Mahmoud Darwish (13 Maret 1941 – 9 Agustus 2008) adalah seorang penyair sekaligus jurnalis Palestina yang lahir di desa Al-Birwa di Galilea Barat, yang dikenal sangat mencintai dan setia pada tanah airnya.
Karya-karyanya banyak diajarkan di sekolah-sekolah dan cukup berpengaruh untuk menjadi bagian penting dari tekstur budaya Arab. Melalui karyanya tersebut, ia dianggap sebagai penyair Nasional Palestina dan sangat ditakuti oleh Israel.
Pada bulan Juni 1948, pasukan Israel menyerbu dan meluluh lantahkan desa Al-Birwa. Banyak penduduknya yang diusir, termasuk keluarga Darwish.
Tidak lama setelah itu, akhirnya keluarga Darwish pergi dan bergabung dengan kamp pengungsi yang ada di Lebanon Selatan.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Darwish mengatakan, meskipun saat itu usianya masih kecil yaitu berusia 6 tahun, ia cukup mengingat kejadian yang sangat menyeramkan tersebut.
Ketika perang berakhir, ia dan keluarganya kemudian kembali dan menemukan bahwa Al-Birwa sudah dilumat habis oleh tentara Israel yang menghancurkan desanya tersebut. Tak cuma desa yang terletak di Galilee Barat itu yang digerus zionis Israel, melainkan desa-desa lainnya di Palestina. a mengungkapkan, peristiwa tersebut adalah sangat kejam dan menakutkan untuk dihadapi oleh anak kecil sepertinya saat itu.
Setelah itu, keluarganya hidup sebagai pengungsi di desa Deir al-Asad, sebelum akhirnya Darwish pindah ke Haifa.
Bakatnya menulis puisi sudah muncul saat remaja. Puisinyapun berisi perlawanan terhadap pendudukan Israel. “Setiap puisi yang indah adalah tindakan perlawanan,” tutur Darwish.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Pada tahun 1961, saat usianya baru menginjak 19 tahun, ia sudah menerbitkan buku puisi pertamanya yang berjudul “Burung-Burung Pipit Tanpa Sayap” yang merupakan kumpulan puisi tentang ketertindasan Bangsa Palestina oleh Israel. Buku puisi tersebut mendapatkan perhatian dari masyarakat luas.
Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1970, dia meninggalkan Haifa dan bergabung dengan Universitas Negeri Lomonosovo Moskow selama satu tahun untuk belajar.
Darwish menerbitkan lebih dari 30 koleksi puisi dan 8 buku prosa.
Salah satu puisinya yang paling terkenal dan berpengaruh adalah ”Kartu Identitas”. Saat membacakan puisi ini pada tanggal 1 Mei 1965 kepada sekelompok orang di Nazareth Movie, mereka menyambut dengan semangat perjuangan. Tidak lama kemudian puisi itu disebarkan ke seluruh Palestina dan dunia Arab.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Pada tahun 1964 ia mengeluarkan buku kumpulan puisi keduanya berjudul ”Daun Zaitun”. Enam puisi tersebut mengulangi teriakan terkenal yang sama yang bertuliskan “Saya orang Arab”.
Pada tahun 1966 ia mengeluarkan buku ‘Kekasih dari Palestina’ dan pada tahun 1967 ia menerbitkan “Akhir dari Malam”. Uniknya Kedua jilid ini selain “Daun Zaitun” diterbitkan di Israel.
Banyak puisi Darwish yang dialihkan ke lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi Arab seperti Marcel Khalife, Reem Kelani, Majida El Roumi dan Ahmed Qa’abour. Yang paling terkenal adalah “Rita dan Senapan”, “Aku kehilangan mimpi indah”, “Burung-burung Galilea,” dan “Aku Merindukan Roti Ibuku”. Lagu tersebut dianggap sebagai lagu kebangsaan bagi banyak generasi Arab.
Partisipasi politik
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Perseteruan negara‐negara Arab dengan Israel memuncak pada Perang 6 Hari pada tahun 1967. Kemenangan Israel pada perang tersebut mendorong tumbuhnya gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Lalu tahun 1973, Darwish bergabung dengan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dan sempat dilarang memasuki Palestina oleh Israel, karena dianggap dapat mempengaruhi pikiran penduduk Palestina untuk berjuang melawan Israel.
Tahun 1998, dia menulis pengumuman yang disiapkan untuk Deklarasi Kemerdekaan Rakyat Palestina.
Tahun 1993, Darwish memutuskan untuk berhenti dari posisinya sebagai PLO Executive Committee.Ia kurang puas dengan sikap PLO dalam perundingan dengan Israel.
Penyair ikonik Palestina itu selalu percaya bahwa negosiasi Palestina dengan Israel harus adil. Dari sudut pandangnya, perdamaian bisa diperoleh, terlepas dari kritiknya terhadap para pemimpin Israel dan Palestina. (AT/SR/P1)
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
(Sumber : Egypttoday.com)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant