PENETAPAN IDUL FITRI KEMUNGKINAN BERBEDA

sidang isbatOleh: Illa Kartila, Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Hari raya hanya tinggal menghitung hari. Namun untuk menentukan kapan Idul Fitri sebagai penanda berakhirnya Ramadan, tak semua orang punya pendapat yang sama. Ada kemungkinan penetapan Idul Fitri/1 Syawal 1436 Hijriyah berbeda antara pemerintah dan ormas-ormas Islam besar di Indonesia.

Pasalnya masing-masing hasil hisab menggunakan kriteria yang berbeda. Sejauh ini belum ada kesepakatan terkait kriteria penentuan .

Selama ini, terdapat empat hasil hisab yang menjadi patokan umat Islam Indonesia dalam menetapkan 1 Syawal yakni yang berasal dari Ormas Islam Muhammadiyah, Naldlatul Ulama, Persatuan Islam (Persis), dan Lembaga Astronomi Penerbangan Nasional (Lapan).

“Muhammadiyah dengan kriteria judul hilal, tinggi bulan sekitar 0 derajat. NU dengan kriteria tinggi bulan 2 derajat, jarak bulan dengan matahari 3 derajat atau umur 8 jam. Persis dengan kriteria beda tinggi bulan 4 derajat dan jarak bulan dengan matahari 6,5 derajat,” ujar Pakar Astronomi Lapan, Thomas Djamaluddin.

Menurut Thomas, dengan kondisi hilal tersebut memunculkan hasil hisab yang berbeda. Muhammadiyah dan NU menetapkan 1 Syawal jatuh pada 17 Juli 2015, sementara Persis menetapkan jatuh pada 18 Juli 2015.

Hasil ini juga berbeda dengan perhitungan Lapan yang memakai sudut pandang ilmu astronomi. Thomas meyakini hilal tidak bisa terlihat pada 16 Juli 2015. “Posisi bulan 29 Ramadan, 16 Juli 2015 sudah wujud dan lebih dari 2 derajat, tetapi tingginya terlalu rendah, kurang dari 3 derajat dan terlalu dekat matahari, kurang dari 5 derajat. Jadi, secara astronomi itu mustahil teramati.”

1 Syawal jatuh pada 17 Juli?

Terkait perbedaan ini, dia menganjurkan umat Islam untuk memperhatikan hasil rukyat yang akan dibahas dalam . Menurut dia, masyarakat sebaiknya mengikuti keputusan pemerintah demi persatuan. “Tunggu saja sidang isbat.”

Dalam forum diskusi penentuan 1 Syawal 1436 Hiriyah yang digelar Majelis Mudzakarah Masjid Agung Al-Azhar Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, berdasarkan posisi hilal pada Rabu 15 Juli 2015, maka 1 Syawal 1436 H akan jatuh pada Jum’at 17 Juli 2015,” kata Zahrotun Sultoni, moderator diskusi.

Diskusi ini menghadirkan tiga pemateri yaitu Prof. Dr. Ir. Muji Raharto (Pakar Astronomi ITB atau Boscha), Prof. Dr. Susiknan Azhari, M.A (Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah) serta Dr. H. Abd. Salam Nawawi M.Ag (Ketua Lajnah Falakiyah PBNU).

Lembaga Kajian Ilmu Falak (LKIF) STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, juga memperkirakan akan terjadinya perbedaan penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri, antara 17 Juli 2015 dan 18 Juli 2015.

Hal ini disebabkan, saat jatuhnya hari rukyah yakni 29 Ramadhan atau 16 Juli 2015, posisi hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam sangat rendah, yakni tidak sampai 4 derajat di atas ufuk barat, sebagai batasan minimal bisa dilihat dengan mata telanjang.

Pembina LKIF STAIN, Tgk Ismail Is menjelaskan, berdasarkan data perhitungan ilmu falak dalam menentukan awal jatuhnya bulan Syawal, maka akan terjadinya konjungsi geosentrik (posisi bulan, matahari dan bumi berada satu garis) atau juga dikatakan ijtima’, pada 16 Juli 2015 atau 29 Ramadhan yakni pukul 08.24 WIB.

“Dengan demikian rukyah bisa dilakukan pada 16 Juli sore yakni saat matahari terbenam,” katanya. “Jadi bila dilihat dari ilmu falak, maka tinggi hilal saat matahari terbenam di Indonesia pada hari tersebut berkisar antara 1,30 derajat sampai dengan 2,91 derajat.”

Besar sudut elogasi (jauh bulan ke matahari) saat matahari terbenam berkisar antara 5,31 derajat sampai dengan 6,43 derajat, dan umur bulan antara 7,17 jam sampai dengan 10,55 jam, terhitung saat setelah ijtima’ sampai matahari terbenam.

Jadi berdasarkan data tersebut, di mana posisi hilal sangat rendah, maka saat dilakukan rukyah pada 16 Juli, dipastikan hilal tidak akan bisa dilihat dengan mata telanjang, tapi harus menggunakan alat bantu teleskop serta didukung dengan cuaca yang cerah.

Berpotensi berbeda

Lama hilal di seluruh Indonesia hanya sekitar 13 menit di atas ufuk sesudah matahari terbenam. “Sehingga dari semua kondisi tersebut, sangat berpeluang besar terjadinya gagal rukyah atau tidak terlihat hilal di seluruh Indonesia,” ujar Ismail.

Bila terjadi gagal rukyah, maka ormas Islam yang menganut teori visibilitas hilal (hilal bisa dilihat saat rukyah dengan katagori tertentu) maka tetap akan menggenapkan Ramadhan 30 hari, dan 1 Syawal ditetapkan pada 18 Juli 2015.

Sedangkan ormas yang memegang teori wujudul hilal (hilal terwujud secara perhitungan) tetap akan menetapkan 1 Syawal pada 17 Juli 2015, karena semua ketentuan dalam teori ini sudah terpenuhi. “Jadi didasari kondisi ini maka saya pastikan potensi berbeda penetapan 1 Syawal di Indonesia tetap berpeluang terjadi,” ujarnya.

Dalam kalender Hijriah atau kalender Islam, untuk menentukan Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal, umat Muslim melakukan yaum al rukya atau hari pengamatan untuk mengamati penampakan hilal. Jika pengamat bulan melihat penampakan hilal, bisa dipastikan bahwa esok harinya telah memasuki bulan baru.

Yaum al rukya biasanya berlangsung menjelang matahari terbenam. Ramadan tahun ini, di sebagian besar negara yang menganut Islam akan melakukan yaum al rukya pada 16 Juli mendatang, atau pada 29 Ramadan.

Secara astronomis bulan baru akan muncul pada Kamis, 16 Juli pada titik 1:24 Universal Time Coordinated (UTC). Hilal akan mudah terlihat di wilayah kepulauan Polinesia di Samudera Pasifik, namun sulit terlihat di wilayah Amerika Selatan.

Satu-satunya bagian dari negara Muslim yang mungkin dapat mengamati penampakan hilal pada 16 Juli adalah negara Muslim di Barat dan Afrika Timur dengan hanya menggunakan mata telanjang.

Sementara itu, pada Jumat (17/7) bulan dapat dilihat dengan mudah di hampir seluruh dunia, kecuali Asia Utara dan Eropa. Semua negara-negara Muslim di Afrika dan sebagian besar negara-negara Muslim Asia dan Eropa akan melihat hilal dengan mata telanjang dengan tinggi derajat yang berbeda.

Beberapa negara yang bisa melihat hilal pada Jumat, (17/7/2015) akan merayakan Idul Fitri pada Sabtu (18/7/2015). Sementara itu, bagian utara negara-negara Muslim seperti Kazakhstan, Tatarstan, Bashkortostan dan beberapa negara Muslim lain di sekitar Sibir adalah satu-satunya negara Muslim yang tak bisa melihat penampakan bulan 1 Syawal hingga matahari terbenam pada Jumat sore.

Muhammadiyah tetapkan 1 Syawal, 17 Juli

Sementara itu Pimpinan PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunanhar Ilyas didampingi Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr. Syamsul Anwar mengumumkan hasil Hisab penentuan 1 Syawal 1436 Hijriyah jatuh pada 17 Juli 2015.

Menurut Syamsul, penentuan tersebut didasarkan pada tiga kriteria yang dianggap telah terpenuhi. Pertama, sudah terjadi ijtima atau konjungsi antara bulan dan matahari, sementara alasan kedua yakni ijtima terjadi sebelum terbenam matahari, ketiga ketika matahari terbenam bulan belum terbenam atau bulan masih berada di atas ufuk.

“Tiga kriteria tersebut telah terpenuhi pada Kamis Legi 16 Juli 2015 pukul 08.26 WIB berarti kriteria pertama telah terpenuhi sementara terbenamnya matahari di Yogyakarta pada Kamis 16 Juli 2015 pukul 17.37 WIB. Bulan sendiri ketika matahari terbenam masih berada di atas ufuk dengan ketinggian 3 derajat yang juga memastikan bahwa hilal sudah terwujud,” katanya.

Berdasarkan ketiga alasan itulah Muhammadiyah menentukan bahwa 1 Syawal 1436 Hijriyah tepat terjadi pada Kamis (16/7/2015) malam. “Konversinya pada kalender Masehi yakni pada 17 Juli 2015. Jadi Idul Fitri dirayakan pada hari tersebut,” ujarnya.

Yunanhar Ilyas menyatakan keyakinannya, bahwa hitungan pemerintah dalam Sidang Isbat yang akan dilaksanakan tanggal 16 Juli mendatang, juga sama yakni Idul Fitri jatuh pada 17 Juli 2015.

Hasil yang didapatkan oleh Muhammadiyah ini bisa berlaku bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia. “Saat ini umat Islam sudah tersebar di seluruh penjuru dunia, apabila masih menggunakan metode rukyah yang berdasarkan penglihatan maka 1 Syawal akan ditetapkan secara berbeda. Karena itu kita tak ingin ada wilayah yang terlalu cepat ataupun terlambat jadi kita ambil tengah-tengahnya,” ujar Yunanhar.

Ada potensi terjadi kesamaan dalam penetapan Idul Fitri kali ini, tetapi bisa juga berbeda. Terkait kemungkinan itu pembina LKIF STAIN, Tgk Ismail Is berharap seluruh masyarakat Indonesia menjadikan pemerintah sebagai otoritas tunggal dalam penentuan awal Syawal.

“Mari kita hormati hasil keputusanSidang Isbat yang dilakukan Kementerian Agama tanggal 16 Juli 2015 untuk menentukan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri 1436 H. Namun bila pun nanti perbedaan tetap terjadi, maka kita berharap kepada seluruh masyarakat untuk saling menghormati antar sesama dan tidak saling menyalahkan.” (T/P5/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0