Masyarakat Sipil Kembali Dorong Presiden Segera Revisi PP 109 Tahun 2012

Jakarta, MINA – Komitmen Presiden Jokowi untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak Indonesia, dari bahaya produk rokok konvensional dan elektronik mendapatkan perhatian khusus dari pegiat kesehatan publik dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nasional.

Masyarakat Sipil Untuk () kembali mendorong Presiden Jokowi segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 Mengenai Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Hingga kini, belum ada kejelasan status dari revisi PP 109 Tahun 2012. Kami memohon kebijaksanaan Presiden Jokowi untuk segera merevisi PP ini demi menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia,” tegas Ifdhal Kasim, Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau dalam diskusi media KNMSPT, Jumat (30/9).

Mnurut Ifdhal, berdasarkan perkembangan terakhir, praktis belum ada tindak lanjut signifikan setelah pelaksanaan Uji Publik Perubahan PP 109 Tahun 2012 yang diinisiasi oleh Kemenko PMK RI per tanggal 25 Juli 2022 lalu.

Padahal, lanjut dia revisi regulasi tersebut tergolong krusial dalam upaya Pemerintah RI menurunkan angka perokok konvensional dan elektronik anak.

Hal ini mengingat akan mengatur poin-poin penting, seperti: memperluas peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, pelarangan penjualan rokok eceran, melarang iklan dan promosi rokok, hingga meregulasi rokok elektronik.

“Bagi kami empat poin ini yang perlu diperdalam lagi dan diimplementasikan dalam PP 109 Tahun 2012,” ujarnya.

Ifdhal juga menyatakan, kini pemerintah RI memang tidak hanya berususan dengan anak-anak kecanduan rokok konvensional, melainkan juga rokok elektronik.

Kehadiran rokok elektronik justru dianggap hanya menambah pekerjaan rumah bagi Kabinet Jokowi-Amien. Terlebih akibat ketiadaan regulasi yang mengontrol produk tersebut.

“Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, Prevalensi Perokok Elektronik Usia 10-18 Tahun telah mencapai 10,9 persen. Hal ini membuktikan selain kecanduan rokok konvensional, sekarang anak-anak kita
telah kecanduan rokok elektronik,” ungkap Ifdhal.

Dia mengatakan, kondisi ini makin diperparah dengan tidak jelasnya nasib revisi PP 109 Tahun 2012 yang sebetulnya akan mengatur produk rokok elektronik ke depan.

Citra rokok elektronik yang selama ini dianggap sehat dan aman digunakan oleh publik diduga menjadi satu alasan tingginya konsumsi anak-anak Indonesia menggunakan rokok elektronik.

Padahal sejatinya rokok elektronik tergolong produk adiktif dan destruktif yang berbahaya bagi kesehatan publik.

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), menyatakan, klaim bahwa rokok elektronik aman dan sehat adalah hoax.

Menurutnya, rokok elektronik mengandung nikotin, berpotensi menyebabkan kecanduan bagi penggunanya. Selain itu, rokok elektronik pun mengandung zat karsinogenik penyebab kanker dan partikel iritatif penyebab peradangan saluran nafas dan pembuluh darah.

“Sama seperti rokok konvensional, dalam jangka panjang, rokok elektronik berpotensi memicu penyakit seperti asma, PPOK, kanker paru, jantung koroner bahkan stroke,” papar Agus.

Kekecewaan atas tertundanya revisi PP 109 Tahun 2012 juga disampaikan Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Daniel Awigra.

Dihubungi secara terpisah, masyarakat sipil bahkan telah siap untuk mengangkat isu pengendalian tembakau ke Komite PBB agar mendapatkan sorotan internasional.

Pihaknya bersama jaringan pengendalian tembakau nasional akan membawa kondisi perokok anak di Indonesia ke dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM PBB, pada November 2022.

“Kami berharap komunitas internasional dapat membantu meyakinkan Pemerintah RI, khususnya Presiden Jokowi, untuk melakukan kontrol ketat terhadap produk tembakau dan tembakau alternatif, minimal dengan melakukan amandemen PP 109 Tahun 2012,” ujar Awi.

Dorongan kepada Presiden Jokowi untuk segera merevisi PP 109 Tahun 2012 juga disampaikan langsung Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.

Usman mengingatkan kembali target Presiden yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, yaitu hendak meningkatkan standar pemenuhan hak atas kesehatan nasional dengan menurunkan angka prevalensi perokok pemula (usia 10-18 tahun) dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen per 2024.

Menurutnya, Jokowi pada periode pertama kepresidenannya gagal untuk menurunkan angka perokok anak di Indonesia. Kemungkinan besar, kegagalan serupa akan terjadi jika pemerintah RI tidak segera merevisi PP 109 tahun 2012.

“Semoga saya keliru. Jangan sampai Presiden Jokowi terkesan meremehkan permasalahan ini. Visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi hampa jika standar perlindungan hak atas kesehatan tidak meningkat dan anak-anak kita kecanduan merokok,” pungkas Usman.

Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau (KNMSPT) adalah organisasi yang terdiri dari para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesehatan publik yang fokus mendorong pemerintah RI untuk mengendalikan produk tembakau, seperti rokok konvensional dan rokok elektronik, yang merupakan zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.(L/R1/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.