Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Negara Tidak Melegalkan Perkawinan Sesama Jenis

illa - Kamis, 5 Mei 2016 - 07:38 WIB

Kamis, 5 Mei 2016 - 07:38 WIB

647 Views

Oleh Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Masyarakat heboh ketika di Bali beredar berita dan foto pernikahan sesama jenis (gay) yang diunggah di facebook yang menggambarkan beberapa prosesi pernikahan seperti sungkeman, ucap janji nikah, dan ungkapan kasih sayang – menempelkan kedua dahi sambil memegang tangan masing-masing.

Setelah diamati, pasangan pengantin itu – keduanya pria – adalah Tiko Mulya (warga negara Indonesia) dan Joe Trully (warga negara asing). Mereka melakukan upacara pernikahan Januari lalu di Desa Pakraman.

Pernikahan sejenis juga nyaris berlangsung pada hari Valentine di Kota Padang, direncanakan dua wanita warga Padang, dengan inisial masing-masing AN (26) dengan MMP (26). Mereka telah menjadwalkan kepada pihak KUA untuk menikah pada 14 Februari lalu.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Kedua wanita tersebut berhasil mengelabui KUA Padang Timur dan KUA Pauh yang menjadi tempat daerah asalnya. Setelah disidik, akhirnya diketahui bahwa AN telah mengubah identitasnya menjadi seorang pria berinisial DMD dengan maksud untuk mengelabui KUA di tempat tinggalnya.

Di Indragiri (Inhu), Riau “pengantin pria” yang melakukan pernikahan sejenis dibekuk pihak kepolisian. Pelaku yang ternyata bernama asli Ema Abu Hasan ini memakai nama samaran  Defarian Suryono alias Rio, untuk menikahi perempuan Desa Sungai Beringin, Reni Hariyani.

Kepala Desa Sungai Beringin, Suwito mengaku merasa tertipu oleh Defrian. Dia dibawa oleh warga berinisial LK untuk membuat surat pengantar pembuatan identitas dan perubahan KK guna pernikahan ke Kantor Disdukcapil. Kepada Suwito, LK mengaku Defrian  anak angkatnya yang selama ini bekerja di Batam, Kepulauan Riau.

Tentu saja perkawinan sesama jenis – laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan – yang tidak lazim, melanggar norma agama dan tidak dibenarkan oleh negara ini menimbulkan banyak reaksi. Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta telah menghubungi Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Jero Bendesa, terkait perkawinan sejenis yang kembali terjadi di Bali.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

“Saya sudah sampaikan kepada Jero Bendesa dan masyarakat adat kita, termasuk stakeholder pariwisata, salah satunya hotel agar jangan sekali-kali melakukan kegiatan yang dilarang oleh norma agama,” kata Sudikerta.

Menurut dia, pernikahan sejenis meski sekadar seremonial telah merusak tataran adat istiadat dan budaya Bali. “Itu meletehin (mengotori) Desa Pakraman. Karena itu, kita harapkan sanksi dari Desa Pakraman, sebab itu wilayahnya,” ujar Sudikerta. “Saya sudah minta kepada Jero Bendesa Agung untuk menjatuhkan butir (sanksi).”

Sementara itu di Padang, Wali Kota Mahyeldi Dt Marajo mengecam pernikahan sejenis – perempuan dengan perempuan –  yang nyaris berlangsung di hari Valentine dan mengaku sangat terkejut serta melarang keras rencana tersebut. “Pernikahan sejenis sudah di luar batas.”

Wali Kota menegaskan pernikahan sejenis melanggar norma agama dan budaya. Sikap tersebut dianggap sudah tidak manusiawi. “Perilaku ini sangat menyimpang dari manusia dan ajaran agama.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Pasangan wanita tersebut berhasil mengelabui KUA Padang Timur dan KUA Pauh, sehingga  sesuai dengan prosedur keduanya telah mendapat surat pengantar nikah dari kelurahan setempat,   asal keduanya.

Dalam undangan tertulis, pernikahan akan dilangsungkan di Kompleks Rindang Alam, Pauh. Tidak ada satu pun warga yang diundang agar tidak ketahuan. Tetapi pemerintah setempat telah melarang rencana pernikahan sesama jenis tersebut.

“Pengantin Pria” Ditangkap Polisi

Di Riau, Tim gabungan Polres Indragiri Hulu bersama pihak Polsek Mandau, Polres Bengkalis berhasil membekuk “pengantin pria” yang melakukan pernikahan sejenis. Ema ini ditangkap di Simpang Geroga Duri Kecamatan Mandau Bengkalis, Riau.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

“Kami bersama tim Reskrim Polres Inhu berhasil menelusuri jejak pelaku. Dia ditangkap saat bersembunyi di salah satu rumah warga,” kata Kapolsek Mandau Komisaris Polisi Taufik Hidayat.

Saat disergap, ujar Kapolsek Mandau, wanita tulen ini bersembunyi di bawah meja ruang tamu. Ema yang bertubuh kekar dan bersuara persis pria ini langsung digelandang ke Mapolsek Mandau. Selanjutnya dia diserahkan ke pihak Polres Inhu.

Defrian alias Ema, adalah warga Kelurahan Banjar XII, Kecamatan Tanahputih, Rokan Hilir, Riau. Pada 7 April 2016 lalu dia berhasil menikahi seorang gadis berisnisial RE di Kota Rengat, Ibukota Kabupaten Inhu.

Belakangan pihak KUA setempat membatalkan perkawinan keduanya setelah mengetahui kenyataan kalau mempelai pria adalah wanita. RE sendiri sudah berpacaran dengan Ema alias Defarian selama tujuh tahun. Setelah kedoknya ketahuan, Ema melarikan diri.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Terkait kasus ini polisi sudah menetapkan Enggo pegawai honorer Disdukcapil Inhu sebagai tersangka. Dia diuduh melakukan pemalsuan identitas KTP dan KK Ema serta data NA pernikahan. Kapolres Indragiri Hulu AKBP Ari Wibowo juga membenarkan, dugaan pemalsuan identitas ini dilakukan atas bantuan beberapa pihak, sehingga Defrian Suryono bisa menikah dengan seorang perempuan.

Menurut dia, beberapa pihak sudah diperiksa dalam kasus ini, dimulai dari pelapor, Mistar Abdurahman, Kepala KUA di Rengat, Inhu. “Mistar menikahkan pasangan yang belakangan diketahui sesama jenis itu.”

Kedok ”laki-laki jadi-jadian” bernama Desi itu terungkap saat pasangan pengantin melakukan sesi foto. Dengan terungkapnya kedok itu, Mistar langsung membatalkan pernikahan keduanya. Karena merasa tertipu, dia melapor ke polisi.

Polisi juga memeriksa keluarga Reni yang menjadi korban penipuan jenis kelamin dari Rio sehingga terjadi pernikahan.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Tidak Diterima

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, pernikahan sesama jenis tidak dapat diterima di Indonesia karena masyarakat di sini adalah warga negara yang religius. “Saya pikir itu sesuatu yang sulit terjadi di negara seperti Indonesia ini.”

Dia menambahkan, mayarakat Indonesia  sangat religius. “Jadi negara dan masyarakat Indonesia memandang bahwa pernikahan itu tidak hanya peristiwa hukum semata, tapi juga peristiwa sakral, bahkan bagian ibadah. Maka nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari peristiwa pernikahan.”

“Oleh karena itu negara sulit untuk bisa menerima atau apalagi melegalkan pernikahan sesama jenis itu,” kata Lukman.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Sebelumnya, Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan bahwa pengakuan pernikahan sesama jenis –  LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) – di Amerika Serikat tidak akan berpengaruh besar terhadap Indonesia. “Nilai budaya dan agama kedua negara berbeda. Karena itu, tidak tepat membawa isu itu ke Indonesia.”

Pernikahan LGBT menurut dia, bukan hanya mengganggu tatanan kehidupan sosial, tetapi juga keyakinan dan nilai-nilai spiritual masyarakat. “Terbukti, belum ada satu agama pun yang melegalisasi pernikahan sejenis, karena hampir semua agama memandang pernikahan sebagai suatu ikatan suci dan sakral antara dua orang manusia yang berbeda jenis kelamin.”

Hubungan sesama jenis dinilai Ketua Forum Ulama Umat Islam (FUUI), KH Athian Ali memang merupakan bentuk penyelewengan seksual yang telah ada sejak zaman Nabi Luth. Tetapi dalam ajaran agama Islam, hubungan sesama jenis jelas merupakan pelanggaran dan dosa besar dan hukumannya adalah mati.

Dia menyebutkan, tidak hanya dalam Islam, pernikahan sesama jenis ini dilarang oleh semua agama dan adat istiadat di seluruh dunia. Dr Muhammad M. Abu Laila, profesor Studi Islam dan Perbandingan Agama di Universitas Al-Azhar, mengatakan: “Tindakan (pernikahan sejenis) adalah dosa buruk yang Allah telah larang dalam semua agama, bahkan dalam kehidupan paling primitif sekalipun, karena bertentangan dengan peraturan Allah dan melawan hukum alam.”

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

“Saya heran   bagaimana di masa kini, dimana ilmu pengetahuan teknologi telah maju, kita membiarkan hal-hal seperti itu terjadi di masyarakat manusia, bagaimana seseorang mengizinkan atau memberikan aturan hukum atas suatu tindakan luas yang menimbulkan ancaman bagi seluruh umat manusia dan menghancurkan  masyarakat seperti kanker,” katanya.

Pernikahan seperti kata Ketua Komisi VII DPR, sejatinya adalah tradisi dan ajaran agama. Kalau keduanya tidak dipakai, tentu tidak ada pernikahan. “Jika hanya sekedar hidup serumah, banyak ditemukan di berbagai tempat. Namun, karena belum ada ikatan lewat ajaran dan tradisi agama, maka antara laki-laki dan perempuan yang hidup serumah tetap tidak dianggap menikah.”

Tradisi dan ajaran agama identik dengan pernikahan. Maka setiap pernikahan tidak boleh melanggar ajaran-ajaran suci agama. Jika mau menjalin hubungan antar sesama jenis, itu tidak bisa diformalkan dan dilegalkan, karena bukan pernikahan dan tidak bisa dicatatkan atas nama agama.

Pernikahan adalah ranah agama dan bukan ranah negara. Tugas negara hanya memfasilitasi dan mencatatkan pelaksanaannya untuk menertibkan administrasi dan data kependudukan. Karena itu, negara semestinya tidak mencatatkan suatu pernikahan yang menyalahi prinsip-prinsip ajaran agama. (R01/R02)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Timur Tengah
Kolom