Menteri Sudan Dukung Normalisasi dengan Israel

Mubarak Al-Fadil Al-Mahdi, Menteri Investasi Sudan (Haaretz)

Tel Aviv, MINA  – Surat kabar Haartez menyebutkan, Mubarak Al-Fadil Al-Mahdi salah seorang Menteri Sudan telah menyatakan dukungannya untuk hubungan resmi negaranya dengan Israel.

Al-Mahdi, yang merupakan Menteri Investasi Sudan, menyatakan dalam sebuah wawancara dengan sebuah saluran TV Sudan, bahwa seharusnya tidak ada keberatan atas gagasan untuk normalisasi hubungan dengan Israel, menunjukkan bahwa ini dapat melayani kepentingan Sudan, MEMO melaporkan Rabu (23/8).

Dia mengatakan bahwa “orang-orang Palestina telah menormalisasi hubungan mereka dengan Israel, bahkan gerakan Hamas sedang berbicara dengan Israel. Warga Palestina mendapatkan uang pajak dari Israel dan listrik dari Israel juga. Warga Palestina duduk bersama Israel dan berbicara dengan orang Israel. Memang benar ada konflik yang sedang berlangsung di antara mereka, tapi mereka duduk bersama mereka.”

Al-Mahdi, yang juga Presiden Partai Umma, mengklaim bahwa orang-orang Palestina menanggung banyak tanggung jawab atas cobaan berat mereka.

Negara-negara Arab juga telah membuat banyak kesalahan berkaitan dengan Palestina, termasuk menolak untuk memilih rencana pembagian di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1947, lanjutnya.

Dia menambahkan bahwa “negara-negara Arab memperdagangkan penyebab Palestina untuk mencapai tujuan internal,” dan mengingatkan bahwa Palestina disebut sebagai “menunda kemajuan dunia Arab”. Sementara rezim Arab telah menekan rakyat mereka atas nama perjuangan untuk Palestina.

Dia juga mengatakan bahwa orang-orang Palestina tidak mendapatkan apapun dari penolakan negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan mereka dengan Israel.

Menteri Al-Mahdi juga mengatakan “kesepakatan dapat dicapai dengan Israel, walau mungkin ada masalah dengan mereka. Namun mereka memiliki sistem demokrasi, mereka juga membuat pemimpin mereka diadili dan memenjarakan mereka, dan mereka memiliki sistem yang transparan”.

Surat Kabar Haartez mennyebutkan bahwa Sudan tidak dianggap sebagai negara musuh dalam hukum Israel. Namun ada masalah cukup besar antara kedua negara dan mereka tidak memiliki hubungan diplomatik.

Peraturan Sudan menetapkan bahwa satu-satunya negara yang dilarang bagi warganya untuk berkunjung adalah Israel.

Selama bertahun-tahun, Sudan menjadi tuan rumah para pemimpin Hamas dan merupakan sekutu militer dan politik Iran dan Hizbullah Lebanon, menurut surat kabar Israel tersebut.

“Pada awal tahun lalu ada banyak diskusi mengenai kemungkinan normalisasi hubungan dengan Israel. Isu ini juga diangkat dalam Konferensi Dialog Nasional Sudan, yang merupakan kerangka kerja yang mencakup semua partai dan faksi di negara ini, termasuk tentara Sudan. Ini bertujuan untuk mengakhiri konflik internal di negara ini,” imbuh Al-Mahdi.

Surat kabar berbasis di tel Aviv tersebut juga mengatakan bahwa “dalam konteks diskusi tentang hubungan Sudan dengan negara-negara asing, sejumlah besar pemimpin partai Sudan telah menyatakan dukungan mereka untuk kemungkinan mengubah sikap Sudan terhadap Israel dan menormalisasi hubungan.”

Usulan ini muncul sebagai bagian dari upaya untuk mendekati Amerika Serikat dan mendorongnya untuk mengangkat sanksi ekonomi yang diberlakukan di negara ini, ujarnya.

Surat kabar Israel tersebut mengomentari pernyataan Al-Mahdi yang mengatakan bahwa “meskipun demikian, ini adalah pertama kalinya kami mendengar pernyataan langsung oleh menteri kabinet senior mengenai normalisasi hubungan dengan Israel.”

Israel mengklaim bahwa Iran menggunakan Sudan sebagai basis untuk menyelundupkan senjata ke Jalur Gaza selama bertahun-tahun, di dekat ibukota Khartoum, melalui sebuah pabrik rudal jarak jauh untuk Hamas dan gerakan Jihad Islam.

Serangan Israel ke Sudan

Antara tahun 2008-2014 terjadi serangan udara Israel yang menghantam Sudan dengan dalih menargetkan rombongan yang menuju ke Gaza, dan mengklaim adanya kapal-kapal senjata Iran yang berlabuh di pelabuhan Sudan.

Pada saat itu, pemerintah Sudan menuduh Israel melakukan serangan tersebut. Namun Tel Aviv tidak pernah mengakuinya.

Pada pertengahan 2014, hubungan Sudan dengan Iran mulai memburuk, terutama setelah tekanan Saudi terhadap Khartoum. Sudan mengusir atase budaya Iran di kedutaan Teheran di Sudan dan menutup sejumlah pusat kebudayaan Iran yang aktif di negara ini.

Sudan kemudian bergabung dengan koalisi pimpinan Saudi untuk memerangi pemberontak Houthi di Yaman dan pada bulan Januari 2016. Khartoum benar-benar memutus hubungan diplomatik dengan Iran setelah serangan terhadap kedutaan besar Saudi di Teheran.

Pada bulan September 2016, Haartez melaporkan bahwa setelah Sudan memutuskan hubungan dengan Iran, Israel meminta Amerika Serikat dan juga sejumlah negara Uni Eropa untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Sudan dan mengambil langkah positif, terutama berkaitan dengan ekonomi. (T/RS2/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.