Jakarta, MINA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhadjir Effendy menekankan penting standar internasional dalam pendidikan di Indonesia.
Untuk itu, malalui seminar Programme for International Student Assessment (PISA) adalah survei internasional tiga tahunan yang diselenggarakan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di seluruh dunia dengan menguji keterampilan dan pengetahuan siswa berusia 15 tahun yang mendekati akhir dari pendidikan wajib mereka.
“Saya berharap seminar ini bisa membawa manfaat yang banyak untuk para guru yang hadir agar memiliki pemahaman yang utuh tentang PISA karena di media massa terutama, selama ini kalau kita bicara tentang PISA di masyarakat, Indonesia berada di posisi paling bawah dibanding negara-negara tetangga seperti Singapura dan Vietnam. Hal itu menebar perasaan pesimis terhadap masa depan pendidikan Indonesia,” kata Muhadjir Effendy, saat membuka Seminar PISA di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (8/7).
PISA menilai seberapa baik mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk situasi kehidupan nyata.
Lebih dari 90 negara telah berpartisipasi dalam penilaian yang dimulai sejak tahun 2000 ini. Setiap tiga tahun siswa diuji dalam mata pelajaran utama, yakni literasi, matematika dan sains. Standar yang dikeluarkan oleh PISA menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pendidikan yang dipakai oleh berbagai negara.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
“Kita sudah memutuskan bahwa PISA kita anggap cukup kredibel karena telah mendapat pengakuan yang sangat luas di dunia, maka kita menggunakan PISA untuk standarisasi internasional kita. Ujian Nasional kedepannya menggunakan standar internasional yaitu standar PISA,” harapnya.
Mendikbud mengakui hasil PISA yang diperoleh Indonesia memang masih berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya. Namun, hal ini diakibatkan oleh adanya disparitas antara Indonesia dengan negara lain tersebut sehingga harus ada perbedaan pendekatan yang diambil.
“Kualitas hasil dari tes PISA di antara negara-negara yang populasi siswanya yang kecil dibanding indonesia yang populasinya besar, yang paling kontras itu perbandingan dengan Singapura yang berada pada papan yang paling tinggi, sedangkan kita di papan yang hampir paling bawah,” ujarnya.
Ia melanjutkan, orang Indonesia yang awam hanya tahu itu saja. Mereka tidak melihat bahwa Singapura jumlah siswanya tidak sampai 2 juta sementara kita punya 51 juta siswa.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Singapura merupakan negara yang bentuknya hanya kota saja sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan yang luar biasa, dimana disparitasnya juga luar biasa baik secara spasial maupun struktural. Pemerintah juga hanya bisa melakukan intervensi pada batas-batas yang sangat tidak memungkinkan untuk meliputi ke semua yang ada,” jelasnya.
Seminar PISA ini diikuti oleh para pejabat di lingkungan Kemendikbud, para pengamat pendidikan, serta para guru yang mendaftarkan diri secara daring untuk mengikuti seminar yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. (L/R10/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru