Nagorno-Karabakh Wilayah Pusaran Konflik Tak Berkesudahan

Oleh:Rifa Berliana Arifin, Kared Bahasa Arab MINA

Sebenarnya konflik yang terjadi antara Azerbaijan vs Armenia sejak Ahad kemarin bukanlah hal yang baru. Dari tahun 2008-2010-2012-2014-2016-2018 sampai tahun ini 2020, kalau diperhatikan selalu terjadi konflik selang dua tahun sekali, sehingga wajar ada yang mengasumsikan seperti sudah terjadwal.

Penyebab konfliknya adalah perebutan wilayah yang mayoritas etnisnya adalah Armenia, meski berada di dalam perbatasan Azerbaijan.

Armenia adalah Kristen, Azeri adalah Syiah. Hanya Azeri di Azerbaijan yang kebanyakan syiah non-religius, maka negaranya sekuler.

Pada tahun 1988, etnis Armenia di Nagorno-Karabakh menuntut masuk ke Armenia. Saat itu, baik Armenia maupun Azerbaijan berada di bawah negara yang sama yakni Uni Soviet. Uni Soviet atau USSR itu siapa? Uni Soviet  saat itu di bawah pemerintahan komunis.

Negara yang dikenal saat ini Rusia awal mulanya adalah sebuah kerajaan, mereka memiliki kaisar (tsar). Akan tetapi pada tahun 1917, Tsar digulingkan oleh kaum nasionalis dan setelahnya kaum nasionalis digulingkan oleh komunis. Dan Komunis lah yang mendirikan Uni Soviet pada tahun 1922.

Selama peperangan terjadi antara Nasionalis vs Komunis Rusia, tidak sedikit etnis bangsa di dalam Russia mencuri kesempatan untuk memerdekaan wilayahnya dan memiliki negara sendiri, seperti Ukraina, Georgia dan tentunya Azerbaijan dan Armenia. Negara-negara ini selalu berperang saudara untuk memiliki wilayahnya masing-masing.

Huru hara perang itu akhirnya disudahi oleh Uni Soviet sebagai pengendali. Soviet mulai mengatur keadministrasian pemerintahan negara-negara ini dengan menciptakan 15 republik otonom yang pemerintah pusatnya di Moskow. Oleh sebab itulah kenapa Rusia disebut USSR (Union of Soviet Socialist Republics)

Moskow sebagai Pemerintah pusat memegang kendali untuk menentukan batas-batas antar negara-negara republik ini. Wilayah Nagorno-Karabakh dan Nakhchivan dimasukkan ke Azerbaijan, sedangkan Wilayah Zangezur ke Armenia. Dengan keputusan pembagian wilayah tersebut Moskow berfikir telah memuaskan keinginan Azerbaijan dan Armenia.

Kenyataanya keduanya tidak puas. Tetapi karena semua di bawah pemerintahan Uni Soviet yang bertangan besi, ketidakpuasan ini teredam, hingga datang saatnya pada tahun 1988 rezim komunis Uni Soviet hancur. Di situlah etnis Armenia yang berada di Nagorno-Karabakh menuntut pemisahan wilayah dari Azerbaijan.

Azerbaijan tidak mau. Akhirnya secara sepihak tahun 1991 kelompok etnis Armenia mendeklarasikan kemerdekaan dan mendirikan Republik Nagorno-Karabakh. Keputusan sepihak itu didukung oleh Republik Armenia, terjadilah perang antar negara.

Gencatan senjata terjadi pada tahun 1994. Wilayah Nagorno-Karabakh berada di bawah kekuasaan Republik Nagorno-Karabakh yang dikuasai oleh etnis Armenia. Perluasan wilayah tersebut tidak berhenti sampai di sana, karena Armenia ingin menyambungkan Nagorno-Karabakh wilayah itu ke Republik Armenia.

Hukum internasional tidak mengindahkan perlakuan Armenia karena itu merupakan pencideraan kedaulataan Azerbaijan, Azerbaijanlah yang menjadi korbannya. Nagorno-Karabakh di bawah Armenia pernah mengajukan perubahan nama menjadi Republik Artsakh akan tetapi itu gagal karena tidak diakui secara internasional.

Turki mendukung Azerbaijan, keduanya memiliki kedekatan etnis sama sama dari rumpun Turkic. Bahasa Azeri dan Turki hampir sama, sepertihal nya Bahasa Indonesia dan Melayu. Hanya saja warga Turki mayoritas Sunni dan Azer mayoritas Syiah.

Alasan utama dukungan itu bukan juga semata-mata karena serumpun, Turki mendukung Azerbaijan adalah karena Armenia adalah musuh bebuyutan Turki sejak dahulu mungkin hingga hari kiamat. Maka berlaku kaidah “musuh dari musuhmu adalah temanku”.

Sepanjang Perang Dunia Pertama, Armenia berada di bawah otoritas Turki Utsmani. Armenia selalu menuntut kemerdekaan dari Turki Utsmani dan berpihak kepada Rusia. Tidak tanggung Armenia menuduh Turki Utsmani telah melakukan genosida terhadap etnis Armenia.

Perang Dunia Pertama berakhir, Armenia berada di pihak yang menang ingin menguasai sebagian besar wilayah Turki Timur. Muncullah Mustafa Kemal Atatruk yang melawan dan mempertahankan wilayahnya, hingga kita bisa lihat Turki seperti saat ini. Karena ulah itulah sampai saat ini Turki tidak akan pernah berdamai dengan Armenia.

Georgia mendukung Azerbaijan, meskipun Georgia mayoritas Kristen,  sebab Georgia tidak akur dengan Rusia. Rusia mendukung Armenia. Maka Georgia mendukung Azerbaijan dalam masalah Nagorno-Karabakh.

Yang sedikit rumit adalah Iran, Iran dan Azerbaijan adalah negara syiah terbesar di dunia. Bahkan mantan kaisar Iran Shah adalah keturunan Azeri pada zaman Dinasti Safawiyah. Secara logika harusnya Iran dukung Azerbaijan karena ada sejarah panjang agama dan etnis.

Masalahnya adalah wilayah Iran Utara diisi oleh Azeri sejak zaman Dinasti Safawiyah, Rusia rampas sebagian wilayah itu, tawanan Rusia itu mereka jadikan Azerbaijan, maka tidak asing jika mendengar “Iranian Azerbaijan”.

Iran mencurigai Azerbaijan menyuplai separatis Azeri di Utara, maka Iran berhubungan baik dengan Armenia. Dan bagaimanapun, Armenia adalah teman dekat Rusia, Iran pun adalah teman dekat Rusia. Maka musuh dari musuh adalah teman, dan teman dari teman adalah sahabat. Hasilnya meskipun sama agama syiah dengan Azerbaijan dalam kasus Nagorno-Karabakh, Iran hanya bertindak sebagai mediator yang lebih netral.

Pakistan yang berada jauh dan tidak ada kaitannya langsung dengan konflik ini mendukung Azerbaijan, karena Pakistan adalah sekutu loyal Turki. Loyalitas Pakistan terhadap Turki tidak dipertanyakan lagi, maka di saat Turki tidak dukung Armenia, berarti Pakistan dukung Azerbaijan.

Apakah konflik ini bisa menyebabkan perang besar di kawasan ?

Tidak serta merta semua bentuk dukungan bisa terealisasikan menjadi sebuah komitmen.

Turki mengeluarkan pernyataan mengutuk Armenia, Rusia mengutuk Azerbaijan, Pakistan mengutuk Armenia. Bisa jadi itu hanya sekedar lips service saja.

Komitmen itu adalah kesediaan menurunkan tentaranya untuk berperang. Seperti AS mengirim pasukannya ke Afghanistan, ke Irak. Komitmen untuk mau mengorbankan sumber daya dan nyawa untuk membela kepentingan bersama.

Perang besar bisa terjadi apabila komitmen kolektif antar negara negara yang terlibat seperti di Perang Dunia Pertama dan Kedua.

Dalam konflik menahun Azerbaijan vs Armenia, negara-negara yang melibatkan diri dalam konflik ini tidak teralu memiliki kepentingan yang kritikal untuk sampai pada level komitmen. Meski Azerbaijan adalah negara minyak dan gas tapi tidak sebesar Arab Saudi yang bisa menggoyang pasar dunia.

Turki-Iran-Rusia rasanya akan sepakat membawa konflik ke meja perundingan. Mereka tidak berminat membawa konflik Azerbaijan dan Armenia keluar dari kontrol mereka, sebaliknya kedua negara harus tenang dan damai dalam menyelesaikan konflik.

Percaturan politik internasional selalu menarik untuk dipantau. Kita akhirnya mengenal bahwa makna aliansi atau sekutu bukan sesuatu yang baku dan kaku, tapi sangat dinamis dan selalu berubah mengikuti kepentingan para pemerannya, pada suatu waktu dan pada suatu medan konflik. (A/RA-1/P1)

Miraj News Agency (MINA)