Jakarta, 13 Rabi’ul Awwal 1437/22 Desember 2015 (MINA) – Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim mengungkapkan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan di dalangi pihak tertentu yang menginginkan industri rokok merajalela di Indonesia.
“Struktur RUU Pertembakauan semuanya tentang production side, tidak ada sama sekali tentang penanggulangan dampak tembakau. Jadi jelas ini ada industri yang bermain di baliknya,” ujarnya dalam diskusi Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia, Quo Vadis FCTC, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/12).
Dia menuturkan, ekspansi rokok di tanah air sudah ada dalam kondisi memprihatinkan. “Masyarakat dimobilisasi, ‘mari ramai-ramai merokok kretek,’ Kan gila ini!” kata Emil yang juga Mantan Menteri di era pemerintahan Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada Februari 2015, lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengumumkan RUU Pertembakauan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015 dengan nomor urut ke-22. Menurut Widyastuti Soerojo, anggota Badan Khusus Pengendalian Tembakau, hal ini diusulkan oleh tiga fraksi, yaitu PDIP, Golkar, dan Nasdem.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Sebagian dari isi RUU Pertembakauan dimulai dengan “menimbang, bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan kekayaan hayati warisan budaya Indonesia dan komoditas yang memiliki potensi strategis bagi penghidupan, hajat hidup orang banyak …”
Namun, menurut Emil yang harus dipertanyakan adalah apakah tembakau merupakan warisan budaya kita? Selain itu, dalam struktur pada bab I RUU tersebut, mulai dari ketentuan umum sampai bab XII penutup, hanya membahas dari sisi produksi saja. Sedangkan dari masalah kesehatan, lingkungan, dan sosial tidak ada.
“Jika pemerintah beralasan menciptakan lapangan kerja, bohongitu,” kata Emil dengan beralasan, industry rokok saat ini sudah mulai beralih menggunakan mesin sehingga berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja pada industryi pengolahan tembakau turun 17 persen dari 346.042 orang pada 2008, menjadi 281.571 orang pada 2012. Karena industri rokok beralih dari industri padat karya menjadi sistem mekanisasi mesin dalam proses produksi.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Saat ini, 70 persen pangsa pasar rokok di Indonesia dikuasai oleh tiga perusahaan besar, yaitu HM Sampoerna/Phillip Morris (30,1%), Gudang GaramTbk (29,1%), dan Djarum (12,4%).
Dampak RUU Tembakau
Menurut Emil, RUU tersebut hanya dibuat untuk menghasilkan uang dan kematian. Pemerintah hanya ingin “tancap gas” namun tidak melihat dampak sosial dan lingkungan yang terkenai dampak lebih besar.
“Bicara dampak kesehatan, ekonomi, dan lingkungan tidak hasilkan uang, orang sekarang gila uang. Aktivis itu bicaranya jangka panjang. Sedangkan pemerintah maunya instan, itulah alasan mengapa suara aktivis tidak terlalu didengar,” ujarnya dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDFEUI) tersebut.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Total kerugian akibat rokok yang dialami Indonesia mencapai Rp378,75 triliun yang artinya 3,7 kali lebih besar dari pada pemasukan cukai tembakau yang hanya Rp103,02 triliun.
Emil mengatakan dampak buruk untuk Indonesia di masa depan ini hanya bisa dihentikan oleh pemangku kebijakan dalam hal ini presiden Joko Widodo.
Statististik Perokok Dunia
Negara dengan perokok paling banyak di dunia saat ini adalah Republik Rakyat Tiongkok atau Cina, disusul oleh India, dan Indonesia. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari 180 negara.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Terdapat tujuh negara yang belum meratifikasi FCTC, yaitu Andora, Eritrea, Indonesia, Liechtenstein, Malawi, Monaco, dan Somalia. Amerika Serikat (AS) juga belum menandatanganinya.
Namun Indonesia tidak boleh berkaca pada AS karena pemerintah Amerika memang punya kebijakan berbeda dibanding negara-negara lain, yaitu tidak mau meratifikasi perjanjian apapun yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau dunia internasional. (L/M02/R04)
Miraj Islamic News Agency (MINA)