Noor Kajol, Bocah Rohingya yang Rindu Ayah

Noor Kajol, anak perempuan Rohingya. (Foto: Katie Arnold/Al-Jazeera)

Anak-anak adalah golongan yang paling menderita dalam konflik bersenjata dalam suatu wilayah. Seperti yang terjadi di Palestina, Suriah dan Yaman, termasuk krisis terbaru yang terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar terhadap warga .

Dari kesaksian para warga Rohingya yang selamat pergi menyeberang ke Bangladesh, militer Myanmar bersama polisi dan warga Buddha ekstremis melakukan penyerangan terhadap desa-desa, menembaki warga Rohingya yang mereka jumpai, membunuh para pria, wanita dan anak-anak pun tak luput dari pembantaian. Rumah-rumah dibakar di lebih 140 desa Rohingya.

Salah seorang anak Muslim Rohingya bernama Noor Kajol berusia 10 tahun yang berasal dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, bercerita saat bertemu dengan Katie Arnold dari Al-Jazeera di kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh.

Berikut kisah Noor Kajol:
Namaku Noor Kajol, dan umurku 10 tahun. Saya sangat senang di desa lama saya karena saya belajar di madrasah. Saya suka belajar tentang Quran Suci dan saya ingin menghafal semuanya. Saya tinggal bersama keluarga saya, jumlah kami tujuh orang. Rumah itu tidak terlalu besar, tapi saya suka tinggal di sana.

Kami harus meninggalkan rumah karena militer mulai menembak kami. Saya berada di dalam rumah bersama ayah saat mereka menembaknya dari jendela.

Peluru itu menembus kepalanya, jatuh ke lantai, dan banyak darah keluar dari kepalanya.

Saya benar-benar takut, dan saya banyak menangis. Kami kabur, meninggalkan ayahku di rumah. Militer membakar rumah itu, meski ayahku masih di dalam.

Kami harus lari ke hutan dan bersembunyi di pepohonan. Kami kemudian berjalan selama tiga hari untuk sampai ke Bangladesh. Sulit bagi saya karena saya lapar dan saya sering merindukan ayah.

Orang lain membantu kami menyeberangi perbatasan secara gratis. Kami bepergian dengan perahu mesin, tapi saya tidak menikmati naik perahu karena saya masih merindukan ayah saya. Dia adalah penebang kayu, dan semua orang menyukainya. Dia pria yang baik hati, dan dia sangat mencintaiku.

Saya sangat tidak bahagia di Bangladesh karena saya sangat merindukan ayah saya. Di sini juga sangat kotor, tidak ada toilet atau kamar mandi.

Saya ingin dunia membantu kami tingga di negara kami sendiri atau menawarkan negara lain yang bisa kami tinggali. (A/RI-1/R01)

 

Sumber: Tulisan Katie Arnold di AlJazeera

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.