Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Sampai saat ini, pembekalan pendidikan pranikah belum menjadi prioritas bagi keluarga maupun calon pengantin. Padahal dalam pembekalan itu, diajarkan banyak hal yang dapat mendukung suksesnya kehidupan rumah tangga pengantin baru. Tindakan perceraian pun dihadarapkan dapat diminimalisir dengan adanya pendidikan pranikah.
Data Kementerian Agama (2013) menyebutkan, angka perselisihan dan perceraian dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir, menunjukkan, dari sekitar 2,2 juta pernikahan setiap tahunnya, 45 persen di antaranya terjadi perselisihan, dan 12-15 persen sampai mengalami perceraian.
Sementara, perselisihan rumah tangga dan perceraian berpotensi menjadi sumber permasalahan social apabila lalai dalam menanggulanginya.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Karena itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyatakan, pendidikan pranikah perlu dijadikan gerakan nasional dalam masyarakat, terutama dapat dimotori oleh Lembaga Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Kementerian Agama. Sementara, masyarakat luas sendiri tidak banyak mengetahui peran BP4.
Tujuan Pembekalan
Pernikahan merupakan salah satu peristiwa bersejarah, penting dan sakral (ibadah) dalam perjalanan hidup dua insan. Karena itu, banyak sekali harapan dari pihak keluarga dan sanak saudara serta tamu undangan yang hadir dalam suatu resepsi pernikahan, untuk kelanggengan suatu pernikahan sepasang manusia.
Agar harapan kebaikan pasca pernikahan dapat itu terwujud, maka salah satu upayanya adalah dengan mengadakan pembekalan pendidikan pranikah.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Tujuan pembekalan pranikah adalah untuk memberikan pemahaman tentang hubungan sebelum pernikahan menurut syar’i. Sehingga diharapkan setelah pernikahan nantinya akan menjadi hubungan pernikahan yang sakinah, mawaddah warahmah.
Kepada calon pasangan juga diharapkan tumbuh kesadaran akan berbagai masalah potensial yang dapat terjadi setelah menikah, disertai dengan informasi upaya efektif mencegah atau mengatasi masalah-masalah tersebut hingga pada akhirnya terhindar dari perceraian.
Pembekalan pranikah juga bermanfaat untuk menjembatani harapan-harapan yang dimiliki oleh pasangan terhadap pasangannya dan pernikahan yang mereka inginkan yang belum sempat atau belum bisa dibicarakan sebelumnya. Upaya pembekalan ini dapat dilakukan oleh lembaga seperti BP4, juga oleh orang tua, asatidz/ulama, tokoh atau keluarga yang dipandang memiliki kemampuan untuk memberikan pembekalan. Tanggung jawab utamanya tentu tetap pada orang tua.
Materi yang diberikan pada pembekalan pranikah antara lain, pembekalan aqidah (pernikahan sebagai ibadah), akhlaq berumah tangga, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT), dan wawasan penting lainnya, seperti tentang pengembangan karier, enterpreneurship, dan wawasan perjuangan dunia Islam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Dengan adanya pembekalan sepeti itu, pasangan baru nantinya mengetahui apa hak dan kewajiban masing-masing, serta kaitan rumah tangga Islam dengan masyarakat, begara dan perjuangan umat.
Memilih Karena Agama
Hal pokok yang perlu ditekankan dalam pembekalan adalah bahwa mereka berdua adalah masih sebatas calon suami-isteri, belum suami-isteri, baik itu sudah melamar (khitbah) atau pun baru sebatas perkenalan (ta’aruf). Jadi, statusnya masih tetap mahram (haram), tidak boleh berduaan tanpa mahramnya (berkhalwat), tidak dibenarkan pula bersentuhan kulit, apalagi lebih dari itu, hingga ke perbuatan dosa besar, berzina. Na’udzubillaah.
Hal lain yang perlu juga disampaikan sebagai nasihat adalah bahwa hendaknya masing-masing meluruskan niat melangsungkan pernikahan adalah untuk ibadah, bukan semata tujuan biologis.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Hingga pihak lelaki kepada perempuan atau sebaliknya, pun memilih karena dasar amaliyah agamanya, bukan materi, fisik dan kedudukan.
Hal ini sesuai dengan tumtunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang menyebutkan:
تُنْكِحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِماَلِهَا وَلِحَسَابِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kedua tanganmu akan penuh keuntungan”. (H. R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Faktor agama sebelum menikah itulah yang harus menjadi landasan utama menikah. Sebab, sudah terlalu banyak kasus dan problematika rumah tangga yang muncul akibat jauhnya dari tuntunan Islam. Bahkan seringkali rumah tangga itu berantakan, broken home, hingga berujung pada perpisahan alias perceraian.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Dan jika itu terjadi pada rumah tangga yang sudah memiliki anak keturunan, maka yang akan menjadi korban sosial-psikologis adalah anak-anak mereka sendiri. Anak-anak apalagi yang tak berdosa, alaias anak yang masih kecil, akan kehilangan salah satu atau bahkan kedua orang tuanya akibat pecahnya bahtera rumah tangga.
Tujuan pernikahan untuk mendapatkan keluarga sakinah, mawaddah warahmah kandas di tengah lautan kehidupan sebelum mencapai pelabhannya, kandas dan tenggelam oleh nafsu ego masing-masing.
Padahal tujuan itu mesti dijaga seperti tuntunan Allah yang menyebutkan:
وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَڪُم مَّوَدَّةً۬ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. Ar-Ruum [30]: 21).
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Jika tidak didasarkan pada agamanya maka yang akan terjadi adalah fitnah atau ujian bagi keluarga tersebut. Seperti peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Seperti peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
Artinya: “Apabila seseorang yang kalian ridhai agamanya dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Syaikh Al-Albani menyebut Hadits Hasan).
Ketika para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami tetap menerimanya, walaupun pada diri orang tersebut ada sesuatu yang tidak menyenangkan kami?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab pertanyaan itu dengan kembali mengulangi hadits tersebut sampai tiga kali.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits tersebut ditujukan kepada para wali perempuan. Yakni bila seorang lelaki meminta kepada kalian agar menikahkannya dengan wanita yang merupakan anak perempuannya, sementara lelaki tersebut dipandang baik dari sisi agama dan pergaulannya. Maka mengarahkan untuk menikahkannya.
Maka, sebaliknya, bila tidak menikahkannya, malah lebih menyukai lelaki lain yang meminang karena kedudukan, jabatan, memiliki ketampanan ataupun kekayaan. Niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar.
Karena bila orang tua tidak mau menikahkan anak perempuannya dengan lelaki shalih, kecuali dengan lelaki yang semata dipandang karena berharta atau punya kedudukan, bisa jadi banyak dari kalangan perempuan menjadi perawan tua dan kalangan lelaki pun menjadi bujang lapuk.
Akibatnya, terjadilah banyak orang terfitnah untuk berbuat maksiat dan zina dan bisa jadi memberi cela kepada para orang tua, hingga berkobarlah fitnah dan kerusakan. Demikian pula rumah tangga yang dibina bukan karena agama, juga akan terjadi fitnah, mudah tergoda serta gampang goyah. Sebab sandarannya bukanlah agama, tetapi materi dan fisik belaka. Manakala fisik menua dan materi tiada, maka cinta pun merana. “Ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang,” begitu orang mengatakan.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Jadi, buat kaum Hawa dan kaum Adam yang telah menemukan bakal calon pilihannya, bekalilah diri-diri kalian dengan agama Islam, jalan menuju keselamatan dunia hingga akhirat. Aamiin.(P4/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah