Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)
Kematian seekor paus sperma (physeter macrocephalus) sepanjang 9,5 meter di pantai Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ternyata memberi pesan penting kepada pemerintah dan rakyat Indonesia yang memiliki negara kepulauan dengan luas lautnya 3,25 juta km2, lebih luas dari 2,01 juta km2 wilayah daratnya.
Hewan raksasa yang terdampar hari Senin (19/11) itu, diduga mati karena salah makan, meski dibutuhkan observasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Evakuasi hewan itu dilakukan oleh tiga lembaga, yaitu tim Balai Taman Nasional (BTN) Wakatobi, pegiat pelestarian alam World Wide Fund for Nature (WWF) dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP) Wakatobi bersama masyarakat.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Hasil pemeriksaan ternyata ditemukan seberat 5,9 kg sampah plastik di dalam pencernaan si paus sperma, yang artinya hewan tersebut telah mengkonsumsi sampah plastik. Adapun rinciannya adalah sampah gelas plastik 115 buah, plastik keras 19 buah, botol plastik empat buah, kantong plastik 25 buah, serpihan kayu enam potong, sandal jepit dua buah, karung nilon satu potong, dan tali rafia lebih dari 1.000 potong.
Dari pemeriksaan itu, dapat diambil kesimpulan dini bahwa sampah plastik yang dibuang oleh manusia, khususnya orang Indonesia ke laut telah membunuh “sang penguasa laut”.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung mengatakan, kejadian tersebut merupakan alarm bahaya terkait pencemaran hidup dan laut di Indonesia.
Indonesia Produsen Sampah Plastik Terbesar Kedua
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun, sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.
Sebanyak 93,2 juta batang sampah sedotan plastik per tahun dan 10 miliar lembar sampah kantong plastik per tahun atau 85.000 ton kantong plastik.
Dari total sampah Indonesia per tahun, sampah plastik berkontribusi sebanyak 16 persen.
Karena itulah, Indonesia menduduki posisi kedua setelah Tiongkok sebagai penghasil limbah plastik di laut terbesar di dunia. Bahkan Sungai Citarum di Bandung, Jawa Barat, dinobatkan sebagai sungai terkotor di dunia versi Bank Dunia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Budaya Buruk Warga Tepi Air
Indonesia memiliki garis pantai laut sepanjang 99.093 km dan memiliki lebih 550 sungai. Penyumbang utama sampah di lautan adalah warga yang hidup dan tinggal di tepi air, yaitu tepi laut dan sungai. Sampah-sampah yang mencemari aliran air sungai pada akhirnya akan bermuara di laut yang nantinya akan mencemari ekosistem yang ada di perairan pantai hingga ikan-ikan yang hidup di perairan dalam.
Dari masa ke masa warga yang tinggal dan hidup di pinggiran sungai dan pantai telah diimbau oleh pemerintah untuk tidak membuang sampahnya ke sungai atau ke laut. Namun, jumlah sampah yang berton-ton beratnya di dalam aliran sungai menunjukkan budaya buang sampah di sungai masih terpelihara.
Sampah di sungai yang menjadi salah satu penyebab banjir, membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus bekerja ekstra keras untuk membersihkan sampah di 13 aliran sungainya.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Berdasarka data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, petugas mengangkut 2.500 ton sampah per hari dari beberapa titik di Sungai Ciliwung saja. Sekali angkat 200 karung sampah atau lima truk.
Berbeda dengan ibu kota yang sungainya relatif lebih bersih, salah satu sungai di Kabupaten Tangerang akan berubah berlapis sampah di kala pasang laut terjadi.
Sementara di Bali yang memiliki pantai wisata bertaraf internasional, sejak akhir 2017, provinsi ini dirundung masalah sampah yang mampir ke pantai-pantainya. Padahal selama ini, Pulau Dewata menawarkan keindahan perairan sebagai magnet pariwisatanya.
Menurut pendiri dan peneliti dari kelompok Sustainable Waste Indonesia (SWI) Dini Trisyanti, tercemarnya laut Bali penyebabnya 80 persen kiriman sampah dari darat. Sementara sampah bawaan dari laut hanya menyumbang 20 persen. Itu juga berasal dari sampah yang dibuang ke aliran air menuju laut.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
“Sampah dari darat bisa ke laut karena terbatasnya jangkauan layanan pengangkutan sampah, lokasi tempat sampah di dekat aliran air, hingga pembuangan sampah secara sembarangan,” kata Dini awal tahun lalu.
Bukan hanya warga yang tinggal di darat, kapal-kapal penumpang yang melayani tranportasi antarpulau juga memiliki peran besar dalam mencemari laut dengan sampah plastik. Baru-baru ini, viral sebuah video seseorang di kapal motor rute Fakfak (Papua Barat)-Tanjung Priok (Jakarta) membuat kantong plastik hitam yang diduga berisi sampah ke laut sebanyak tiga kali.
Upaya Menekan Sampah Plastik
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi limbah melalui pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang (3R: Reduce, Reuse and Recycle) hingga 30 persen pada tahun 2025. Pemerintah juga menargetkan pengurangan sampah plastik sebesar 70 persen pada 2025.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Pemerintah pusat yang diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melaksanakan berbagai program dan bekerja sama dengan sejumlah LSM dan komunitas pecinta laut dalam upaya mengurangi sampah yang dibuang ke laut.
Salah satu upaya KKP adalah membagikan jaring di sejumlah muara sungai agar sampah tidak keluar dari aliran sungai menuju laut lepas.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengimbau para pemerintah daerah kabupaten dan kota bisa mengeluarkan peraturan tegas terkait pengelolaan sampah.
Menurut Susi, sampah di laut adalah persoalan umat manusia, bukan urusan KKP saja untuk membersihkan laut.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Kementerian Perindustrian RI dan badan Program Pembangunan PBB (UNDP) bekerja sama dalam upaya menekan jumlah sampah plastik.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan, secara garis besar dapat dilakukan melalui tiga cara dalam upaya menekan sampah plastik, yaitu meminimalisir penggunaan produk berbahan plastik sekali pakai, menggunakan material alternatif yang lebih mudah terurai, dan melakukan daur ulang sampah plastik menjadi barang bernilai ekonomi.
Salah satu yang ditempuh pemerintah juga adalah memamfaatkan limbah plastik jenis tertentu untuk dicampur dengan aspal jalan, seperti yang pemerintah India lakukan.
Selain itu, sejumlah peneliti muda Indonesia telah berhasil melakukan uji coba mendaur sampah plastik menjadi energi bahan bakar padat, cair, hingga gas. (A/RI-1/B05)
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Mi’raj News Agency (MINA)