Jakarta, 26 Jumadil Awwal 1438/24 Februari 2017 (MINA) – Sekularisme dimaknai sebagai sebuah ideologi di mana agama tidak boleh ikut campur di dalam masalah kenegaraan. Nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang diajarkan di negara Amerika Serikat-pun merupakan bagian dari Sekularisme. Pasalnya, dalam nilai HAM ada pandangan yang disebut totalitarian individualism.
Hal tersebut disampaikan Prof. Bambang Cipto, MA., Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UMY, ;selaku pembicara dalam Islamic Discussion bertema ‘The Challenge of Secularism in the Globalization Era’, di Amphiteater Gedung Pascasarjana lt. 4 UMY di Yogyakarta, Jum’at (24/2).
“HAM di Amerika Serikat itu menganut individualisme di mana setiap individu boleh berbuat apapun. Kemudian berkembang menjadi totalitarian individualism atau individual yang totaliter, yang menganut paham bahwa setiap individu tidak dikenakan larangan dalam berbuat apapun dalam urusan pribadi mereka. Bahkan agama dan negara sekalipun,” jelas Bambang.seperti yang disiarkan laman UMY dan dikutip MINA.
HAM dalam pandangan Amerika Serikat, lanjut Bambang, adalah salah satu bentuk dari langkah globalisasi untuk mendominasi ekonomi dunia karenanya, beberapa pihak seperti China, Islam, dan bahkan Asia mulai menentang pandangan HAM menurut Amerika tersebut.
Baca Juga: Lemahnya Peradaban Indonesia Dimulai dari Masalah Jebakan Epistimologi
“China dan Asia merasa HAM menurut AS itu salah, karena Asia memiliki HAM dengan cara mereka sendiri, yang lebih dikenal dengan Asian Way. Hal tersebut juga ternyata memiliki pengaruh pada perekonomian China dan Asia yang menunjukkan perkembangan semakin bagus, dibandingkan Amerika sendiri,” tambah Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UMY tersebut.
Mantan rektor UMY tersebut mengatakan, ekularisme memiliki keterkaitan dengan perang pemikiran. Muslim, terutama di negara di Timur Tengah, disebutkan memiliki pegangan yang teguh terhadap Al-Qur’an, sehingga Barat tidak mampu memerangi Timur Tengah dengan sekedar melalui perang pemikiran.
“Makanya Amerika sejak zaman pemerintahan George W. Bush sudah menyerang Timur Tengah. Yang mereka incar itu dua, minyak dan gas untuk diambil, kemudian nilai-nilai negara timur tengah yang ingin mereka hancurkan. Karena Muslim di Timur Tengah berpegang teguh pada Al-Qur’an, tidak cukup bagi Barat untuk memerangi mereka dengan perang pemikiran saja. Oleh karenanya, Barat memilih dengan jalan menghancurkan,” tegas Prof. Bambang.
Berbeda dengan kasus yang ada di Indonesia, tambah Bambang, di mana masyarakat mudah terpengaruh dalam menerima gagasan yang tidak biasa.
Baca Juga: Ketua Presedium AWG: Gaza Simbol Jihad dan Ketahanan Umat Islam
“Di Indonesia bila masyarakatnya diberi gagasan yang sedikit aneh saja sudah ribut sana-sini. Itu karena sedikit dari masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim memahami Al-Qur’an sehingga dapat bepegang teguh pada Al-Qur’an. Bahkan yang dapat membaca Al-Qur’an dengan baik saja hanya segelintir. Oleh karenanya pemuda Muslim harus dididik sedari muda sehingga mampu berpegang teguh pada ajaran agama,” tutupnya. (T/R09/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Solidaritas Palestina Menggema di Brebes dan Tegal, Ratusan Warga Konvoi Kendaraan