh. Mereka diterima dengan tangan terbuka dan rasa haru, karena begitu menderitanya nasib bangsa Rohingya. Kita juga dapat melihat dan merasakan bahwa satu-satunya yang saat ini dimiliki bangsa Rohingya hanyalah nyawa dan air mata. (P007/P2)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)