Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menjadi Orang Saleh

Bahron Ansori - Sabtu, 20 Agustus 2022 - 10:54 WIB

Sabtu, 20 Agustus 2022 - 10:54 WIB

96 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Menjadi orang saleh adalah dambaan setiap muslim. Orang yang saleh adalah orang yang selalu berorientasi pada kebaikan seperti yang ditentukan Allah Swt. Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an mengatakan, kata saleh diambil dari akar kata shaluha yang merupakan lawan dari fasid (rusak).

Dengan demikian, saleh bisa diartikan dengan tiada atau terhentinya kerusakan (Lihat: Be Excellent, Menjadi Pribadi Terpuji, karya Ahmad Yani). Sementara amal saleh adalah pekerjaan yang bila dilakukan tidak menyebabkan dan mengakibatkan mudharat (kerusakan) atau bila pekerjaan itu dilakukan akan diperoleh manfaat dan kesesuaian.

Menurut Muhammad Abduh, orang saleh adalah orang yang menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah Ta’ala, dan Rasul-Nya, sehingga memberi manfaat kebaikan dan tidak mengakibatkan kerusakan atau kemudharatan bagi dirinya dan orang lain, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Para Nabi pun ingin menjadi saleh

Menjadi orang saleh merupakan impian setiap muslim. Karena itu para nabi pun menginginkan agar dirinya menjadi orang saleh. Di antara para nabi itu seperti Nabi Sulaiman AS yang ingin dimasukkan ke dalam kelompok orang yang saleh. Allah Ta’ala berfirman,

فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ

“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (Qs. An Naml: 19).

Bukan hanya Nabi Sulaiman AS yang ingin menjadi saleh, bahkan Nabi Yusuf AS juga sangat ingin sekali dimasukkan ke dalam kelompok orang yang saleh. Sebagaimana doanya yang diabadikan oleh Allah Ta’ala,

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

رَبِّ قَدْ اٰتَيْتَنِيْ مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِيْ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِۚ فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ اَنْتَ وَلِيّٖ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ

“Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (Qs. Yusuf: 101).

Lalu lihat bagaimana Nabi Ibrahim AS juga sangat menginginkan memiliki anak yang saleh. Seperti tersebut dalam firman Allah Ta’ala,

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (Qs. Ash-Shaaffat: 100).

Begitulah para nabi yang mulia, mereka semua meminta kepada Allah agar bisa dimasukkan dalam golongan orang saleh. Ini artinya, menjadi orang saleh adalah cita-cita besar yang bisa menjadi jalan keselamatan dunia hingga akhirat. Maka tak heran banyak orang tua yang mendoakan atau minta didoakan agar anak-anaknya bisa menjadi  orang yang saleh.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Jika, para nabi saja ingin dan rindu untuk menjadi orang saleh, lalu bagaimana dengan kita yang nabi bukan, ulama bukan? Bagaimana dengan kita yang sehari-hari masih sering bermain-main dengan dosa? Tentu sebagai muslim yang baik pemahaman keislamannya kita juga ingin menjadi dan dimasukkan oleh Allah dalam golongan orang-orang yang saleh.

Empat kriteria orang saleh

Pertama, memiliki iman yang benar. Iman yang benar adalah faktor penentu yang bisa menjadikan orang itu saleh. Iman yang benar adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Iman yang benar adalah iman yang tulus dan tidak tercampuri dengan kesyirikan sekecil apapun.

Iman yang benar itu harus terwujud dalam perkataan dan perbuatan yang baik seperti yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala dan dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasllam. Karena itu orang yang beriman dengan benar, maka imannya harus dibuktikan dengan amal saleh. Allah Ta’ala berfirman,

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُدْخِلَنَّهُمْ فِى الصّٰلِحِيْنَ

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan mereka pasti akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang yang saleh.” (Qs. Al Ankabut: 9).

Kedua, amar ma’ruf dan nahyi munkar. Selain memiliki iman yang benar, orang yang saleh juga dicirikan dengan yang gemar melakukan dakwah; mengajak manusia kepada kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,

يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

“Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.” (Qs. Ali Imran: 114).

Inilah ciri orang saleh, ia harus melakukan amar makruf dan nahyi munkar. Artinya mengajak orang lain untuk saleh juga seperti dirinya. Dari sini terlihat Islam mengajarkan orang pemeluknya agar bukan hanya menjadi orang saleh secara individu saja tapi juga saleh secara sosial.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Ketiga, bersegera melakukan kebaikan. Orang saleh itu di antara ciri selanjutnya adalah akan bersegera melakukan kebaikan. Ia menyadari benar bahwa kesempatan yang dimilikinya di dunia ini hanya sesaat. Karena itu orang saleh ketika melihat ada kesempatan berbuat kebaikan di depan mata, dia tidak akan menyia-nyiakannya.

Dia tidak akan menunda-nunda kebaikan yang akan dilakukannya. Hal ini seperti yang difirmankan Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Ali Imran: 133)

 

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun sudah mengingatkan kepada umatnya agar jika ingin melakukan kebaikan bersegeralah melakukannya, sebab seseorang tidak pernah tahu apakah ia masih punya kesempatan pada waktu yang lain. Terlebih lagi dalam hidup ini banyak sekali fitnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bersegeralah beramal (mendahului datangnya) fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam-malam yang gelap, pagi-pagi orang menjadi mukmin dan pada sore hari menjadi kafir, salah seorang mereka menjual agamanya dengan sedikit harta dunia.” (HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi).

Itulah sebabnya sangat penting bagi seorang muslim untuk selalu mengingat kematian yang bisa jadi akan datang secara tiba-tiba. Karena itu, jangan menunda untuk berbuat kebaikan. Banyak bukti manusia yang mati secara tiba-tiba. Sudah tentu akan menjadi masalah jika mati secara tiba-tiba itu tanpa diiringi dengan bekal amal saleh yang banyak. Terkait mati mendadak ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mati mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka.” (HR. Ahmad).

Keempat, taat kepada Allah dan Rasul. Orang saleh akan selalu berusaha menaati Allah dan Rasulnya, tanpa banyak pertimbangan. Sebab taat kepada keduanya adalah konsekuensi logis yang harus dijalankan oleh setiap kaum muslimin.

Ketika seorang muslim sudah bisa melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya secara istikomah, maka dia kelak akan dimasukkan dalam kelompok orang yang bersama dengan Nabi, orang-orang jujur, orang yang mati syahid dan orang saleh. Hal ini seperti yang disinggung oleh Allah Ta’ala firman-Nya,

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisa: 69).

Menjadi pribadi yang saleh adalah sebuah keharusan bagi setiap pribadi dan keluarga muslim. Sebab dengan menjadi saleh seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat kelak, wallahua’lam.(A/RS3/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah