Oleh: BBC
Mantan Kepala Angkatan Bersenjata Mesir dan Menteri Pertahanan, Abdul Fattah Al-Sisi, menjadi terkenal sebagai anggota Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (Scaf) yang dibentuk setelah jatuhnya Presiden Hosni Mubarak.
Ia mengundurkan diri dari militer pada tanggal 26 Maret 2014 untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Hal ini terjadi sembilan bulan setelah ia menggulingkan presiden sebelumnya yang terpilih secara demokratis, Muhammad Mursi.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Al-Sisi adalah seorang tokoh sentral dalam pemerintah sementara pasca-Mursi yang didukung militer, ia menjadi obyek pengkultusan pengabdian populer, dan menunjukkan kecakapan taktik politiknya.
Pada bulan Februari, Scaf memberinya lampu hijau untuk mencalonkan diri sebagai presiden dengan alasan “merespons keinginan rakyat’.
Pada saat yang sama, Presiden Sementara Adly Mansour mempromosikan dirinya dari jenderal ke jabatan panglima tertinggi yang merupakan posisi puncak militer Mesir.
Mencari dukungan
Al-Sisi yang nama lengkapnya Abdel Fattah Saeed Hussein Khalil Al-Sisi, meluncurkan kampanye pemilihannya dengan slogan “Hidup Panjang Rakyat Mesir”, ia menguraikan rencana ambisiusnya untuk mengembangkan pertanian, perumahan, pendidikan dan daerah miskin serta meningkatkan kesempatan kerja melalui “kerja keras bersama-sama rakyat Mesir”.
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Dalam rencananya untuk memerangi kemiskinan, ia berjanji bahwa rakyat Mesir akan melihat standar hidup yang lebih baik dalam waktu dua tahun kekuasaannya. Dia menyerukan kepada sektor swasta dan publik untuk membantu orang miskin dengan memilih “margin keuntungan yang lebih rendah”, sementara militer sendiri akan menawarkan barang-barang berkualitas tinggi dengan harga yang lebih rendah.
Dia juga mengatakan, kemenangannya akan berarti bahwa masa Ikhwanul Muslimin akan “berakhir” dan wacana Islam harus “diperbaiki”.
Kampanye Al-Sisi lebih baik pendanaannya dari pada calon saingannya, Hamdeen Sabahi, karena mendapat dukungan dari sejumlah pengusaha terkemuka.
Kelompok yang menyatakan dukungannya antara lain Al-Dawa Al-Salafiyah, Partai Nour Salafi, kelompok liberal Partai Rakyat Mesir Merdeka dan Partai Wafd Baru.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Kekuasaan di negeri itu telah meninggalkan kekhawatiran kembalinya negara ke sistem keamanan otoriter seperti yang berlaku di bawah Mubarak, revolusi Tahrir Square hanya percobaan singkat dalam demokrasi.
Hanya sehari sebelum tentara mendukung ambisi Al-Sisi sebagai calon presiden, dikabarkan pemerintah sementara pasca Mursi membuat “road map” menuju demokrasi untuk memastikan bahwa pemilihan presiden akan diadakan sebelum pemilihan parlemen, bertentangan dengan aturan sebelumnya di mana pemilihan presiden dilaksanakan setelah pemilihan parlemen.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran bahwa jadwal baru pemilihan presiden akan memungkinkan Al-Sisi mengontrol penuh sistem politik.
Kejatuhan kelompok Islam
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Keputusan Mursi menunjuk Abdul Fattah Al-Sisi sebagai panglima militer pada tahun 2012, kemudian benar-benar dilihat sebagai upaya untuk merebut kembali kekuasaan dari militer yang telah memegang kendali sementara setelah jatuhnya Presiden Mubarak.
Tahun berikutnya, protes nasional meletus terhadap pemerintah pimpinan Ikhwanul Muslimin, didorong oleh kemarahan terhadap pengaruh Islam yang lebih besar dalam kehidupan publik, serta kesulitan ekonomi yang terus berlanjut.
Setelah berbulan-bulan massa anti-Mursi menekan pemerintah, Jenderal Al-Sisi efektif menyampaikan ultimatumnya di televisi dengan memperingatkan bahwa tentara akan turun tangan jika pemerintah tidak menanggapi “kehendak rakyat” dan mengakhiri krisis dalam waktu 48 jam.
Beberapa jam kemudian, helikopter militer melemparkan ribuan bendera Mesir kepada massa pengunjuk rasa anti-Mursi di ikon Tahrir Square, Kairo. Orang banyak bersorak menanggapi dengan teriakan “rakyat dan tentara adalah satu tangan”.
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Kenaikan Al-Sisi yang kontroversi
Namun ia dipersalahkan atas tewasnya ratusan orang dalam tindakan keras pihak berwenang kepada aktivis pro-demokrasi sejak tersingkirnya Presiden Mursi pada bulan Juli 2013.
Ratusan pendukung Ikhwanul Muslimin diyakini telah tewas pada Agustus 2013, ketika pasukan keamanan menyerbu dua kamp protes di Kairo yang didirikan oleh pendukung Mursi yang menuntut pemulihannya.
Penindasan aparat keamanan di Kairo memicu gelombang kekerasan di seluruh negeri setelah para pendukung pro-Mursi menyerang gedung-gedung pemerintah dan membakar gereja Kristen Koptik, mendorong pihak berwenang menyatakan keadaan darurat.
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah
Korban tewas bertambah banyak sejak militer melancarkan operasi besar-besaran terhadap tersangka militan Islam di Sinai Utara pada bulan September 2013.
Angka pasti tidak diketahui, tetapi Ikhwanul Muslimin mengatakan pada Agustus 2013, pendukungnya yang tewas dalam tindakan kekerasan aparat keamanan mencapai 2.200 orang.
Selain pertumpahan darah, pada April 2012, Al-Sisi juga menjadi berita utama atas pernyataannya yang membela “tes keperawanan” yang dilakukan pada 17 wanita yang ditahan dan dipukuli oleh tentara dalam protes anti-Mubarak di Tahrir Square pada Maret 2011.
Jenderal Al-Sisi mengatakan, tes dilakukan untuk melindungi perempuan dari pemerkosaan serta para prajurit dan petugas dari tuduhan pemerkosaan.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Scaf memilih menjauhkan diri untuk berkomentar, dan Jenderal Al-Sisi cepat berjanji untuk menghapus tes tersebut, tapi insiden itu merupakan pukulan bagi citra militer.
Karir militer
Meskipun karir militernya panjang, namun pengalaman berperang Al-Sisi sedikit, akhir-akhir ini ia mengkhususkan diri dalam intelijen militer. Dalam pengangkatannya sebagai panglima militer, ia adalah anggota termuda Scaf.
Lahir di Kairo pada tanggal 19 November 1954, ia bertugas di infanteri setelah lulus dari Akademi Militer Mesir tahun 1977.
Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi
Selanjutnya ia menjabat sebagai Kepala Informasi dan Keamanan di Sekretariat Umum Departemen Pertahanan, Atase Militer di Arab Saudi, Kepala Staf dan kemudian Komandan Zona Militer Mesir Utara, sebelum diangkat sebagai Kepala Intelijen dan Pengawasan Militer. (P09/EO2)
Sumber: BBC
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan