Bogor, MINA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)baru-baru ini memfasilitasi penandatanganan merger tiga bank syariah yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank BRI Syariah.
Menurut Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, Dr Mukhamad Najib, kebijakan tersebut baik untuk meningkatkan modal dan aset bank syariah, sehingga Indonesia punya bank syariah yang besar.
Namun Najib juga mengingatkan agar pemerintah menyiapkan antisipasi potensi kegagalan dari merger tersebut demikian keterangan resmi IPB yang diterima MINA, Jumat (23/10).
“Merger harus dipastikan bisa menaikkan market share bank syariah di industri perbankan nasional, juga tidak boleh melahirkan pengangguran baru,” ucapnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Umumnya, kata dia, pelaksanaan merger diikuti dengan perampingan perusahaan, dimana dalam proses ini, tidak semua pegawai bisa terlibat di perusahaan baru. Sehingga sangat mungkin melahirkan pengangguran baru.
Najib berpendapat, jika tujuannya untuk menguatkan permodalan dan aset supaya bank syariah bisa ekspansi lebih luas lagi, memang merger diperlukan.
“Saat ini kita memiliki bank syariah dengan aset yang relatif kecil, sehingga merger akan memperbesar modal dan asetnya. Dengan skala ekonomi yang lebih besar diharapkan memudahkan bank syariah yang baru untuk melakukan ekspansi pasar yang lebih luas,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan, secara teoritis, ada banyak tujuan merger antara lain untuk meminimalisir persaingan sehingga terbentuk perusahaan yang bersifat monopoli.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Jika tujuannya seperti ini, menurut Najib, merger tidak akan efektif untuk meningkatkan pangsa pasar bank syariah di industri perbankan nasional.
“Kalau tujuan utamanya adalah meningkatkan aset dan modal secara cepat sehingga pemerintah punya bank syariah yang besar, maka merger cukup efektif,” katanya.
Sementara jika tujuannya memperluas pangsa pasar bank syariah dalam industri perbankan nasional maka merger yang sedang berlangsung ini belum tentu bisa efektif.
Menurut Najib, saat ini pangsa pasar bank syariah adalah 7-8 persen. Merger akan menghasilkan satu bank syariah dengan aset yang besar, tapi secara pangsa pasar belum tentu berubah.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Perubahan pangsa pasar tergantung pada kemampuan bank hasil merger nantinya melakukan strategi yang tepat untuk mengambil alih segmen nasabah konvensional.
“Selain market education yang masih perlu dilakukan secara intensif oleh Bank Syariah hasil merger, untuk menghindari kegagalan tujuan merger dalam meningkatkan pangsa pasar, maka bank syariah juga perlu meyakinkan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang kondusif agar kementerian, pemerintah daerah maupun BUMN mau menempatkan uangnya di bank syariah,” jelasnya.
Menurutnya intervensi pemerintah masih diperlukan untuk bisa memperbesar pangsa pasar perbankan syariah dalam industri perbankan nasional.
Dia juga berpendapat jika Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) seluruhnya disimpan di bank syariah itu juga cukup efektif untuk meningkatkan pangsa pasar bank syariah.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
Strategi lain bisa dilakukan mencontoh Pemda Aceh dengan mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penggunaan bank syariah di wilayah provinsi Aceh.
Tapi hal itu tentunya tidak bisa diberlakukan secara total di wilayah Indonesia. Karena Indonesia yang sangat beragam agamanya.
“Intinya, tanpa intervensi pemerintah yang kuat maka merger hanya sekedar menggabungkan tiga entitas tanpa mampu memperbesar pangsa pasar bank syariah dalam industri perbankan nasional,” pungkasnya. (L/R1/RS1)
Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional
Mi’raj News Agency (MINA)