Oleh Muhammad Arroyan, Aktivis Aqsa Working Group (AWG) Pekalongan, Alumni Saladdin Camp
PERJUANGAN membebaskan Baitul Maqdis hari ini tidak hanya berlangsung di medan perang fisik seperti pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, tetapi juga di medan baru yang tak kalah penting, yakni dunia digital. Di era informasi ini, media sosial, tulisan, dan konten daring menjadi arena baru tempat kebenaran dan kebatilan saling beradu. Maka, muncul istilah jihad digital, yaitu jihad dengan pena, ilmu, dan teknologi untuk menegakkan kalimat Allah dan membela kehormatan Masjidil Aqsa.
Jika dikaitkan dengan Al-Quran, konsep jihad digital dapat dikategorikan ke dalam jihad yang besar, sebagaimana firman-Nya:
وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
Baca Juga: Jejak Kesadisan Zionis Israel Ada pada Jenazah-Jenazah Palestina yang Dipulangkan
“Dan berjihadlah melawan mereka dengan (Al-Qur’an) ini dengan jihad yang besar.”
(Q.S. Al-Furqān [25]: 52)
Ayat ini menegaskan bahwa jihad tidak hanya dengan senjata, tetapi juga melalui perjuangan menyampaikan kebenaran dan ilmu. Di era digital, jihad terbesar dilakukan melalui dakwah yang bijak, tulisan yang mencerahkan, dan penyebaran informasi yang benar di ruang maya.
Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Baitul Maqdis, berkata kepada pasukannya ketika membebaskan wilayah tersebut, “Janganlah kalian menyangka bahwa aku membebaskan negeri-negeri ini dengan pedang-pedang kalian. Sesungguhnya aku membebaskannya dengan pena Al-Qadhi Al-Fadhil.”
Ungkapan ini menggambarkan hakikat kemenangan yang tidak semata-mata lahir dari kekuatan militer, tetapi dari kekuatan ilmu dan strategi pengetahuan. Di masa kini, pena itu menjelma menjadi pena digital, tulisan, video, dan konten media yang menggugah kesadaran umat.
Baca Juga: Membaca Teori Lingkaran Keberkahan Baitul Maqdis
Pemuda Islam memiliki peran vital dalam jihad digital ini. Mereka adalah generasi yang lahir di tengah gelombang teknologi, menguasai perangkat digital, dan memiliki daya pengaruh yang luas. Jika potensi ini digunakan untuk menyuarakan kebenaran dan membela Al-Aqsa, maka dunia maya akan menjadi benteng pertahanan yang kuat bagi umat Islam.
Allah menyebutkan pada ayat lainnya:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.”
(Q.S. Al-Anfal [8]: 60)
Baca Juga: Dua Tahun Serangan Israel di Gaza: Genosida Layanan Kesehatan
Kekuatan di masa kini bukan lagi pedang dan tombak, melainkan penguasaan ilmu, teknologi, dan media informasi. Namun, sebelum mampu berjuang di medan global, pemuda Islam harus terlebih dahulu membebaskan pikirannya dari penjajahan ideologi. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Abd Al-Fattah El-Awaisi dalam karyanya Model Kognitif Shalahuddin Al-Ayyubi, bahwa pembebasan Baitul Maqdis bermula dari pembebasan akal dan kesadaran umat. Tidak mungkin umat yang terjajah secara pemikiran mampu memerdekakan tanah sucinya.
Oleh karena itu, jihad digital sejati harus diawali dari jihad kognitif (الجِهَادُ المَعْرِفِي), perjuangan menuntut ilmu, melawan kebodohan, dan memerangi hegemoni wacana yang dinarasikan oleh Barat.
Dalam sejarah, Al-Qadhi Al-Fadhil menjadi tulang punggung strategi komunikasi Shalahuddin. Ia membangunkan semangat umat lewat pena, khutbah, dan surat-suratnya. Kini, tanggung jawab itu berpindah ke tangan generasi digital, para penulis, pendakwah daring, dan kreator konten Islami yang menjadikan media sebagai alat dakwah dan perjuangan.
Dunia maya adalah arena pertempuran narasi. Musuh-musuh Islam berusaha menggiring opini bahwa Palestina hanyalah isu politik, bukan persoalan akidah. Padahal, Baitul Maqdis adalah bagian dari iman.
Baca Juga: Mundur Bukan Strategi — Ini Pengakuan Kalah Telak Israel
Dalam kaitan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barang siapa tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (H.R. Al-Hākim).
Kepedulian terhadap Baitul Maqdis kini dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif di dunia maya, menyuarakan kebenaran, menolak fitnah, dan menegakkan citra Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Baca Juga: Menanti Sikap Indonesia terhadap Rencana Kehadiran Atlet Israel
Gerakan jihad digital bukanlah propaganda, melainkan dakwah yang berlandaskan ilmu dan amanah. Ia bertujuan menyadarkan umat, menumbuhkan solidaritas, serta memperkuat ukhuwah Islamiyah. Di tangan pemuda, dunia digital bisa menjadi mimbar dakwah yang melintasi batas negara dan bahasa.
Seperti halnya Shalahuddin yang mempersiapkan pembebasan Al-Aqsha selama 16 tahun dengan membenahi internal umat, jihad digital hari ini juga menuntut pembenahan moral dan keilmuan. Pemuda harus menghidupkan kembali budaya literasi Islam dan meninggalkan perpecahan yang disebarkan oleh media global.
Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Baca Juga: Rahasia Doa Rizki Halal dan Berkah, Mendapatkan Rezeki Tanpa Beban Berat
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra‘d [13]: 11).
Maka pembebasan Al-Aqsa akan dimulai dari pembebasan hati, akal, dan niat umat Islam itu sendiri. Dalam jihad digital, kejujuran adalah syarat utama. Rasulullah ﷺ bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta bila ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.” (H.R. Muslim).
Baca Juga: Negara Adidaya Lumpuh: Amerika Serikat Resmi Shutdown, Rakyat Terjerat Ketidakpastian
Karenanya, setiap informasi yang disebarkan harus sahih, terverifikasi, dan berniat baik, bukan sekadar emosi atau provokasi. Selain itu, jihad digital juga dapat mencakup pembuatan konten edukatif, seperti artikel, video sejarah Al-Aqsa, tafsir ayat jihad, dan lain sebagainya.
Di era digital, “lisan” itu berarti pena digital, kata, ide, dan pesan daring yang menyebarkan kebenaran dan kebaikan.
Kini, perang ideologi di dunia maya adalah kelanjutan dari Perang Salib dalam bentuk baru. Dulu Shalahuddin menghadapi pasukan Franka, kini umat menghadapi propaganda global. Senjatanya bukan lagi pedang, melainkan ilmu, iman, dan narasi kebenaran.
Dakwah di dunia maya juga menuntut hikmah dan kelembutan. Allah berfirman:
Baca Juga: Bantuan Udara adalah Rudal Jenis Baru
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik.” (Q.S. An-Naḥl [16]: 125).
Kelembutan dan kebijaksanaan ini akan menjadikan dakwah digital semakin mudah untuk menyentuh hati, bukan menimbulkan kebencian.
Dengan demikian, generasi muda Islam kini memegang estafet sejarah pembebasan dari para pendahulunya, Umar bin Khattab, Nuruddin Zanki, hingga Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka berjuang dengan iman dan ilmu, dan kini giliran pemuda digital melanjutkan perjuangan itu melalui pena dan jaringan.
Baca Juga: Influencer Dibayar, Palestina Berdarah: Perang Sunyi di Media Sosial
Prof. El-Awaisi menegaskan, gelombang kedua kebangkitan Islam akan diawali oleh kebangkitan intelektual dan spiritual generasi muda yang sadar sejarah dan misi peradaban. Kesadaran inilah yang akan menyalakan kembali semangat Al-Qalam, generasi literasi yang membangun peradaban dengan ilmu.
Dalam konteks modern, satu unggahan yang benar, satu tulisan yang jujur, atau satu video dakwah yang menyentuh hati bisa menjadi bagian dari jihad digital yang bernilai besar di sisi Allah.
Pada akhirnya, jihad digital bukan sekadar perjuangan media, tetapi jihad kesadaran dan tanggung jawab sejarah. Pena sejarah kini berada di tangan generasi muda Islam.
Wahai pemuda Islam, jadikan dunia maya sebagai masjid perjuanganmu, jadikan setiap kata sebagai dzikir, dan setiap tulisan sebagai panah kebenaran. Karena janji Allah itu pasti:
Baca Juga: Baitul Maqdis: Pusat Peradaban Islam yang Terlupakan
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh, telah Kami tetapkan dalam Kitab (Zabur) setelah (Taurat), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 105).
Semoga kita menjadi bagian dari generasi shalih yang menulis sejarah baru pembebasan Masjidil Aqsa, baik dengan pena, ilmu, maupun layar, hingga tiba hari kita menunaikan shalat Subuh di tanah suci yang diberkahi itu bi-idznillahi Ta;ala. []
Mi’raj News Agency (MINA)
















Mina Indonesia
Mina Arabic