MASJIDIL Aqsa merupakan tempat singgah Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Para ahi Tarikh Islam menyebutkan, Isra Mi’raj terjadi pada bulan Rajab tahun ke-12 kenabian di Makkah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda [kebesaran] Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Isra [17] : 1).
Baca Juga: Adab Makan dalam Islam, Panduan Langit untuk Hidup Lebih Berkah
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa pada ayat ini Allah memuji diri-Nya sendiri, mengagungkan kedudukan-Nya, karena kekuasaan-Nya yang tidak dikuasai oleh siapapun selain Dia. Dengan demikian, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Dia dan tidak pula ada Tuhan selain diri-Nya saja.
Ayat ini menjelaskan bagaimana Allah yang dengan ke-Mahakuasaan-Nya telah memperjalankan hamba-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram di Makkah menuju ke Masjidil Aqsa di Palestina, yang merupakan pusat para Nabi dari sejak dakwah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam didampingi Malaikat Jibril mengendarai kendaraan Buraq, berangkat dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa, singgah di sana. Untuk kemudian menuju Sidratul Muntaha, berjumpa dengan Allah.
Jarak Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina sekitar 1.500 km, yang memerlukan waktu perjalanan naik unta atau kuda saat itu sekitar 40 hari.
Baca Juga: Suara yang Dibungkam, Ini Jeritan Jurnalis Palestina di Tengah Genosida Gaza
Karena itu masyarakat jahiliyah pada masa itu tidak percaya dengan perjalanan Isra Mi’raj tersebut. Sebagian umat Islam juga pada awalnya ragu, di samping karena pengaruh provokasi kaum jahiliyah. Hingga kemudian semuaya terjawab dengan penyataan sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Di dalam kitab Tarikh Islam Nurul Yaqin karangan Syaikh Muhammad Al Khudori Bik disebutkan bahwa Orang-orang kafir Quraisy pada saat disampaikan peristiwa Isra Mi’raj, bertepuk tangan dan meletakkan tangannya di atas kepala karena merasa heran dan mengingkari peristiwa Isra Mi’raj. Sebagian orang yang awalnya Muslim, menjadi keluar Islam karena lemahnya hati mereka. Beberapa orang pergi kepada Abu Bakar, kemudian Abu Bakar berkata, ”Jika Dia (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) berkata begitu, tentulah dia pasti benar.”
Orang-orang kafir Quraisy pun memojokkan Abu Bakar, dengan nada sinis, “Apakah engkau mempercayai (Isra Mi’raj) itu?”. Abu Bakar tegas menjawab, “Sesungguhnya aku akan membenarkannya, lebih jauh dari peristiwa tersebut pun (aku membenarkan)!”.
Maka, sejak saat itu Abu Bakar diberi gelar oleh Rasulullah dengan sebutan “Ash-Shiddiq”, artinya orang yang membenarkan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-38] Menjadi Wali Allah
Di kawasan Al-Aqsa inilah, Buraq itu kemudian melintasi melalui jalur sebelah barat Masjid Al-Aqsa. Maka, pintu sebelah ini pun dinamakan Baabul Buraq (Pintu Buraq). Dinding sebelah barat itu kini diklaim oleh Yahudi sebagai Tembok Ratapan.
Hingga kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhenti di Kubah Batu (Kubah Sakhrah). Di dekat ini, Buraq berhenti, lalu Nabi diperjalankan ke langit ketujuh, Sidratul Muntaha.
Sebagai saksi, terdapat sebongkah batu di dalam Masjid Kubah Sakhrah di kawasan Masjidil Aqsa, yang menurut sebagian riwayat merupakan tempat pijakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum naik ke langit.
Menurut sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, batu Kubah Sakhrah berasal dari surga, selain batu Hajar Aswad di Makkah, dan Sakhrah adalah pusat bumi.
Baca Juga: Menyambung Silaturahmi di Tengah Luka: Ujian Kesabaran yang Menghadirkan Pertolongan Allah
Syaikh Dr. Abdel Moneim Ibrahim Amer, seorang ulama dari Kementerian Wakaf Al-Quds, menggambarkan Masjidil Aqsha merupakan pintu gerbang dan jalan menuju surga. Hikmah Allah menghendaki agar Nabi-Nya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak naik ke langit Sidaratul Muntaha dari Masjidil Haram, melainkan dari Masjidil Aqsa, dan kemudian dari sana ke surga.
Di Kompleks Masjidil Aqsa pulalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami seluruh Nabi dan Rasul utusan Allah, memimpin mereka dalam shalat sebelum shalat lima waktu diwajibkan kepadanya.
Menurut Syaikh Amer, hikmah dari kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami para Nabi dan Rasul utusan Allah, adalah bahwa bentuk ketaatan kepada Allah diwujudkan pada pada ketaatan pada satu Imaam. maka diraihlah kemenangan dan terbukalah pintu surga.
Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam kitab Marah Labid, menjelaskan dipilihnya Masjidil Aqsha sebagai tempat singgah agar Buraq dapat terbang ke langit secara lurus. Ini karena Masjidil Aqsa berada pada posisi tegak lurus dengan pintu langit.
Baca Juga: Keutamaan Menyampaikan Informasi Bencana dengan Prinsip Communication Risk
Karena itu, pada buan Rajab atau bulan Isra Mi’raj saat ini, marilah kita jadikan sebagai bulan literasi Masjidil Aqsa, untuk memperkuat keilmuan kita dalam membebaskan Masjidil Aqsa dari belengu penjajahan zionis. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Mengenal Hydroclimate Whiplash, Tantangan dalam Memadamkan Kebakaran Hutan di Los Angeles