Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Tak kenal maka tak sayang. Begitulah pepatah mengatakan. Namun berbeda dengan Allah, Sang Maha Pencipta. Meski seluruh manusia tak mau mengenal-Nya, tapi Allah tidak marah. Allah malah akan tetap memberikan limpahan rezeki kepada setiap manusia termasuk kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Ma’rifatullah atau mengenal Allah, menjadi hal yang sangat utama dalam kehidupan setiap pribadi muslim. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa mengamalkan syariat-syariat yang lain jika dia tidak mengenal Allah. Mengenal Allah adalah hal terpenting dalam kehidupan seorang muslim. Itulah mengapa dalam banyak kajian, urgensi mengenal Allah menjadi hal yang penting untuk dibahas.
Berikut beberapa alasan mengapa mengenal Allah itu penting bagi setiap muslim.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Pertama, karena al-maudhu (pembahasan) tentang Allah Ta’ala adalah al-mudhu (pembahasan) yang sangat agung. Allah Ta’ala adalah Rabbul ‘alamin. Rabb arti aslinya: “Yang Empunya” (pemilik). Di dalamnya terkandung pula arti: mendidik, yaitu menyampaikan sesuatu kepada keadaannya yang sempurna dengan berangsur-angsur. ‘Alamin artinya “semesta alam”, yakni semua jenis alam, yaitu: alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam manusia, alam benda, dan alam makhluk yang bertubuh halus seperti malaikat, jin serta alam yang lain.
فَلِلَّهِ الْحَمْدُ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَرَبِّ الْأَرْضِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Jatsiyah, 45: 36).
Mengingat kedudukan Allah Ta’ala yang demikian agung itulah maka penting bagi manusia untuk mengetahui, mengenal, dan mempelajari-Nya. Terlebih lagi tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Seorang hamba tidak akan dapat merealisasikan tujuan tersebut, jika dia tidak mengenal-Nya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat : 56)
Syaikh as-Sa’dy rahimahullah berkata tentang ayat ini. “Hal itu erat kaitannya dengan ma’rifatullah. Karena sesungguhnya kesempurnaan ibadah dipengaruhi oleh ma’rifatullah. Bahkan, setiap kali bertambah pengenalan seorang hamba kepada Allah, maka akan semakin sempurna ibadahnya.” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 755).[1]
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Kedua, pemahaman dan pengetahuan kita tentang Allah Ta’ala harus didukung quwwatut dalil (dalil-dalil yang kuat). Dalil-dalil yang dimaksud adalah:
- Dalilnaqli (nash yang tertulis dalam kitab). Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah: ‘Allah’. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?’ Katakanlah: ‘Aku tidak mengakui.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)’”. (QS. Al-An’am, 6: 19).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Dalam tafsir Al Jalaalain diterangkan, bahwa ayat ini turun ketika orang-orang kafir berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bawalah kepada kami saksi terhadap kenabianmu, karena Ahli Kitab mengingkarimu.”[Hidayatul Insan bi tafsiril Qur’an, Ustadz Abu Yahya Marwan bin Musa]
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup menjadi penjelasan akan kebenaran risalah yang dibawanya. Tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk memberikan penjelasan. Ia diturunkan untuk dibaca dan dipelajari. Nabi diutus untuk membacakannya dan mengajarkannya kepada kita. Mereka yang sungguh-sungguh memperhatikan Al-Qur’an pasti akan mendapatkan dalil-dalil yang kuat tentang Allah, risalah, ibadah, alam semesta, manusia, dan kehidupan.
- Dalil Aqli (akal/logika). Dalil naqli (nash yang tertulis dalam kitab) akan semakin terbukti kebenarannya dengan dalil aqli (akal/logika) yang diperoleh dari ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Oleh karena itu Allah Ta’ala mendorong kita untuk memperhatikan dan memikirkan alam semesta yang maha luas ini. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal..” (QS. Ali Imran, 3: 190)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa’at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman’”. (QS. Yunus, 10: 101).
- Dalil fithri (fitrah/naluri/sunnatullah). Allah Ta’ala mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’,” (QS. Al-A’raf, 7: 172).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Ayat ini mengisyaratkan tentang penciptaan manusia di atas fitrah/naluri untuk tunduk kepada Allah Ta’ala. Jika manusia menjaga dan mengikuti fitrahnya dengan benar, maka dia pasti akan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Menciptakan alam beserta isinya.
Ketiga, karena ma’rifatullah (mengetahui, mengenal, dan mempelajari tentang Allah Ta’ala), akan menumbuhkan ats-tsimar (buah/hasil/pengaruh) di dalam jiwa, yakni raf’ul imani wat-taqwa (meningkatnya iman dan taqwa).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Keimanan dan ketakwaan itulah yang menjadi jalan bagi manusia untuk mendapatkan berbagai karunia fid dunya (di dunia):
- At-Tuma’ninah (ketenangan).
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du, 13: 28).
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
- Al-Amnu (rasa aman)
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am, 6: 82).
- Al-Huriyyah (kemerdekaan)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. iada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’am, 6: 162-163).
- Al-Barakat (keberkahan)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf, 7: 96).
- Al-Khalifah (kekuasaan)
- Tamkinud Din (teguhnya agama di muka bumi)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur, 24: 55).
- Al-Hayatut Thayyibah (kehidupan yang baik)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl, 16: 97).
Sementara karunia fil akhirah (di akhirat) yang akan didapatkannya adalah:
- Dukhulul Jannah (dimasukkan ke dalam syurga).
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” (QS.Yunus, 10: 25-26).
- Mardhatillah (keridhoan Allah Ta’ala).
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah, 98: 8)
Jadi, ma’rifatullah itu dapat mengantarkan manusia kepada peningkatan iman dan takwa. Dengan iman dan takwa itulah mereka akan memperoleh as-sa’adah (kebahagiaan yang hakiki). Wallahu a’lam.(A/RS3/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)