Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemilu Jangan Menjadi Ajang Perpecahan, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

Widi Kusnadi - Rabu, 20 September 2023 - 12:59 WIB

Rabu, 20 September 2023 - 12:59 WIB

8 Views

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَنْ يَّبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابً۬ا مِّن فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعً۬ا وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍ‌ۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُصَرِّفُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَفۡقَهُونَ (الانعام [٦]: ٦٥)

“Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti, agar mereka memahami (nya).” (QS Al-An’am [6]: 65)

Baca Juga: Ini, Sejarah Maulid Nabi dan Daftar Negara Muslim yang Merayakannya

As-Syaikh Muhammad Sulaiman Al Asyqar dalam kitabnya, Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menjelaskan makna أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعً۬ا  adalah menjadikan kalian berbeda-beda dalam keinginan dan pandangan, sehingga menjadi golongan-golongan yang saling memusuhi dan memerangi satu sama lain.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, perpecahan umat bisa jadi kerena pertarungan politik dan perebutan kekuasaan sehingga menimbulkan saling benci, saling menjatuhkan dan penindasan kepada sesama manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan hal itu semua agar manusia kembali kepada jalan yang benar, melakukan taubatan nasuha dan berpasrah diri kepada Allah, Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta.

Dalam ayat lain, Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam berlepas diri dari orang-orang yang berpecah belah, sebagaimana firman-Nya:

Baca Juga: Rabi’ul Awwal sebagai Bulan Maulid Nabi

اِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ (الانعام[٦]: ١٥٩

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS Al-An’am [6]: 159)

Bahaya Perpecahan

Perpecahan menyebabkan beberapa bahaya, antara lain:

Baca Juga: Lima Cara Membangun Keluarga Islami yang Dirindukan Surga

Pertama: menyebabkan hilangnya kekuatan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (الأنفال [٨]: ٤٦)

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 46)

Kedua: merupakan bentuk azab (siksa), Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam bersabda:

Baca Juga: Parenting ala Orangtua Palestina

اْلجَمَاعَةُ رَحْمْةٌ وَاْلفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه احمد)

“Berjamaah adalah rahmat dan berpecah belah adalah azab,” (H.R. Ahmad)

Ketiga: hilangnya agama, Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَسُوْءَ ذَاتِ الْبَيْنِ فَإِنَّهَا الْحَالِقَةُ (رواه الترمذي)

Baca Juga: Lima Ciri Orang yang Diinginkan Kebaikan oleh Allah

“Jauhkanlah dari merusak hubungan karena itu adalah pencukur (yang menyebabkan hilangnya) agama.” (H.R. At-Tirmidzi)

Keempat: menyebabkan hilangnya ilmu pengetahuan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَإِنَّهُ تَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ (رواه البخارى)

“Sesungguhnya saya keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang lailatul qadr, tetapi fulan dan fulan berselisih, maka pengetahuan itu diangkat.” (H.R. Al-Bukhari)

Baca Juga: Omong Doang: Janji Palsu yang Merusak Kepercayaan

Menghindari Perpecahan dalam Pemilu

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD, menyebut ada potensi kerawanan mengancam Pemilu 2024. Berdasarkan data yang diterimanya, sebanyak 56 persen masyarakat Indonesia khawatir terjadi polarisasi pada pesta demokrasi mendatang.

Pemilu adalah ajang mencari pemimpin bersama, bukan mencari musuh. Begitu selesai pemilu, secara otomatis ketegangan harusnya ikut selesai. Berbeda pilihan boleh, tetapi jangan sampai menimbulkan permusuhan dan perpecahan dalam mesyarakat.

Tidak ada manusia yang sempurna hari ini, termasuk para calon pemimpin. Mereka hanya manusia biasa, bukan nabi dan rasul. Semua calon pemimpin memiliki sisi baik dan buruk. Maka, pilihlah tokoh yang kejelekannya paling sedikit dan kebaikannya paling banyak.

Baca Juga: Pilkada 2024 Ajang Merajut Persaudaraan

Sementara itu, menurut Guru Besar Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Prof. Ahmad Sihabudin, para kandidat dan juru kampanye hendaknya menghindari penggunaan dan penyebaran narasi-narasi yang membangkitkan sentimen agama, ras dan suku tertentu. Hal itu jelas akan memperuncing perbedaan dan menimbulkan perpecahan.

Narasi bernada bullying, hate speech, mengolok-olok kekurangan kandidat, dan fitnah kepada calon tertentu haruslah dihindari. Sosialisasi program dan janji-janji dalam kampanye politik, tidak perlu dibumbui dengan menjatuhkan pihak lain yang berseberangan.

Para kandidat dan juru kampanye haruslah bersikap tawadhu’ dan bertindak penuh tanggung jawab. Jangan sampai demi memenangkan hati pemilih, justru melakukan serangan verbal maupun virtual yang melukai hati pemilih lainnya.

Perpecahan dan permusuhan di tengah masyarakat dapat memicu bencana sosial politik. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, maka dampaknya akan mengarah kepada disintegrasi bangsa. Bencana sosial politik dampaknya tidak kalah buruk dibanding bencana alam. Penanganannya juga harus serius seperti halnya penanganan bencana alam.

Baca Juga: Amalan-Amalan di Bulan Rabiul Awal

Meneladani Para Ulama dan Tokoh dalam Menyikapi Perbedaan

Salah satu kekayaan Indoesia adalah keberagaman (bhineka). Hal itu sekaligus menjadi modal sosial bangsa kita. Akan tetapi, keberagaman juga bisa menjadi sumber atau potensi konflik. Oleh karena itu kebersamaan dalam keberagaman harus dirajut terus menerus.

Masyarakat hendaknya bisa bekerja sama dalam hal-hal yang disepakati. Di sisi lain, hendaknya juga mampu saling menghargai serta menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat bila menemukan hal-hal yang berbeda.

Sikap dewasa dalam menyikapi perbedaan telah dicontohkan oleh para tokoh dan ulama zaman dulu.  Imam Syafi’i rahimahullah ketika menziarahi makam Imam Abu Hanifah di Kuffah (Iraq), beliau melakukan shalat Shubuh tanpa qunut, padahal beliau sendiri yang menyatakan bahwa shalat subuh dengan qunut. Ketika para jamaah bertanya kenapa beliau meninggalkan qunut, dengan penuh ketawadhu’an beliau menjawab: “Saya sengaja meninggalkan qunut sebagai penghormatan dan penghargaan kepada pemilik makam ini yang berpendapat bahwa qunut shubuh tidak disunahkan.”

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Dalam konteks ulama Indonesia, kisah serupa juga dialami tokoh Muhammadiyah, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) saat bersama-sama dengan pemimpin Nahdhatul Ulama (NU), KH Idham Khalid dalam sebuah perjalanan haji. Ketika Buya Hamka menjadi Imaam shalat Subuh, beliau menggunakan qunut. Sementara itu, giliran KH Idham Khalid menjadi Imaam, beliau tidak membaca qunut karena menghormati Buya Hamka.

Pada generasi selanjutnya, tokoh Muhammadiyah, KH Abdur Rozak (AR) Fachruddin juga melakukan hal yang sama ketika berkunjung ke pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Ketika beliau diminta menjadi imaam shalat Subuh, beliau membaca qunut sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat setempat.

Dalam proses lahirnya Pancasila, terjadi beberapa sidang oleh para anggota Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Masing-masing tokoh memiliki pandangan berbeda. Namun, dengan semangat kekeluargaan dan musyawarah mufakat demi persatuan dan kesatuan, maka segala perbedaan tersebut bisa diatasi.

Contoh kedewasaan sikap para pendiri bangsa ketika menghadapi perbedaan pendapat adalah saling menghargai pendapat, kekeluargaan, musyawarah, dan menjaga persatuan serta kesatuan. Sikap-sikap tersebut haruslah diteladani oleh para politisi khususnya, juga semua masyarakat Indonesia, generasi masa kini.

Baca Juga: Doa Hari Jumat yang Diamalkan Rasulullah

Bagi umat Islam, ada petunjuk dalam syariat Islam, ketika menghadapi perbedaan, antara lain:

Pertama, berusaha mencari titik temu. Dalam bahasa Al-Qur’an diistilahkan dengan Kalimatun Sawa’.  Kita dapat menemukan petunjuk tersebut dalam Q.S Ali Imran [3]: 64

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ال عمران [٣]: ٦٤)

“Katakanlah (Muhammad), Hai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kamu, bahwa kami tidak menyembah selain Allah, dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah.”

Ayat di atas mengajarkan, ketika menghadapi perbedaan, kita didorong untuk mencapai kesepakatan bersama dalam hal yang bisa dijadikan titik persamaan (kalimatun sawa’), sehingga yang dikedepankan adalah sisi persamaannya, bukan fokus pada perbedaannya.

Dalam konteks Bangsa Indonesia, Pancasila menjadi perekat dan titik persamaan (kalimatun sawa’) bagi seluruh warga negara, tidak melihat perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Semuanya sepakat mengenai Pancasila sebagai dasar negara.

Kedua, mengedepankan toleransi dan tenggang rasa, saling memahami satu sama lain tanpa prasangka buruk dan menghakimi orang lain.

Dalam shirah nabawiyah dikisahkan, seorang Badui (pedalaman) datang ke Masjid Nabi dan buang air kecil di Masjid. Melihat melihat hal itu, beberapa sahabat marah dan akan memukul orang tersebut. Namun, Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam mencegahnya dan menyuruh sahabat untuk menyiram dan membersihkan air dari laki-laki itu. (HR. Al-Bukhari)

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari menjelaskan hadits di atas, berlaku lemah lembut kepada orang yang melakukan kesalahan karena tidak tahu dan tidak sengaja, memberi pengertian kepada orang yang melakukan kesalahan sesuai dengan akhlak Islam, dan tidak melakukan kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun verbal dalam mencegah kemunkaran.

Ketiga, berdialog dengan argumen yang kuat, selanjutnya bertawakkal kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:

اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل [١٦]: ١٢٥)

“Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan teladan yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (dialog), sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui terhadap orang yang telah sesat di jalannya dan Allah juga maha mengetahui terhadap orang yang diberi petunjuk.” (Q.S An-Nahl [16]: 125)

Pelajaran dari ayat di atas, hendaknya umat Islam melakukan dialog dengan cara yang lebih baik, menghindari cara-cara kasar, emosional, dan kebencian, baik dalam bentuk verbal maupun tindakan. Selanjutnya, kita bertawakkal karena petunjuk (hidayah) hanyalah menjadi kewanangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi dan rasul sekalipun tidak diberi hak memberi petunjuk kepada manusia. Hati manusia mutlak berada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang membolak-balikkan hati manusia yang akan cenderung kepada kebaikan atau keburukan.

Dengan tiga cara yang telah dijelaskan: mencari titik persamaan, toleransi, dan dialog, niscaya perbedaan yang ada di tengah-tengah kita dapat disikapi dengan bijak dan lebih baik kesudahannya.

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِالصَّوابِ

(A/P2/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia