Surabaya, MINA – Pakar Psikologi Pemberdayaan Masyarakat Fakultas Psikologi Unair, dr Ike Herdiana, menjelaskan bahwa KDRT menjadi salah satu faktor menurunnya angka pernikahan di Indonesia.
Angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 7,51 persen pada 2023, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
Dokter Ike menyebut, KDRT dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban dan berdampak pada keputusan generasi muda untuk menikah.
Menurutnya, pengaruh informasi instan termasuk KDRT, membuat generasi muda semakin selektif dalam memilih pasangan dan merasa takut untuk menikah.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
“Generasi Z, dengan karakter terbuka, toleran, mandiri, dan menghargai kebebasan, menginginkan hubungan yang setara dan sehat. Pengaruh informasi tentang KDRT bisa membuat mereka semakin selektif dalam memilih pasangan. Banyak di antara mereka juga menilai pernikahan sebaiknya dilakukan ketika mereka sudah siap, baik secara emosional maupun finansial,” kata Ike dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (27/8).
Dia menyebut beberapa faktor kompleks yang berperan dalam fenomena menurunnya angka pernikahan di Indonesia.
Pertama, kata Ike, meningkatnya pemberdayaan perempuan, di mana hal ini membuat perempuan masa kini menjadi lebih mandiri dan memiliki akses terhadap pekerjaan.
“Kemandirian pada perempuan menyebabkan mereka tidak bergantung secara finansial pada pria. Selain itu, (kedua) faktor kemiskinan juga menghalang, sebab banyak pasangan menunda pernikahan karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,” kata dia.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Faktor ketiga adalah ketidaksiapan fisik, mental, dan finansial.
Ike menjelaskan bahwa generasi muda saat ini cenderung ingin mencapai stabilitas finansial dan kematangan emosional sebelum memutuskan untuk menikah.
“Maraknya kasus perselingkuhan dan KDRT yang mudah diakses melalui media sosial juga telah mengikis kepercayaan Gen Z terhadap institusi pernikahan. Terakhir, munculnya gaya hidup bebas dan mandiri, salah satunya menormalisasi hubungan tanpa pernikahan semakin meningkatkan anggapan Gen Z untuk menunda pernikahan,” jelas Ike.
Sementara itu, dalam hal penanganan korban KDRT, Ike menekankan pentingnya intervensi psikologis yang dilakukan oleh profesional. Ini dinilai penting terutama jika trauma yang korban alami sangat mendalam.
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
“Korban perlu mendapatkan pendampingan untuk merasa aman, memahami bahwa mereka berada dalam hubungan yang tidak sehat, serta mengajak korban agar mengenal dan mencintai diri sendiri kembali,” kata Ike.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jurnalis Antara Sampaikan Prospek Pembebasan Palestina di Tengah Konflik di Suriah