Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembangun Sahur Salah Satu Budaya Tertua Ramadhan

Rudi Hendrik - Sabtu, 19 Mei 2018 - 12:34 WIB

Sabtu, 19 Mei 2018 - 12:34 WIB

7 Views

Mesaharati berkeliling membangunkan umat Islam di lingkungannya untuk bangun sahur. (Foto: dok. Gulf Life)

Mesaharati atau “Waker Publik” adalah salah satu yang tertua dan paling lama mengakar dari budaya Ramadhan. Sebutan itu diberikan kepada seseorang yang secara sukarela pergi membangunkan umat Islam untuk bersahur selama bulan suci Ramadhan

Menurut Abdul-Muhsen Doom, mesaharati di Al-Balad, Jeddah, Arab Saudi, pekerjaan itu ia lakukan karena orang-orang biasa pergi tidur setelah salat malam Tarawih selama Ramadhan.

Peran utama mesaharati adalah membangunkan orang-orang untuk bersahur dengan menggunakan drumnya sambil mengulangi kalimat “Sabbahak Allah bil ridha wa alnaiim” (Semoga Allah membangunkan Anda dengan keridaan dan kebahagiaan).

Doom mengatakan, mesaharati akan berdiri di bawah setiap jendela rumah, memanggil pemilik rumah dengan namanya sampai dia mendengar jawaban dari penghuni rumah sebelum pindah ke rumah berikutnya.

Baca Juga: Pertukaran Tahanan, Bagaimana Nasib Jenazah Al-Sinwar?

“Selama itu, suara meriam sahur adalah tanda yang dikenal untuk semua misahratiyah (jamak mesaharati) untuk memulai giliran mereka di sekitar lingkungan masing-masing, karena setiap lingkungan memiliki mesaharati sendiri yang dipilih oleh penduduknya sendiri,” katanya.

Ketika Doom masih kecil, Amm Yahya Galangi adalah mesaharati dari lingkungannya, Al-Mathloom.

Malak Baeesa, omdah, atau wali kota di Al-Balad, Kota Tua Jeddah, mengatakan bahwa mesaharati adalah salah satu tradisi Islam yang paling dihargai di bulan suci Ramadhan.

Dia mengatakan bahwa gelar mesaharati adalah suatu kehormatan, setara dengan terpilih sebagai wali kota, yang dulunya diberikan oleh orang-orang dari lingkungan tempat tinggal kepada orang terkenal di antara mereka.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-40] Menundukkan Hawa Nafsu

SAHUR-300x201.jpg" alt="" width="300" height="201" /> Anak-anak di Indonesia berkeliling di lingkungannya selama malam Ramadhan untuk membangunkan Muslim bersahur. (Foto: dok. Daily Moslem)

Meskipun telah menjadi profesi yang populer dan aktif di sebagian besar negara-negara Arab, kebutuhan untuk seorang mesaharati secara bertahap menurun 40 tahun terakhir, karena perubahan perilaku tidur orang-orang, penggunaan teknologi baru seperti jam alarm dan pengembangan kota, membuat semakin sulit mendengar suara mesaharati.

Namun, beberapa orang masih menjadi sukarelawan untuk menjaga tradisi ini tetap hidup di dunia Arab.

Telah diyakini bahwa pemegang status mesaharati atau drum pertama adalah Bilal Bin Rabah, salah satu sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dia sering berjalan di jalan-jalan sepanjang malam untuk membangunkan orang.

Sudah ada di masa Rasulullah

Baca Juga: Potret Ademnya Masjid Tuo Al-Khairiyah di Tapaktuan

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebutkan, “Bilal menyeru azan di malam hari, jadi makan dan minumlah sampai Ibnu Umm Maktum menyerukan azan.”

Namun, ada yang mengatakan tradisi itu pertama kali muncul di Mesir, tempat mesaharati biasanya berkeliaran di jalan-jalan Kairo memegang drum kecil dan memukulnya dengan sepotong kulit atau kayu. Dia sering ditemani oleh seorang anak yang memegang lampu untuk menerangi jalan dan menggemakan panggilannya yang khas.

Mesaharati akan memanggil nama setiap pemilik rumah saat dia lewat. Pada saat itu, para wanita akan membungkus koin di kertas dan membakarnya sehingga mesaharati dapat menemukannya dalam kegelapan.

Tradisi ini dipraktikkan di beberapa negara Muslim seperti Mesir, Suriah, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Lebanon dan Palestina. Masing-masing negara ini memiliki tradisi mesaharati dan lagu-lagu atau doa-doa mereka sendiri, yang mereka nyanyikan ketika mereka berjalan di lingkungan untuk membangunkan orang-orang.

Baca Juga: Pengusiran Jurnalis di Konferensi Pers Menlu AS dan Seruan Keadilan untuk Palestina

Mesaharati di Suriah, misalnya, dulunya memiliki hubungan yang kuat dengan komunitasnya. Orang-orang mempercayainya untuk mengirim makanan dan uang kepada orang-orang yang membutuhkan.

Ketika Ramadhan berakhir dan perayaan Idul Fitri dimulai, mesaharati menerima hadiah uang dan makanan dari orang-orang untuk mengucapkan terima kasih atas jasanya selama sebulan.

“Meskipun mesaharati dianggap sebagai peran sukarela, orang membayarnya apa pun yang mereka bisa setelah Ramadhan berakhir, sebagai Eidyah (hadiah Idul Fitri) selama Idul Fitri,” kata Doom. (AT/RI-1/RS1)

Sumber: Arab News

Baca Juga: Genjatan Senjata di Masa Nabi Muhammad

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Hubungan Kebakaran di Los Angeles dengan Gencatan Senjata di Gaza: Sebuah Perspektif Global

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Internasional
Breaking News
Feature
Kolom