Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Kantor Berita Islam Mi’raj (Miraj Islamic News Agency – MINA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُون # خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَعَلَىٰ سَمۡعِهِمۡۖ وَعَلَىٰٓ أَبۡصَـٰرِهِمۡ غِشَـٰوَةٌ۬ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 6-7).
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Jika menginginkan jasad kita tetap sehat dan bugar, tentunya kita harus melakukan perawatan dengan baik dan benar, seperti mememenuhi kebutuhannya dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan bergizi. Kita jaga vitalitasnya dengan gerak badan dan olah raga. Kita juga harus jauhi dengan segala hal yang bisa merusak tubuh, seperti racun dan obat-obat keras dan mematikan. Ketika terasa sakit, maka segera kita obati dan cari solusi agar sehat kembali.
Sama halnya dengan hati kita. Hati manusia membutuhkan perawatan yang baik dan benar agar tetap vit dan bugar, tidak sakit atau mengalami gangguan fungsional. Apa bila kita merasakan hati kita sedang sakit, maka kita harus segera mengobatinya agar tidak layu dan mati.
Ada racun-racun hati yang harus kita waspadai. Apa bila salah satu racun ini telah menjangkiti hati kita, maka harus segera dihilangkan atau dicarikan obat dan penawarnya. Beberapa hal yang menjadi racun bagi hati manusia:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-20] Tentang Istiqamah
“Lidah tak bertulang”. Itulah istilah populer untuk menggambarkan sulitnya seseorang untuk mengendalikan dan mengontrol kata-katanya dalam berbicara. Jika tidak bisa dikendalikan, lidah kita ini akan menjadi alat kecil yang akan mengantar kita ke neraka Jahanam. Dan sebaliknya, jika kita pandai mengontrolnya, maka lidah itu akan menjadi kendaraan kita ke surga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Dari Sahl bin Sa’id radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Artinya, “Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.” (Shahih Bukhari).
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Siapa pun yang banyak bicara, maka ia banyak salahnya. Dan siapa pun yang banyak salahnya, maka ia banyak dosanya. Dan siapa pun yang banyak dosanya, maka nerakalah tempat yang layak baginya.” (HR. Ibnu Hibban).
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Dan anaknya Umar, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata untuk kita, “Janganlah kalian banyak bicara tanpa ada unsur dzikrullah (mengingat Allah) di dalamnya, karena hal itu menyebabkan hati menjadi keras. Dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang hatinya keras.” (HR. Tirmdzi).
Islam tidak melarang kita untuk berbicara, hanya mengarahkan pembicaraan itu pada sesuatu yang baik dan bernilai ibadah, bermamfaat bagi yang bicara dan yang mendengarnya. Pembicaraan seperti itu tidak akan terwujud jika tidak didasari dengan ilmu.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, tidak ada sesuatupun yang membutuhkan penjara lebih lama daripada lisan ini.” (Kitab Tazkiyatun Nufus: 36).
Ulama tabi’in Hasan Al-Bashri berkata, “Tidaklah bisa dikatakan sebagai orang yang baik agamanya apabila orang itu tidak bisa mengontrol ucapannya.”
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
“Dari mana datangnya linta, dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati.”
Itulah pantun yang sering dilantunkan banyak orang. Mata punya peran penting dalam hidup kita. Dengan mata yang sehat, kita tahu indahnya dunia. Dan dengan mata yang sehat pula, kita tahu indahnya tubuh wanita. Tak bermasalah jika wanita itu adalah isteri kita sendiri, yang jadi penyakit adalah jika tubuh itu milik wanita lain, maka akan menjadi titik awal dari perzinaan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، والقلب تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ
Artinya, “Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kecepatan setan untuk menjadikan pandangan sebagai senjata, lebih cepat dari udara yang tempat-tempat yang kosong.
Para dokter ahli jiwa mengatakan, “Antara mata dan hati ada jalan. Apabila mata itu rusak, maka rusaklah hati. Akhirnya menjadi tempat sampah yang penuh kotoran, barang najis dan sampah. Hati seperti itu tidak layak didiami oleh ma’rifatullah (mengenal Allah) dan cinta kepada Allah. Dan yang cocok justeru sebaliknya.” (Kitab Tazkiyatun Nufus: 38).
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Karenanya Allah mengajarkan kepada kita agar pandangan kita tidak liar.
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ
Artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. An-Nuur [24] ayat 30).
Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah seorang Muslim melihat keelokan seorang wanita pada pandangan pertamanya, lalu ia memalingkan pandangannya, kecuali Allah menilainya sebagai suatu ibadah dan ia akan menikmati manisnya ibadah tersebut.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Imam Adz-Dzhabi).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Berlebihan dalam makan, menyebabkan banyak keburukan, anggota badannya akan ringan untuk melakukan maksiat dan berat untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Siapa pun yang bisa mencegah perutnya dari makanan yang banyak, maka ia telah mencegah dirinya dari kejahatan yang banyak.
Ummu Mukminin, Aisya radhiyallahu ‘anha berkata, “Sejak tiba di Madinah, keluarga Nabi Muhammad tidak pernah kenyang dengan roti (gandum) sampai tiga hari berturut-turut sampai beliau wafat.” (HR. Bukhari – Muslim).
Contoh terbaik adalah ketika kita berbuka puasa. Ketika berbuka puasa, lalu kita makan banyak, melahap hampir semua jenis makanan dan minuman yang dihidangkan, maka yang sering terjadi adalah telat melaksanakan salat Maghrib karena masih asik mengunyah, dan berat melaksanakan salat Isya dan Tarawih karena istirahat dari lelahnya kekenyangan. Sama halnya di kala waktu sahur. Terlalu kenyang pada saat itu akan berefek buruk pada masa menanti waktu Subuh.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Sebagian ulama salaf (terdahulu) berpesan, “Jangan banyak makan, (jika kamu banyak makan) maka kamu akan banyak minum. Setelah itu kamu banyak tidur, akhirnya kamu banyak merugi.”
Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَتْنِي أُمِّي عَنْ أُمِّهَا أَنَّهَا سَمِعَتْ الْمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِ يكَرِبَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الْآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتْ الْآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ
“Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yg lebih buruk daripada perutnya, ukuran bagi (perut) anak Adam adl beberapa suapan yg hanya dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika jiwanya menguasai dirinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum & sepertiga untuk bernafas.” (HR. Ibnu Majah).
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Kawan yang baik akan mempengaruhi kita kepada perilaku yang baik. Dan orang lain pun akan mengkategorikan kita sebagai orang baik, karena komunitas kita memang baik. Demikian pula sebaliknya.
Teman yang baik biasanya akan mengajarkan kita bagaimana harus bersabar, mengajak sering pergi ke masjid, rajin salat dan banyak berdoa kepada Allah Ta’ala.
Dan akan sebaliknya jika kita berteman dengan orang yang buruk perilaku dan akhlaknya. Biasanya teman yang buruk hanya akan mengajak kepada nongkrong-nongkrong di pinggir jalan, mabuk-mabukan, mencicipi narkoba dan berbagai hal yang tidak ada mamfaat bagi diri sendiri dan justeru merugikan orang lain.
Islam tidak menuntut kita untuk menjadi pribadi yang tertutup, tapi selektif dalam memilih teman dan sahabat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya, “Seseorang ada di atas agama temannya, maka hendaknya salah seorang kalian meneliti siapa yang dijadikan sebagai temannya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)
Itulah empat hal yang berpotensi menimbulkan berbagai macam bentuk kemaksiatan dan dosa. Setiap dosa dan kemaksiatan adalah racun ganas yang bisa menjadikan hati kita sakit, bahkan jika tidak segera kita obati, hati kita akan menjadi mati. Setelahnya, kita akan menjadi mayat hidup yang berjalan di muka bumi. (P001/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)