Menyikapi Marah Dalam Islam

Foto: IDN Times

Oleh: , Wartawan MINA

Dunia maya baru-baru ini dihebohkan dengan peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat terhadap seorang anak pengurus organisasi masyarakat Islam ternama di Indonesia.

Menurut pemberitaan sebuah media online bahwa pelaku nekat melakukan hal tersebut karena emosi setelah mendengar pernyataan terkait korban dari salah seorang temannya.

Hal tersebut banyak yang menyayangkan karena sebenarnya, tidak harus diluapkan dengan hal-hal negatif.

Marah yang diluapkan secara berlebihan dan diungkapkan secara tidak sehat, seperti memukul, menendang atau melempar hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Manusia manapun tentu pernah merasakan marah, tidak jarang timbul perasaan marah dan emosi yang sangat.

Oleh karena itu, marah merupakan hal yang manusiawi dan Allah Subhanallahu wata’ala sebagai pencipta manusia telah memberikan panduan dalam menghadapi sikap seperti itu melalui Al-Quran dan Rasul-Nya.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 134:

{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}

Artinya:“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Dalam ayat ini, Allah mengisyaratkan agar orang-orang bertakwa jika disakiti orang lain yang menyebabkan timbulnya kemarahan dalam diri mereka agar menahannya dan bersabar untuk tidak membalasnya, bahkan memaafkannya.

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

« لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ »

“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”.

Menurut Imam al-Munawi bahwa makna hadits ini adalah orang kuat yang sebenarnya adalah orang yang mampu menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia mampu melawan serta menundukkan nafsunya ketika itu.

Dari kedua dalil inilah, Islam mendorong seseorang ketika di dalam dirinya muncul perasaan marah agar menahannya atau mengendalikannya dan bahkan berbuat sebaliknya.

Kunci Mengendalikan Amarah

Meskipun mengetahui dan menyakini kedua dalil tentang marah di atas, namun kadang seseorang masih saja kecolongan. Marahnya masih meluap-luap dan tidak terkendali.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah memberikan petunjuk atau kunci untuk meredakan amarah dan mengendalikannya dengan izin Allah Ta’ala di antaranya:

Berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan

Dari Sulaiman bin Shurad beliau berkata: “(Ketika) aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua orang laki-laki yang sedang (bertengkar dan) saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”.

Diam

Agar terhindar dari ucapan-ucapan buruk yang sering timbul ketika orang sedang marah. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”.

Duduk atau berbaring

Dari Abu Dzar al-Gifari bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya dia berbaring”.

Di samping itu, yang paling utama dalam hal ini adalah usaha untuk menundukkan dan mengendalikan diri ketika sedang marah, yang ini akan menutup jalan-jalan setan yang ingin menjerumuskan manusia ke dalam jurang keburukan dan kebinasaan.

Kapan Harus Marah

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa marah adalah sesuatu yang manusiawi. Oleh karena itu perasaan ini tidak dihilangkan, yang ada hanya bisa dikendalikan. Bahkan ada saat-saat tertentu Islam mengharuskan seorang Muslim untuk marah, tapi bukan ekspresi marah yang destruktif.

Apabila Kehormatan Syariat Islam dirusak

Seperti dikutip dari Islam TR, marah pertama yang diperbolehkan dalam ISlam yang pertama adalah apabila kehormatan syariat agama kita dirusak. Perihal ini telah diriwayatkan dalam suatu hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah marah terhadap salah satu sahabatnya. Mengapa? Karena sahabat tersebut memanjangkan bacaan sholatnya ketika menjadi imam di sebuah masjid. Hal ini bahkan sangat dicamkan dengan sangat tegas.

Mengapa Rasulullah marah? karena makmum yang ada di belakang imam terdiri dari bermacam-macam orang. Sehingga imam tidak mengetahui apa latar belakang maupun penyakit yang di derita bila mana bacaan dipanjangkan. Lantas, sebaiknya bacaan yang dibaca sewajarnya saja.

Bertentangan Dengan Agama

Islam membolehkan seseorang marah apabila tahu bahwa ada seseorang melakukan atau menggunakan hal yang bertentangan agama. Salah satu contohnya disebutkan dalam hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah marah karena Siti Aisyah menutup sesuatu menggunakan bergambar berhala.

Mengingat pada jaman dahulu berhala masih sangat bersifat bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga tidak salah apabila Nabi Muhammad SAW marah kepada isterinya. Oleh karena itu, marah yang semacam itu juga diperbolehkan dalam Islam.

Melihat Kemunkaran

Marah yang diperbolehkan dalam Islam berikutnya adalah apabila sebagai sesama muslim melihat laki-laki maupun wanita melakukan kemungkaran. Seperti misalnya pelaku pencurian, perzinahan, berjudi dan masih banyak lagi. Bahkan Rasulullah Pun akan sangat marah apabila mengetahui hal tersebut.

Sekalipun ada perbedaan dalam jatuhan hukuman terhadap pelaku kejahatan, akan tetapi setiap pelaku kemungkaran harus dihukum sesuai syariat. Bahkan, akan terlaknat apabila sesama muslim hanya diam saat mengetahui ada umat muslim lain melanggar ketentuan agama.

Melecehkan Agama

Ketika mengetahui orang yang melecehkan agama, mungkin sebagian dari manusia yang lain akan takut untuk melarangnya. Mengapa? karena enggan diklaim sebagai sok pintar atau sok alim. Padahal, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa harus tegas memarahi orang sedemikian.

Pelecehan agama tersebut dicontohkan ketika salah satu sahabat Nabi Muhammad membuang ludahnya tepat di arah kiblat. Sekalipun terlihat sangat sederhana, akan tetapi Rasulullah menegaskan hal tersebut agar tidak menjadi suatu kebiasaan. Nabi melakukan hal tersebut karena demi mencegah hal-hal berkemungkinan buruk menimpa agama.

Mengetahui Seseorang Merendahkan Islam

Islam membolehkan seseorang marah apabila sebagai seorang Muslim mengetahui kaum lain merendahkan agama Islam. Bahkan, Rasulullah juga turut memerangi hal tersebut karena Islam adalah agama yang patut di junjung tinggi. Oleh karenanya, Allah akan sangat senang apabila hamba-Nya berani membela agama Islam.

Islam merupakan agama rahmatan lil a’lamin dengan memberikan panduan di setiap segi kehidupan, termasuk soal marah. Maka sudah seharusnya umat Muslim bangga dan selalu menjadikan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sebagai jalan petunjuk. (A/RE1/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sajadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.