Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Makna dan hakikat penting dari kehidupan berjama’ah adalah manakala hidup dalam persaudaraan yang hakiki. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam ayat:
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ (١٠٣)
Artinya: “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (103)
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Wujud dari kehidupan berjamaa’ah adalah dengan menthaati Ulil Amri agar memperoleh kebaikan. Allah menegaskan di dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً (٥٩)
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul [Nya], dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah [Al-Qur’an] dan Rasul [Sunnahnya], jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagi kalian] dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa [4]: 59).
Wujud dari kethaatan adalah dengan melaksanakan segala amanah, arahan dan tausiyah dari Ulil Amri, tentunya selama haq, berdasar Al-Quran dan As-Sunnah. Mulai dari mendengarkan, menthaa’ati, hijrah dan puncaknya jihad fi sabilillah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Seperti disebutkan di dalam hadits:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(4) أَنَا أّمُرُكْم بِخَمْسٍ أَللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ : بِاْلجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ اْلجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ اْلجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى اَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى اْلجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ اِنْ صَامَ وَصَلَّى ، قَالَ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا اْلمُسْلِمِيْنَ بِمَا سَمَّاهُمُ اْلمُسْلِمِيْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
Artinya: “Aku perintahkan kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara;sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah dan jihad fie sabilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al-Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda: “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang muslim, maka panggillah oleh orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.” (HR Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Semuanya adalah wujud iman dan amal sholih dalam kehidupan sehari-hari, yang terus-terus menerus berlangsung, tanpa kenal berhenti, kecuali sampai pada saatnya menghadap Allah. Satu amanah belum selesai, datang lagi amanah lain. Satu kegiatan baru saja usai, datang lagi agenda berikutnya, begitu silih berganti, semata-mata untuk menambah amal shalih hamba-hamba-Nya.
Allah menyebut di dalam ayat-Nya:
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ (٧) وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب (٨)
Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai [dari sesuatu urusan], kerjakanlah dengan sungguh-sungguh [urusan] yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS Alam Nasyrah: 7-8).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Pada zaman Nabi pun demikian, seperti tidak henti-hantinya. Dari dakwah sembunyi-sembunyi, terang-terangan, hijrah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, dari satu ghazwah ke ghazwah berikutnya. Seolah tidak ada waktu untuk bernafas atau bersantai-santai.
Bahkan, pernah menurut riwayat, begitu sekembalinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, dari Perang Khandaq. Disusul perang berikutnya Perang Quraidhah.
Nabi saat itu baru saja masuk ke dalam rumah dan meletakkan senjata serta alat-alat perang yang baru saja dipakai. Lalu membasuh kepala dan kakinya, dan yang membasuhnya adalah salah seorang isterinya, Ummu Salamah. Namun belum kering air basuhan itu, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril dengan menyerupakan diri seperti manusia sambil menaiki seekor kuda putih, dan mukanya kelihatan kotor bekas kena debu. Malaikat Jibril mendatangi Nabi dan berkata, “Mengapa engkau meletakkan senjata? Sesungguhnya para malaikat tidak pernah meletakkan senjatanya. Selagi kini engkau sudah pulang, maka sampaikan permintaan pada orang-orang, lalu bangkitlah dengan orang-orang yang bersamamu lanjutkan perang berikutnya, ke Bani Quraidhah. Aku akan berangkat di depanmu. Akan kuguncang benteng mereka lalu kususupkan ketakutan ke dalam hati mereka”.
Setelah Nabi mendapat perintah melalui Malaikat Jibril itu, maka beliau memanggil Bilal dan memerintahkannya supaya menyerukan kepada Kaum Muslimin yang sedang dalam keadaan letih dan payah karena baru saja pulang dari Perang Khandaq untuk siap berangkat lagi. Dan yang diminta berangkat lagi adalah para sahabat yang baru saja mengikuti Perang Khandaq. Seruan itu berbunyi, “ Barang siapa yang mendengar dan mengikuti perintah, maka janganlah ia mengerjakan shalat Ashar dulu, melainkan berangkat lagi untuk berperang ke kampung Bani Quraidhah”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Apakah para sahabat yang luka saja belum sembuh, letih belum juga pulih, istirahat sejenak saja tidak, mereka menolakpanggilan jihad itu?
Ternyata tidak! Justru mereka bersegera untuk siap kembali memenuhi amanah itu.
Mereka tidak ingin menjadi orang yang digantikan oleh yang lainnya dalam jihad dan amanah. Subhaanallaah.
Dalam hal ini, Allah mengingatkan kita di dalam ayat:
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآٮِٕمٍ۬ۚ ذَٲلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ (٥٤) إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمۡ رَٲكِعُونَ (٥٥) وَمَن يَتَوَلَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَإِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡغَـٰلِبُونَ (٥٦)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui. (54) Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk [kepada Allah]. (55) Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut [agama] Allah itulah yang pasti menang.” (56). (QS Al-Maidah [5]: 54-56).
Inilah karakteristik “Hizbullah” yang juga menjadi sifat dari Jama’ah Muslimin. Sehingga disebut dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Maka, kalau tidak suka beramal shalih, tidak gemar berjihad, enggan berinfaq, secara terus-menerus, maka itu bukan termasuk karakteristik Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Semoga kita semua mendapatkan ridha dan ampunan Allah. Aamiin. (P4/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang