Tel Aviv, MINA — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menjalani sidang kasus korupsi di Pengadilan Distrik Tel Aviv setelah satu bulan tertunda karena libur hari raya Yahudi dan kunjungannya ke New York untuk Sidang Umum PBB ke-80. Anadolu Agency melaporkan Kamis, (15/10).
Sidang tersebut menarik perhatian publik karena dihadiri sejumlah pejabat dan anggota Knesset dari Partai Likud yang memberi dukungan langsung.
Dalam sesi itu, Netanyahu sempat meninggalkan ruang sidang sesaat setelah menerima amplop dari salah satu ajudannya. Media lokal KAN melaporkan, dukungan dari lingkaran politik Likud menunjukkan upaya mempertahankan citra politik Netanyahu di tengah tekanan hukum yang meningkat.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam pidatonya di Knesset meminta Presiden Israel Isaac Herzog agar memberikan grasi kepada Netanyahu.
Baca Juga: Italia akan Tunjuk Utusan Khusus untuk Gaza
Berdasarkan hukum Israel, presiden memiliki wewenang memberi pengampunan atas rekomendasi dari otoritas terkait seperti Menteri Kehakiman atau Menteri Pertahanan.
Dukungan terhadap permintaan grasi juga datang dari Menteri Kehakiman Yariv Levin dan Menteri Pendidikan Yoav Kisch. Levin menilai sidang tersebut “tidak seharusnya dimulai” dan bertentangan dengan keadilan, sementara Kisch menyebut sidang itu mengganggu fokus negara dalam menghadapi ancaman keamanan serius.
Netanyahu menghadapi tiga kasus besar, yaitu kasus penerimaan hadiah mewah dari pengusaha (Kasus 1000), negosiasi dengan media Yedioth Ahronoth untuk pemberitaan positif (Kasus 2000), serta dugaan pemberian keuntungan bisnis kepada pemilik Walla dan Bezeq (Kasus 4000).
Selain itu, ia juga menghadapi tuduhan kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terkait agresi di Gaza yang menewaskan puluhan ribu warga sipil. []
Baca Juga: PBB Pilih Anggota Dewan Hak Asasi Manusia Baru
Mi’raj News Agency (MINA)