Terkisahlah di pantai barat India yang menghadap ke Laut Arab, pernah ada seorang raja Hindu yang bermimpi bulan terbelah menjadi dua bagian.
Prihatin bahwa mimpinya itu adalah sebuah peringatan, dia langsung meminta para peramal astrolog untuk menafsirkan apa yang telah dilihatnya di dalam tidurnya.
Namun, para ahli ramal itu tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan sang raja, sehingga masalahnya tetap tidak terpecahkan.
Hingga di suatu hari kemudian, sekelompok pedagang dari Arab tiba di pelabuhan pantai barat itu, di tempat yang sekarang menjadi Negara Bagian Kerala di India bagian selatan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Mendengar kisah mimpi sang raja, para pedagang menjelaskan bahwa mimpi raja kemungkinan besar mengacu pada salah satu mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad di Makkah, Jazirah Arab.
Karena rasa penasaran yang tinggi, dengan keyakinan yang bulat, raja itu masuk Islam dan berangkat ke Makkah, kota tersuci dalam agama Islam. Namun, dia kemudian meninggal sebelum bisa pulang kembali ke kerajaannya. Sebelum wafat, sang raja meninggalkan titah untuk membangun masjid yang akan menjadi masjid pertama di India, yaitu Masjid Cheraman.
Itulah kisah legenda yang terpendam di dalam masyarakat Muslim India di Kerala.
Sejarah sebenarnya dari Masjid Cheraman di kota Kodungallur tidak begitu kuat. Menurut sebuah batu fondasi di bangunannya, masjid ini dibangun pada tahun 629M, tapi buktinya bertentangan.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Sejarawan Rajan Gurukkal yang berasal dari Kerala mengatakan bahwa masjid tersebut mungkin dibangun lebih dekat pada abad ke-11 atau ke-12. Tapi Mohamed Sayeed, presiden komite pengelola masjid, mengatakan bahwa masjid di Kodungallur tersebut adalah yang pertama di India.
Kodungallur berjarak sekitar satu jam di sebelah utara kota Kochi yang menjadi tujuan wisata populer. Namun, hanya sedikit wisatawan asing yang datang ke sana. Pemerintah negara bagian berharap akan ada perubahan saat memulai sebuah proyek ambisius yang akan menyoroti sejarah daerah tersebut.
Dikenal sebagai Proyek Warisan Muziris, terbentang di tujuh panchayat (dewan desa) di negara bagian tersebut. Ada 27 museum dan lebih dari 50 lokasi wisata yang direncanakan, mulai dari museum rempah-rempah sampai lokasi penggalian tempat pecahan keramik Romawi dan Italia ditemukan.
Pada tahap pertama proyek tersebut, pemerintah negara bagian telah memulihkan dua sinagog dan membukanya untuk umum.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Hanya sedikit penduduk Yahudi Kodungallur yang tetap tinggal, kebanyakan tinggal di Israel pada tahun 1950-an.
Dalam sebuah negara bagian dengan proporsi minoritas agama yang besar, yaitu gabungan Muslim dan Kristen sebanyak hampir setengah dari populasi negara bagian, pemerintah berharap situs-situs bersejarah akan memberi pesan harmoni religius.
Harmoni komunal
Tampilan fisik Masjid Cheraman seperti bayi biru dengan atap genteng karang, dua menara dan berhalaman luas. Kondisi itu memungkiri umurnya. Ia telah mengalami serangkaian renovasi selama berabad-abad usianya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Masjid ini tetap merupakan tempat ibadah yang aktif. Lebih 7.000 warga Kodungallur yang Muslim beribadah di sini. Uniknya, sebagian warga Hindu juga beribadah di masjid tersebut.
“Pada petang dan pagi hari, Anda bisa melihat banyak orang Hindu datang kemari dan berdoa di sini,” kata Sayeed, seorang pejabat Masjid Cheraman.
Ada banyak tempat ibadah lain di dekat masjid. Lima puluh meter dari masjid adalah sebuah kuil Hindu, dan setidaknya ada lima gereja di lingkungan tersebut.
Ada pula Sinagog Paravur, salah satu tempat ibadah Yahudi tertua di negara bagian itu, jaraknya 10 km dari masjid, dan Gereja Kottakavu, salah satu gereja paling awal di negara bagian itu, berjarak 8 km.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Semua tempat ibadah bersejarah itu adalah bagian dari proyek warisan budaya, yang dimulai pada tahun 2009 dan menyelesaikan tahap pertama di tahun lalu.
Pemerintah mengatakan, kedekatan tempat ibadah yang berbeda itu memberi pelajaran penting bagi dunia saat ini.
“Kami memberi contoh bahwa semua orang ini bisa hidup berdampingan tanpa masalah,” jelas Benny Kuriakose, konsultan senior proyek tersebut. “Kami ingin mengajukan Muziris sebagai contoh harmoni (agama).”
Warga bernama Antony Deign mengatakan, multikulturalisme terus berkembang di Kodungallur modern.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Kodungallur adalah tempat paling langka, jika Anda memikirkan tentang orang-orang Hindu dan Muslim dan Kristen yang tinggal di sini,” katanya.
Seorang Katolik, Antony mengatakan bahwa dia tumbuh dengan pergi ke kuil bersama teman-teman Hindunya. Kapan pun ada festival atau perayaan, dia akan ikut bersama mereka. “Itu adalah bagian dari budaya kami,” katanya.
Kondisi ini tampaknya bertentangan dengan beberapa negara bagian India lainnya, tempat partai sayap kanan Bharatiya Janata Party (BJP) asal Perdana Menteri Narendra Modi dan sekutunya mencoba untuk mengekang penjualan dan konsumsi daging sapi. Telah terjadi, orang yang dituduh membunuh sapi digantung oleh aktivis perlindungan sapi, Hindu garis keras yang dikenal sebagai “gau rakshaks“.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Lada hitam
Asal-usul keharmonisan religius yang terkenal di Kodungallur terletak pada satu ramuan rempah-rempah, yaitu lada hitam.
Meskipun lada hitam saat ini ditemukan di dapur seluruh dunia. Pada 3.000 tahun yang lalu, para pedagang melakukan perjalanan jauh ke Muziris, sebuah kota pelabuhan di mulut Sungai Periyar, untuk menumis lada dan rempah-rempah lainnya.
Menurut Gurukkal, penulis Rethinking Classical Indo-Roman Trade, pedagang yang paling awal datang ke sana adalah orang Mesir, pada zaman Raja Salomo (900SM). Kemudian, orang Yunani, Fenisia dan pedagang Arab, pra-Islam dan pasca-Islam, juga datang.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Beberapa pedagang ini kemudian memilih menetap di Muziris karena kebutuhan.
Sekitar abad pertama, pedagang asing mulai menggunakan angin monsun untuk berlayar ke India dalam waktu yang relatif singkat. Angin ini memiliki irama alami yang diikuti para pedagang, berlayar dengan satu angin lalu berlayar lagi beberapa bulan kemudian setelah angin berubah.
“Tentu beberapa dari mereka mengambil pasangan lokal,” kata Gurukkal.
Praktik ini berlangsung selama beberapa abad. Tapi kemudian, orang Kristen Suriah tiba dan membangun tempat ibadah mereka sendiri dengan seizin penguasa setempat, menciptakan apa yang sekarang disebut kosmopolitanisme.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Terlepas dari kenyataan bahwa kelompok-kelompok yang beragam itu hidup begitu berdekatan, tidak ada ketegangan agama, Gurukkal mengatakan, karena mereka bukan saingan ekonomi. Mereka semua menginginkan produk yang berbeda dari kota pelabuhan. Konflik hanya terjadi pada abad ke-16, ketika kedatangan orang Portugis yang mencari monopoli ekonomi.
Pada saat itu, Muziris bukan lagi pusat perdagangan. Pelabuhan itu hancur akibat banjir dan gempa bumi pada abad ke-14, pusat perdagangan beralih ke selatan, ke Kochi, yang sekarang merupakan pusat komersial terbesar di negara bagian ini.
Kebangkitan Kodungallur
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Sejarah Kodungallur tidak begitu dikenal sampai awal tahun 2000, tapi setelah beberapa kali hujan, penduduk setempat menemukan manik-manik berwarna-warni di lumpur. Berita tentang temuan itu akhirnya sampai pada arkeolog, yang kemudian mulai menggali daerah tersebut pada tahun 2007.
Selama beberapa tahun, mereka menemukan lebih dari 95.000 objek, mulai dari manik-manik kaca hingga potongan-potongan pecahan tembikar dari Mesopotamia, Irak modern.
Pemerintah negara bagian lalu maju untuk mendanai sebuah proyek restorasi berskala besar. Badan budaya PBB, UNESCO, mendanai proyek terpisah yang berfokus pada hubungan budaya antara kota-kota kuno yang diperdagangkan di sepanjang rute rempah-rempah, jaringan kuno rute laut yang menghubungkan Timur dan Barat. India adalah satu dari 31 negara yang berpartisipasi.
Konsultan Kuriakose menjelaskan, sembilan tahun ke dalam proyek restorasi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Tahap II akan dimulai pada bulan Mei 2017 yang kemungkinan akan memakan waktu beberapa tahun lagi sampai proyek selesai.
Pliny the Elder, seorang penulis Romawi dari abad pertama menyebut Kodungallur atau Muziris sebagai “imperium pertama India”.
Nama Muziris telah ditemukan di sumber-sumber sejarah klasik Eropa.
Pelabuhan tersebut merupakan kunci perdagangan antara India selatan dan Fenisia, Persia, orang Mesir, orang Yunani dan Kekaisaran Romawi. Komoditi penting yang diekspor dari Muziris adalah rempah-rempah (seperti lada hitam dan malabathron), batu semi mulia (seperti beril), mutiara, berlian, safir, gading, sutra Cina, tanaman pule pandak, dan kulit kura-kura kura-kura.
Sementara orang Romawi membawa uang (koin emas), peridot, pakaian tipis, kain linen, tekstil warna-warni, sulfida antimon, tembaga, timah, timbal, koral, gelas mentah, anggur, dan lainnya. (RI-1/RS3)
Sumber: tulisan Hui Zhong di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)