Kebencian terhadap kaum Muslimin semakin menjadi-jadi. Belum lagi usai pembantaian Muslim Rohingya, Palestina dan di belahan dunia Islam lainnya, kini perlakuan tidak adil pun terjadi pada Muslim Uighur oleh pemerintah Komunis Cina.
Dalam upaya memperketat kontrol atas wilayah Xinjiang, pemerintah Cina memaksa Muslim Uighur bekerja tanpa menerima upah sepeser pun di berbagai proyek pekerjaan umum.
Hal itu terungkap dalam laporan Kongres Uighur Sedunia (WUC) yang dirilis bulan ini, seperti dilaporkan Radio Free Asia (RFA), Kamis (16/11), yang dikutip MINA.
Di kalangan Muslim Uighur, sistem kerja paksa tersebut dikenal sebagai ‘Hashar’. WUC menyatakan pemerintah Cina menggunakan sistem kerja paksa sebagai cara lain untuk menekan orang-orang lokal di Xinjiang, sebuah provinsi yang banyak dihuni komunitas Muslim.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Partai Komunis yang berkuasa di Cina secara resmi telah melarang Hashar di Xinjiang beberapa dekade lalu. Tetapi menurut WUC dan sumber-sumber di Xinjiang yang berbicara kepada RFA Uyghur, praktik kerja paksa itu masih berlanjut atau diaktifkan kembali.
“Di Turkestan Timur, Hashar telah ditangguhkan untuk sementara waktu, tetapi baru-baru ini, telah diaktifkan untuk memantau kegiatan sehari-hari Muslim Uighur secara kolektif dan untuk mengontrol pergerakan mereka,” ujar Sekretaris Jenderal WUC, Dolkun Isa, kepada RFA.
“Dalam beberapa taraf, (Hashar) ini sebanding dengan buruh yang dipekerjakan di kamp kerja paksa Cina,” ia menambahan.
Turkestan Timur adalah nama yang digunakan oleh beberapa kalangan Uighur untuk Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, tempat mereka ingin membangun kembali negara independen yang pernah eksis sebentar sebelum berdirinya Komunis Cina pada 1949.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
“Kami Muslim Uighur yang tinggal di prefektur selatan Turkestan Timur, termasuk Aksu (dalam bahasa Cina, Akesu); Bayingolin, Hotan (Hetian) dan Kashgar (Kashi) telah dipaksa menjadi pekerja tidak dibayar untuk alasan ‘pemeliharaan stabilitas’,” kata WUC dalam laporan berjudul Forced Labour in East Turkestan: State-Sanctioned Hashar System.
Laporan itu disusun melalui investigasi yang dilakukan oleh RFA Uyghur. RFA sering menjadi organisasi berita satu-satunya yang meliput kegiatan di Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, tempat Cina memperketat kontrol atas pers dan wisata.
Menurut laporan itu, warga Muslim di Uighur dipaksa bekerja dalam sistem Hashar; bekerja dari empat hingga 11 jam sehari pada berbagai proyek pekerjaan umum yang mencakup kontrol perambahan pasir, pemeliharaan saluran air, dan proyek-proyek perbaikan jalan.
WUC adalah sebuah organisasi kelompok Muslim Uighur internasional dalam pengasingan yang ditujukan untuk mewakili kepentingan kolektikf suku Muslim Uighur, baik di dalam maupun di luar Daerah Otonomi Xinjiang. WUC dibentuk pada April 2014 dan bermarkas di Munich, Jerman.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Denda
Selain tidak dibayar, Muslim Uighur diwajibkan untuk membayar sendiri makanan, transportasi, dan biaya medis mereka. “Jika mereka sakit atau terluka, mereka ‘bertanggung jawab untuk mengirimkan anggota keluarga untuk menutupi jam kerja yang mereka lewatkan,” laporan itu menemukan.
Denda bagi yang absen sekitar 100 Yuan (US$15 atau sekitar Rp200.000) per hari, dan mereka yang tidak datang bekerja dikenakan penyelidikan polisi dan penahanan yang bisa berlangsung hingga 30 hari.
“Kami melakukan kerja kolektif,” kata seorang petani dari daerah selatan Uighur kepada RFA. “Sebagai contoh, kita memperbaiki jalan dan semacamnya. Sekarang kita sedang menurap dan memperbaiki rumah di sepanjang tepi jalan.”
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Petani, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut menjadi sasaran pihak berwenang, mengatakan kepada RFA bahwa dia dan yang lain baru saja dipaksa terlibat dalam Hashar.
“Tak seorang pun yang berangkat untuk melakukan kerja kolektif atas kemauan sendiri,” jelas sang petani. “Setidaknya satu orang dari setiap rumah tangga harus berangkat melakukan pekerjaan ini,” tambahnya.
Seorang petani perempuan di Aksu mengatakan kepada RFA bahwa Hashar berlangsung pada musim semi dan musim gugur.
“Selama satu tahun kami melakukan Hashar selama minimal 15 sampai 20 hari, atau mungkin lebih,” ujarnya. “Jika ada yang tidak melakukan bagian pekerjaan mereka, mereka yang tidak bisa, membayar upah kepada orang-orang yang dapat melakukan pekerjaan tersebut.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Cina Langgar Perjanjian Internasional
Sekretaris Jenderal WUC Dolkun Isa menyatakan Hashar melanggar beberapa perjanjian internasional yang ditandatangani oleh Cina.
“Cina menandatangani konvensi terkait hukum perburuhan PBB pada tahun 1999, namun mereka melaksanakan beberapa pasal, sementara mengabaikan beberapa pasal lainnya seperti ketentuan larangan kerja paksa,” katanya.
“Kami menyiapkan laporan ini dalam upaya untuk menyingkap pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di wilayah tersebut, dan untuk membiarkan dunia tahu bahwa Cina melanggar konvensi internasional yang telah disetujui,” ujarnya.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Orang-orang Uighur, sebagian besar adalah Muslim, mengeluhkan diskriminasi etnis, penindasan agama, dan penindasan budaya yang dilakukan Beijing di bawah dalih memerangi separatisme, ekstrimisme agama, dan terorisme.
Para pakar di luar Cina menyebut Beijing membesar-besarkan ancaman ‘separatis’ Uighur dan menilai perlakukan keras yang dilakukan pemerintah Cina merupakan penyulut kekerasan yang telah menewaskan ratusan orang sejak 2012.
Penindasan terhadap kaum Muslimin kian menjadi-jadi di belahan dunia Islam hingga detik ini. Lalu, perlu dipertanyakan dimanakah peran PBB, OKI dan lembaga-lembaga pembela HAM lainnya? (T/P022/R02)
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)