Suara Hadiya akhirnya akan didengar oleh Mahkamah Agung India, meski dijadwalkan pada tanggal 27 November 2017.
Kasus Hadiya adalah tentang kisah cinta. Namun, kisah cintanya telah ditolak oleh orangtuanya, komunitasnya dan bahkan pengadilan tertinggi di negara bagian asalnya, Kerala.
Setelah kisah cinta yang dipermasalahkan itu sampai ke Mahkamah Agung India, pada hari Senin, 30 Oktober 2017 lalu, hakim memutuskan akan mendengar suara Hadiya sebagai seorang wanita dewasa yang memutuskan untuk menikah. Mahkamah Agung juga memerintahkan polisi Negara Bagian Kerala untuk menghadirkan Hadiya ke New Delhi pada 27 November untuk didengar suara dan keterangannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Keputusan Mahkamah Agung tersebut telah lama ditunggu oleh para aktivis hak-hak perempuan.
Pernikahan Hadiya Dibatalkan
Hadiya memiliki nama asli Akhila Ashokan. Sejak ia berpindah keyakinan kepada Islam dan menikah dengan seorang pria Muslim bernama Shafin Jahan pada Desembar 2016, ia memakai nama Hadiya.
Hadiya telah dikurung di rumah ayahnya di Kottayam sejak bulan Mei 2017, saat Pengadilan Tinggi Kerala membatalkan pernikahannya.
Ayah Hadiya, KM Ashokan, marah dengan keputusan putrinya menikah dengan seorang pria Muslim. Ia kemudian mengajukan petisi ke Pengadilan Tinggi Kerala. Ia menuduh bahwa putrinya telah dimurtadkan secara paksa dan ditahan oleh sang suami.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Seorang aktivis bernama Rahul Easwar kemudian merilis sebuah video tentang Hadiya pada akhir Oktober 2017. Dalam video tersebut, Hadiya memohon kebebasannya dan menyatakan bahwa hidupnya terancam di rumah ayahnya.
“Anda harus membebaskan saya dengan cepat, saya yakin saya akan dibunuh besok. Ayah saya mulai marah. Saya tahu. Ketika saya berjalan, dia mendorong dan menendang saya,” kata Hadiya dalam video tersebut.
Video itu diambil ketika Rahul mengunjungi Hadiya di rumah ayahnya.
Dipublikasikannya video tersebut, membuat kelompok hak-hak perempuan, termasuk Komisi Wanita Kerala, telah meminta penyelidikan polisi terhadap kondisi hidup Hadiya saat ini.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Pada tanggal 16 Agustus, Mahkamah Agung India pun memerintahkan penyelidikan oleh badan “anti-teror”, Badan Investigasi Nasional (NIA) di negara bagian tersebut untuk mengetahui, apakah pernikahan Hadiya merupakan bagian dari sebuah konspirasi “Cinta Jihad” atau apakah wanita tersebut masuk Islam atas kehendak bebasnya sendiri.
Mitos “Cinta Jihad”
Kelompok Hindu mengenal istilah “Love Jihad” atau “Cinta Jihad”. Istilah itu merujuk pada sebuah persekongkolan oleh kelompok Muslim untuk memancing wanita Hindu ke dalam pernikahan yang bertujuan mengkonversi keyakinan agama si wanita kepada Islam.
Pengadilan Tinggi Negara Bagian Kerala telah mendengarkan petisi dari suami Hadiya, Jahan. Ia mengatakan bahwa perintah pengadilan tinggi adalah “penghinaan terhadap kemerdekaan perempuan India, karena sepenuhnya menghilangkan hak mereka untuk berpikir bagi diri mereka sendiri.”
Namun, badan penyelidikan NIA menilai pandangan Jahan adalah “radikal” dan ia dikaitkan dengan kelompok-kelompok Islam yang dilarang.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Aktivis bernama Harnidh Kaur mengatakan bahwa kasus tersebut melukiskan keseluruhan komunitas minoritas sebagai “penyerang dan manipulator”, yang mengacu pada tuduhan “Cinta Jihad”.
Harapan dari Mahkamah Agung India
Pandangan Mahkamah Agung pada Senin, 30 Oktober, telah memberikan beberapa harapan kepada Jahan. Hakim telah memutuskan memberi kesempatan kepada Hadiya untuk didengar suaranya pada tanggal 27 November 2017.
Hakim mengatakan bahwa persetujuan orang dewasa untuk menikah adalah yang utama.
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
“Menurut saya, dia adalah wanita dewasa, dia harus diperlakukan seperti itu,” kata Vrinda Grover, pengacara aktivis hak-hak perempuan.
“Saya khawatir dengan tanggal sidang Mahkamah Agung berikutnya yang sebulan lagi, dia harus menderita dan tinggal bersama orangtuanya yang melawan keinginannya,” kata Grover.
“Ketika seorang wanita dewasa, bahkan jika dia menikahi seorang tersangka teroris, itu adalah haknya. Pembatalan pernikahan di Pengadilan Tinggi Kerala sepenuhnya tanpa yurisdiksi. Dia seharusnya tidak dikurung dengan cara ini, seperti seorang penjahat,” kata pejabat Mahkamah Agung Karuna Nundy kepada Al Jazeera. (A/RI-1/P1)
Sumber: tulisan Anmol Saxena di Al Jazeera
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)