Oleh Hasanatun Aliyah, Wartawan Kantor Berita MINA
Nusaibah Binti Ka’ab adalah salah satu sosok wanita mulia tangguh yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam.
Keberanian Nusaibah sebagai shahabiyah (sahabat perempuan) yang setia kepada Nabi Muhammad, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW). Bagai singa merah, Nusaibah dengan berani dan kekuatan penuh ikut serta bersama Rasulullah berperang dijalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) dalam melawan musuh-musuh Islam. Disarikan dari berbagai sumber, berikut kisah Nusaibah Binti Ka’ab, muslimah tangguh perisai Rasulullah;
Keluarga Nusaibah
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Nusaibah merupakan puteri dari Ka’ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah dan Rabbab binti Abdullah bin Habib. Ia adalah seorang wanita suku Khazraj dari Bani Mazin an-Najar. Dia memiliki dua orang saudara, yaitu Abdullah bin Ka’ab dan Abu Laila Abdurrahman bin Ka’ab.
Nusaibah menikah dengan Zaid bin Asim al-Mazini An-Najjari, dan dari pernikahannya ia memiliki dua orang anak yaitu Abdullah dan Habib. Pada waktu itu, ia bersama suaminya, dan dua orang puteranya menjumpai Rasulullah SAW untuk melakukan bai’at atau sumpah setia. Ia adalah wanita yang bersegera bai’at atau masuk Islam atas ajakan dakwah Mush’an bin Umair.
Setelah Zaid meninggal, Nusaibah menikah dengan Ghazyah al-Mazini an-Najjari dan dikaruniai seorang anak bernama Khaulah.
Nusaibah juga termasuk salah seorang dari dua wanita (satunya penduduk Mekkah bernama Ummu Maniq atau Asma binti Amru, ibunda Mu’adz bin Jabal), bersama 73 orang laki-laki utusan Anshar dari Madinah yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada Rasulullah dalam Bai’at Aqabah Kedua.
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Bai’at Aqabah kedua ini merupakan sumpah setia kaum Muslimin Madinah untuk membela Rasulullah dan Islam. Bai’at kedua ini sering disebut dengan bai’at perang, di mana mereka siap membela dan melindungi Rasulullah, saat Nabi nanti hijrah ke Madinah, sebagaimana mereka membela dan melindungi keluarganya.
Medan Uhud menjadi saksi keberanian Nusaibah
Nusaibah juga dipanggil Ummu Imarah atau Ummu Umarah, yang berarti ibunya para pemimpin. Selain kebaikan dan ketaatannya, Nusaibah juga gemar berjihad, pemberani, ksatria, ahli berkuda, ahli pedang, ahli bedah medis, dan tidak pernah takut mati saat berjuang di jalan Allah.
Nusaibah ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya, Ghaziyah bin Amru, serta bersama kedua anaknya dari suami yang pertama.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Kisah kepahlawanan Nusaibah yang paling dikenang sepanjang sejarah adalah pada saat Perang Uhud, di mana ia dengan segenap keberaniannya membela dan melindungi Rasulullah SAW.
Pada perang itu, Nusaibah bergabung dengan pasukan Islam untuk mengerjakan tugas penting di bidang logistik dan medis. Bersama para wanita lainnya, Nusaibah ikut memberikan minum kepada para prajurit Muslim dan mengobati mereka yang terluka.
Pada saat itu Nusaibah menyaksikan pasukan musuh menerobos barisan Muslimin yang mulai tak karuan. Karena saat itu kaum Muslimin dilanda kekacauan akibat para pemanah di atas bukit turun dari tempat penjagaannya, melanggar perintah Rasulullah SAW.
Melihat nyawa Nabi berada dalam bahaya. Sampai-sampai Nabi sendiri menangkis berbagai serangan musuh tanpa mengenakan perisai. Nusaibah segera mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan yang lainnya membentuk pertahanan untuk melindungi Nabi.
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Seorang muslim berlari mundur sambil membawa perisainya. Maka seketika Nabi berseru kepadanya, “Berikan perisaimu kepada yang berperang!”. Kemudian, lelaki itu melemparkan perisainya, dan segera diambil oleh Nusaibah untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Nabi seketika memandang ke sebelah kanan dan kirinya tampak olehnya seorang wanita tengah mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah dan cekatan dengan perisainya untuk menghadang bahaya demi melindungi sang Nabi pemimpin orang-orang beriman.
Setelah perang usai, Nabi memberikan kesaksian di hadapan sahabatnya, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud, kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku dengan gigih.”
Dalam perang tersebut, Nusaibah tercatat menerima 12 luka pada anggota tubuhnya, dan yang paling parah adalah luka di bagian lehernya. Namun hebatnya, Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu apalagi bersedih.
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Ketika Rasulullah SAW melihat luka di bagian leher di belakang telinga itu, Nabi berseru kepada putera Nusaibah, “Ibumu, … balutlah luka ibumu! Ya Allah…., jadikanlah mereka sahabatku di surga!”
Mendengar ucapan Nabi itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli apa yang menimpaku di dunia ini.”
Keberanian Nusaibah binti Ka’ab sebagai wanita yang ikut berperang menjadi perisai Nabi, tentunya sangat luar biasa. Ini menunjukkan betapa cinta dan setianya Nusaibah kepada Rasulullah. Maka, iapun digelari dengan Perisai Nabi (Difaaun Nabiy). Ahli sejarah juga ada yang menyebut semangat dan keberanian Nusaibah setara dengan seribu laki-laki biasa.
Selain Perang Uhud, Nusaibah bersama suami dan putera-puteranya juga ikut dalam peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah zaman Khalifah Abu Bakar.
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Di samping keberaniannya itu, Nusaibah juga penggemar ilmu, dan termasuk salah satu perawi hadis di samping ‘Aisyah. Hadits-hadits yang ia riwayatkan, dapat dijumpai dalam riwayat Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah.
Saat bersama Nabi, Nusaibah pernah berkata, ”Di dalam Al-Quran sering menyebutkan laki laki. Lalu di mana posisi kita sebagai wanita?”
Maka, dengan sebab perkataan Nusaibah itulah, Allah SWT menurunkan ayat ke-35 dalam surat Al Ahzab:
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS Al-Ahzab [33]: 35).
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Wafatnya Nusaibah
Setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 hijriah, sebagian kaum Muslimin banyak yang murtad, enggan berzakat bahkan ada yang kemudian memproklamirkan dirinya sebagai Nabi, yaitu Musailamah.
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq saat itu segera membentuk pasukan untuk memerangi mereka. Abu Bakar mengirim surat teguran kepada Musailamah Al-Kadzdzab dan menunjuk Habib putera Nusaibah, sebagai utusannya.
Namun, Musailamah justru menyiksa Habib dengan memotong-motong anggota tubuhnya satu persatu sampai syahid. Berita syahidnya sang putera dengan cara seperti itu, meninggalkan luka mendalam dan kesedihan luar biasa di hati Nusaibah.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Lalu Abu Bakar pun memberikan komando perang yang disebut dengan Perang Yamamah, karena berlangsung di daerah bernama Yamamah, Jazirah Arab. Khalifah Abu Bakar membentuk 11 korps pasukan untuk menumpas pemberontak. Abu Bakar antara menugaskan Khalid bin Walid sebagai panglima perang, Ikrimah binti Abu Jahal salah satu kepala korps, dan termasuk ikut ambil bagian dalam perang adalah Nusaibah dan puteranya Abdullah.
Dalam pertempuran, satu per satu pemimpin pemberontak berhasil dikalahkan Khalid bin Walid. Musailamah al-Kazzab berhasil melarikan diri bersama dengan pasukannya, sekitar 7.000 orang, ke benteng pertahanan terakhir. Pada akhirnya Musailamah dapat ditombak oleh Wahysi bin Harb, dan seluruh pasukannya dapat dikalahkan dalam pertempuran tersebut. Sebelum masuk Islam, Wahsyi adalah orang yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi, dalam Perang Uhud.
Beberapa saat setelah Perang Yamamah, Nusaibah wafat menghadap Sang Pencipta, pada tahun ke-13 Hijriyah masa Khalifah Abu Bakar.
Semoga Allah mencurahkan rahmat yang luas kepada Nusaibah binti Ka’ab al-Anshariyah, menyambutnya dengan keridhaan, serta memuliakan kedudukannya. Serta memuliakan wanita-wanita generasi Muslim dikemudian hari yang melanjutkan semangat jihadnya dalam membela Islam..[]
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)