Potensi Industri Halal Tingkatkan Perekonomian Nasional

Depok, 12 Jumadil Akhir 1438/ 11 Maret 2017 (MINA) – berkembang pesat di banyak negara dunia, baik yang memiliki penduduk mayoritas muslim maupun minoritas seperti Jepang, Taiwan, Tiongkok, dan Thailand. Trend konsumen halal lifestyle meningkat dan berkembang pesat.

Berdasarkan hasil riset Reuters, belanja Muslim global untuk pangan halal saja mencapai 1,2 triliun dolar AS pada 2014 dan diprediksi akan mencapai 1,58 triliun dolar AS pada 2020. Pasar halal global dan sektor gaya hidup halal termasuk wisata, fashion, media dan rekreasi, obat-obatan, serta kosmetik mencapai 1,8 triliun dolar AS pada 2014. Nilainya diproyeksikan akan naik menjadi 2,6 triliun dolar AS pada 2020.

Kini industri Pariwisata Halal menjadi salah satu industri di sektor kepariwisataan yang diperhitungkan. Industri halal dianggap sebagai peluang besar yang menjadi kebutuhan dan gaya hidup (halal lifestyle). Ada 10 sektor halal lifestyle yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian dunia. Yaitu: food, finance, travel, cosmetif, education, fashion, media recreation, pharmaceuticals, medical, dan art & culture.

Namun, meski begitu Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, belum menjadikan industri halal ini sebagai motor ekonomi nasional. Menurut Global Islamic Economic Report 2015-2016, Indonesia saat ini menduduki posisi kesepuluh dalam industri dan pasar halal dunia. Peringkat pertama diduduki oleh negeri tetangga, Malaysia. Disusul UEA (Uni Emirat Arab), Bahrain, Saudi Arabia, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, Yordania dan Indonesia.

Malaysia sudah di depan Indonesia dalam pengembangan industri halal, walaupun sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang lebih besar daripada Malaysia. Dengan populasi Muslim 80 % hingga 85 % dari 250 juta jiwa, Indonesia selayaknya tak hanya jadi pasar. Akan tetapi juga jadi pemain utama yaitu produsen.

Untuk itu Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok dari organisasi Islamics Economics Forum (IsEF) tergerak untuk menangkap peluang dan potensi industri halal dengan menggelar rangkaian kegiatan berupa ”Islamic Economic Days II” dengan mengangkat tema “Potentials of Halal Industry to Support
the Growth of National Economy” sebagai bentuk upaya dalam menggali potensi industri halal Indonesia untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Ketua STEI SEBI Depok Sigit Pramono, kegiatan ini terdiri dari empat lomba yang lebih menyorotkan industri halal di masing-masing perlombaan, yakni Innovative Challenge (essay), The Battle of Islamic Economic (debat), Muslimpreneur Competition (rencana bisnis), dan Young Design Muslim (Poster).

Puncak acara ”Islamic Economic Days II” yang digelar Rabu – Sabtu, 08 – 11 Maret 2017 ini adalah digelarnya Seminar Nasional “Halal Life Style For Indonesia With Competitive Nature” dengan pemaparan lebih dalam oleh para ahli dan praktisi dalam bidang ekonomi Islam dan industri halal. Tujuan seminar nasional ini untuk menyiarkan ekonomi Islam dengan mengembangkan pemikiran para intelektual muslim terkait pandangannya terhadap industri halal di Indonesia. Adapun sasarannya adalah para mahasiswa, khususnya fakultas ekonomi di seluruh Indonesia.

Seminar dalam dua sesi pada Sabtu 11 Maret 2017, menghadirkan pembicara yaitu Dr. Ing. Ilham Habibie, M. BA. (Ketua Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia – ISMI), Dr. Muhammad Zainul Majdi, M. A. (Gubernur Nusa Tenggara Barat – NTB), Dr. H. Najmul Ahyar S. H., M. H., (Bupati Lombok Utara), dan Mohd. Nasir Tajang, S. Ag., MSACC., CPA. (Dirjen Pendistribusian Zakat BAZNAS).

Sigit menjelaskan, acara puncak ini diwarnai dengan guna mengenalkan maupun karya masyarakat umum baik produk makanan, pakaian dan lain-lain, dalam mendukung pengembangan gaya hidup halal.

SEBI sendiri lahir dari sebuah idealisme dan gagasan untuk menjadi institusi yang memberikan kontribusi bagi kemaslahatan bangsa, negara, . Kontribusi tersebut diwujudkan dalam bentuk edukasi, sosialisasi, konsultasi, implementasi dan penyiapan sumber daya insani di bidang ekonomi dan lembaga keuangan syariah. Institusi pendidikan ini didirikan oleh Yayasan Bina Tsaqofah dan disahkan pada 2 April 2011 lalu.

“Karena fungsi utama kampus kami untuk memasyarakatkan ekonomi syariah yang mendidik putra putri Indonesia serta mengenalkan lebih dalam terkait ekonomi syariah yang sesuai ilmu fikih dan tafsir,” kata Sigit kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jum’at.

“Maka dari itu konsen kedepannya dapat mencetak Sumber Daya Alam (SDM) yang dapat memberikan pendidikan-pendidikan berupa akhlak dan etika terkait pemahaman Islam, halal, syariah,” tambahnya.

Saat diwawancarai wartawan MINA, ia menjelaskan, pada acara akbar tahunan STEI SEBI kali ini menyoroti kondisi, potensi, dan prioritas pembangunan Provinsi NTB yang berhasil meraih penghargaan sebagai destinasi halal dunia, semakin mengukuhkan Indonesia sebagai tujuan wisata halal kelas dunia.

“Kalau kita melihat wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) itu memang memiliki potensi pariwisata yang begitu lengkap mulai dari keindahan alam, keanekaragaman budaya dan kuliner serta fasilitas pendukung pariwisata lainnya seperti hotel, restoran, dan sumber daya manusianya,” ujar Sigit.

Namun Sigit mengamati pada sisi pemerataan dan ketimpangan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah bagi NTB, meski dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan perekonomian yang cukup signifikan tetapi masalah ekonomi tidak cukup hanya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi saja.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Barat mencatat total penyaluran pembiayaan perbankan syariah yang beroperasi di provinsi ini mencapai Rp 2,24 triliun pada triwulan IV/2016.

Pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah di NTB, seiring dengan peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit pada bank umum secara keseluruhan. Pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah juga mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,50 persen year on year (yoy).

Selanjutnya, pada triwulan I 2017 pertumbuhan ekonomi NTB diperkirakan oleh bank Indonesia akan melambat, seiring perkiraan perlambatan kinerja ekspor dan investasi. Hal ini terkait dengan tertundanya izin ekspor konsentrat hingga Februari 2017.

Selain itu, investasi diperkirakan belum optimal pada triwulan I 2017, seiring dengan belum optimalnya belanja investasi pemerintah pada triwulan I 2017. Secara sektoral, sektor Pertambangan dan Penggalian diperkirakan akan mengalami penurunan seiring dengan tertundanya izin ekspor konsentrat.

“Masalah ekonomi tidak hanya dengan produksi barang dan jasa tetapi bagaimana kita menyiapkan suatu lembaga keuangan perbankan syariah dan menyiapkan aktor-aktor penerus bangsa dan dapat memahami fiqh ekonomi syariah, wirausaha Islami yang punya jiwa islaminyah kuat,” tegasnya.

Tentunya dengan ‘branding’ wisata syariah NTB menjadi destinasi wisata utama berkelas dunia akan tercapai dan stigma NTB yang kerap diplesetkan menjadi “Nasib Tergantung Bali” tak lagi patut disandang. (L/R12/R01/RS3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)