sifat munafik" width="502" height="296" />Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (١١) أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ (١٢) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لا يَعْلَمُونَ (١٣)
Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka:’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’. Mereka menjawab: ’Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. (11). Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (12). Apabila dikatakan kepada mereka:”Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman. Mereka menjawab:’Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman’. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu”. (13). [Q.S. Al-Baqarah [2]: 11-13).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Pada Surat Al-Baqarah ayat 11, Allah memberitahukan tentang perilaku orang-orang munafiq, yakni bahwa bila salah seorang dari orang-orang beriman berkata kepada mereka : ‘janganlah berbuat kerusakan di muka bumi, dengan berbuat kemunafikan, loyal terhadap orang-orang kafir serta upaya memisahkan manusia dari beriman kepada Al-Qur’an dan dari mengikuti teladan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka orang-orang munafiq itu akan menjawab seraya beralih, ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat kebaikan”, menurut pengakuan mereka.
Allah menyebut mereka :
إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Artinya: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Para sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang sifat orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan yang dimaksud adalah kekufuran dan perbuatan maksiat.
Di dalam Tafsir Ibnu Abi Hatim dikatakan “Dan apabila dikatakan kepada mereka janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, yakni, janganlah kalian berbuat maksiat di muka bumi ini. Dan kerusakan yang mereka perbuat itu adalah kemaksiatan kepada Allah. Karena orang yang berbuat maksiat kepada Allah atau menyuruh berbuat maksiat kepada-Nya berarti ia telah berbuat kerusakan di muka bumi. Maka, sebaliknya, perbaikan langit dan bumi adalah dilakukan dengan kethaatan”.
Di dalam Fathul Qadir juga dijelaskan, Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi dengan kemunafikan, berteman akrab dengan orang-orang kafir, serta berkawan dengan orang-orang yang menjauhkan manusia dari beriman kepada Al Qur’an dan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karena bila kalian melakukan itu, maka akan rusaklah apa yang ada di bumi dengan binasanya tubuh, hancurnya bangunan, dan rusaknya tanaman. Sebagaimana yang dapat disaksikan saat berkecamuknya kekacauan dan pertikaian.
Begitulah, perbuatan orang-orang munafik, mereka merusak di atas muka bumi ini dengan perbuatan kekufuran dan kemaksiatan. Dan di antara perbuatan itu adalah menyebarluaskan rahasia-rahasia kaum mukminin kepada musuh-musuh mereka dan loyalitas mereka terhadap orang-orang kafir.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Biarpun mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Namun Allah menyatakan, “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan”.
Sebabnya adalah karena tidak ada yang paling besar pengrusakannya daripada orang yang mengingkari ayat-ayat Allah, menghalangi dari jalan Allah, mendustai Allah, dan justru mencintai orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya”.
Begitulah, Allah pun mencela pengakuan mereka yang penuh dengan kedustaan dan sifat inilah merupakan salah satu sifat orang-orang Munafik. Mereka berdalih berbuat kebaikan, reformasi, pembaharuan (al-ishlah) di muka bumi ini. namun sebenarnya ternyata justru mereka berbuat kerusakan, kemungkaran, (al-ifsad) melalui perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Justru kemaksiatan yang besar adalah kemaksiatan yang dilakukan dengan meyakini perbuatan itu dianggap benar, dan seperti inilah keadaan mereka. Sehingga sangat sulit untuk rujuk, dan dikembalikan ke jalan yang benar. Berbeda dengan kemaksiatan yang dilakukan dengan pengakuan bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Sehingga ia lebih mudah untuk kembali ke jalan yang benar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Begitulah Allah mencelanya dengan:
أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”.
Ini pulalah yang dikatakan oleh sebagian mufassirin yang mengatakan bahwa di antara bentuk kerusakan yang dilakukan di muka bumi adalah jika kaum mukminin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali-wali (pemimpin, pelindung, kawan perjuangan).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Allah mengingatkan di dalam ayat-Nya:
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَعۡضُہُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادٌ۬ ڪَبِيرٌ۬
Artinya: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. ” (Q.S. Al-Anfal [8]: 73).
Agar tidak terjadi fitnah dan kekacuan itulah, maka Allah telah memutuskan perwalian antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡكَـٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ عَلَيۡڪُمۡ سُلۡطَـٰنً۬ا مُّبِينًا (١٤٤)إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمۡ نَصِيرًا (١٤٥)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah [untuk menyiksamu]? (144) Sesungguhnya orang-orang munafik itu [ditempatkan] pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. (145) (Q.S. An-Nisa [4]: 144-145).
Orang yang Sombong lagi Bodoh
Selanjutnya, sifat dari orang-orang munafik adalah berlaku bodoh, di dalam lanjutan surat Al-Baqarah ayat 13:
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: ”Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman. Mereka menjawab: ’Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman’. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu”.
Melalui ayat ini Allah memberitahukan tentang sifat mereka orang-orang munafik itu, bahwa apabila salah seorang dari orang-orang beriman berkata kepada mereka, mengingatkan, atau memberikan nasihat, ‘bersungguh-sungguhlah dalam keimanan kalian dan berimanlah seperti orang-orang beriman’. Mereka akan menjawab seraya berkata, ‘apakah kami harus beriman seperti keimanan as-Sufaha’ (jamak dari as-Safah yaitu orang yang akalnya tipis, pendek), yang tidak memiliki kejernihan berpikir dan bashirah (penglihatan).
Mereka orang-orang munafiq itu menyebut orang-orang beriman dengan penuh ejekan dan pelecehan. Padahal justru hal itulah yang menyebabkan mereka dicatatkan oleh Allah sebagai orang yang memiliki akal yang tipis lagi pendek. Justru merekalah orang-orang yang tidk tahu, alias bodoh, alias jahil dan tidak memiliki pengatahuan yang cukup lagi memadai.
Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama
Dengan ayat ini Mufassirin mengatakan, inilah di antara tanda-tanda dan bukti-bukti nifak (orangnya disebut munafik), ialah sifat takabur, sombong merasa diri lebih baik, lebih pandai daripada yang lain.
Mereka merasa dirinya sebagai orang yang lebih berakal, lebih pandai dan lebih cerdas. Sementara orang-orang yang beriman, beribadah kepada Allah, shalih, mereka anggap sebagai orang-orang yang bodoh, dungu dan berpikiran sederhana.
Prof Buya Hamka di dalam Tafsir Al-Azhar menyebutkan, inilah ayat tetang rahasia pokok sifat muafik, yaitu merasa diri lebih pintar, merasa diri turun derajat kalau mengakui percaya kepada Rasul, sebab merasa berkedudukan tinggi selama ini.
Mereka memandang bahwa orang-orang yang telah menyatakan iman kepada Rasulullah itu bukanlah dari golongan orang-orang yang terpandang dalam masyarakat selama ini. Mereka memandang bahwa orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam itu hanyalah orang bodoh-bodoh, sedang mereka orang pintar-pintar, lebih banyak mengerti dan membaca kitab.
Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil
Maka begitulah bagi kaum munafik ini kepintaran mereka tidak lagi untuk diamalkan, tetapi untuk dimegahkan, disombongkan. Tetapi mereka sendiri tidak dapat bertindak apa-apa. Karena mereka sendiri tidak mempunyai kesanggupan. Mereka mengecap semua orang bodoh, tetapi mereka tidak mengerti akan kebodohan mereka sendiri.
hingga Allah pun mengatakan:
أَلا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu”.
Semoga kita terhindar dari sifat orang-orang munafik yang sedemikian, Aamiin. (P4/P2)
Baca Juga: Ternyata Aku Kuat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)