Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sebutlah ia bernama Anjani, seorang wanita berusia 25 tahun. Kehidupannya hancur di suatu pagi ketika suaminya memaksa ia dan kedua anaknya yang masih kecil, masing-masing berusia tiga dan dua tahun, pergi dari rumah mereka di Bhopal, Madhya Pradesh, India.
Anjani menikah pada tahun 2010, setelah lulus dari sekolah tinggi. Orangtuanya sangat gembira ketika anak seorang pemimpin agama yang berpengaruh dari komunitas mereka melamarnya. Padahal Anjani adalah seorang gadis yang sederhana dari keluarga miskin. pernikahan, katanya, dirayakan dengan sangat bahagia.
Setelah pernikahan, Anjani meninggalkan rumah orangtuanya dan pergi tinggal bersama suami dan keluarganya. Suaminya adalah imam di masjid terdekat dan memiliki sebuah toko yang menjual buku-buku agama. Anjani hanya menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Tapi, di hari-hari berikutnya, pernikahan mereka mengalami masa-masa yang tak terduga. Anjani mengatakan, suaminya dan mertuanya berubah menjadi keras karakternya dan mulai melakukan penyalahgunaan kewajiban sebagai suami dan mertua.
“Mereka memukuli saya hanya karena masalah paling kecil,” kata Anjani. “Mertua saya selalu merasa bahwa saya tidak layak bagi mereka, dan sering mengancam saya dengan mengatakan bahwa suami saya akan menceraikan saya dan menikahi seseorang yang setara dengan status mereka.”
Anjani menceritakan kisah duka dan keluhannya kepada Al Jazeera melalui sebuah wawancara telepon.
Kadang-kadang, ia melanjutkan, keluarga mengurangi makanan untuknya dan mencegah perawatan medis sebagai bentuk hukuman, bahkan bagi anak-anaknya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Anjani tidak ingin orangtuanya khawatir, jadi dia diam tentang penganiayaan itu.
“Suatu hari ayah mertua saya yakin bahwa suami saya telah menceraikan saya dengan mengucapkan kata talak tiga kali,” katanya.
Jadi, beberapa tahun dalam pernikahannya, suami Anjani telah mengusirnya keluar dari rumah, menggunakan talak tiga untuk menceraikannya.
Dalam praktek ini, seorang pria Muslim dapat menceraikan istrinya dengan mengucapkan kata “talak”, yang berarti “Saya menceraikan kamu”, tiga kali berturut-turut padanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Praktek ini telah dilarang di banyak negara mayoritas Muslim, tapi diizinkan di India di bawah Hukum Personal Muslim (Shariat) Aplikasi Act 1937. Menurut aturan ini, dalam hal perselisihan pribadi, negara tidak akan ikut campur dan otoritas keagamaan yang berhak memberikan penilaian.
Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh organisasi Bharatiya Muslim Mahila Andolan (BMMA), kelompok advokasi hak-hak perempuan yang gencar berkampanye melawan “talak tiga”, 59 persen dari perceraian Muslimah India melalui talak tiga.
Untuk menjaga dirinya dan anak-anaknya, Anjani beralih meminta dukungan BMMA, setelah mendengar tentang kelompok itu dari temannya yang adalah anggota.
Kasus Anjani hanya salah satu yang disoroti oleh BMMA selama bulan suci Ramadhan dengan harapan menarik perhatian ribuan perempuan yang dibuat miskin karena praktek talak tiga.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
BMMA Menentang Cerai Talak Tiga
India tidak memiliki kode etik sipil yang seragam. Setiap komunitas agama telah menetapkan sendiri hukum yang berkaitan dengan masalah pribadi seperti pernikahan, perceraian, properti, adopsi, warisan dan pemeliharaan. Sementara Muslim, Kristen, Zoroastrian dan Yahudi memiliki hukum pribadi yang terpisah. Hindu, Buddha, Jain, dan Sikh diatur oleh hukum yang dikenal sebagai UU Hindu.
BMMA telah bekerja di 15 negara bagian di seluruh India sejak berdirinya pada tahun 2007, dengan fokus pada isu-isu sosial ekonomi, seperti pendidikan dan mata pencaharian perempuan.
Kelompok ini memulai petisi daring untuk melarang praktek talak tiga. Sejauh ini, 50.000 Muslim pria dan wanita di seluruh negeri telah menandatanganinya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Dalam kebanyakan kasus, orang (suami) bebas dari hukuman dan meyakini tindakan mereka disetujui oleh Al-Quran,” kata Zakia Soman, salah satu pendiri BMMA.
BMMA telah menerima beberapa laporan mengenai perempuan yang diceraikan oleh suaminya dengan cara mengirimi mereka pesan talak tiga melalui SMS atau bentuk lain dari media digital.
Menurut Zakian, pedoman lain dari Al-Quran justeru tidak diikuti, seperti tentang musyawarah, penyelesaian di luar pengadilan, saksi, jangka waktu, atau upaya tulus untuk menyelesaikan perbedaan. Dalam keadaan seperti itu, pertanyaan tentang tunjangan atau hak-hak anak tidak dimunculkan. Karena alasan itulah BMMA melarang praktek perceraian jenis ini.
Namun, Dewan Hukup Pribadi Muslim Seluruh India (AIMPLB), sebuah organisasi non-pemerintah yang bertujuan mendidik Muslim India pada perlindungan dan penerapan hukum-hukum Islam, tidak setuju dengan BMMA.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dr Asma Zehra, anggota komite inti dari AIMPLB mengatakan, talak tiga bukan salah satu masalah yang paling mencekam yang dihadapi masyarakat Muslim di India. Menurutnya ada banyak isu penting lainnya yang perlu ditangani, seperti memberantas kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan mata pencaharian bagi perempuan.
“Petisi dan survei tokoh yang disediakan oleh BMMA adalah palsu dan tidak berdasar,” tuding Zehra.
Namun, Zehra mengakui bahwa perceraian melalui media sosial mungkin bukan cara terbaik untuk bercerai, tapi itu masih berlaku di bawah Hukum Pribadi Muslim.
“Pemerintah India tidak perlu meninjau kembali hukum perceraian,” kata Zehra. “Peradilan kami terbebani. Beberapa wanita harus menunggu selama bertahun-tahun hanya untuk agar kasus mereka didengar. Prosedur hukum yang panjang hanya akan menambah banyak kesulitan sosial dan ekonomi bagi perempuan.”
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Reformasi Hukum Pribadi Muslim
Shariat Aplikasi Act 1937 menyatakan bahwa umat Islam akan diatur oleh hukum Islam. Ini berarti bahwa hukum kodifikasi yang aturannya belum mengatur jenis sengketa yang terjadi, akan memberi kewenangan kepada hukum pribadi dan hukum terbuka dari otoritas keagamaan.
Kondisi ini menjelaskan mengapa komunitas Muslim India sering disajikan dengan beberapa pandangan tentang banyak isu, termasuk talak tiga.
BMMA telah mengirim surat kepada Perdana Menteri India Narendra Modi, menuntut bahwa Hukum Keluarga Muslim harus dikodifikasi menjadi UU.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Ortodoks tertentu dan laki-laki patriarkal telah mendominasi perdebatan tentang hak-hak perempuan Muslim dan telah mendinding batu setiap upaya menuju reformasi,” kata pernyataan dalam surat yang telah ditandatangani oleh anggota organisasi .
Baru-baru ini, Shayara Bano (35) yang bercerai melalui surat, meminta Mahkamah Agung India menyatakan bahwa praktek talak tiga adalah ilegal, karena dia mengatakan bahwa itu melanggar haknya untuk hidup, kebebasan pribadi, persamaan di depan hukum dan larangan diskriminasi, padahal hak-hak dasar diatur dalam konstitusi India.
Maneka Gandhi, Menteri Perempuan dan Perkembangan Anak yang berkaitan dengan masalah hak, perawatan dan perlindungan perempuan dan anak-anak di India, menyatakan bahwa dia tidak ingin menyuarakan pendapat tentang praktek talak tiga sampai konsensus muncul dalam masalah ini.
Pemerintah India telah mendirikan Komite Tingkat Tinggi tentang Status Perempuan di India pada Mei 2013. Komite merekomendasikan larangan praktek talak lisan, unilateral dan talak tiga dalam laporan yang diterbitkan bulan Juni 2015.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
“Itu membuat istri sangat rentan dan tidak aman tentang status perkawinannya,” tulis laporan itu. (P001/P2)
Catatan: Nama korban perceraian dipalsukan untuk melindungi identitasnya.
Sumber: Tulisan Shriya Ramakhrisnan di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin