Surabaya, 3 Sya’ban 1437/11 Mei 2016 (MINA) – Hasil Ujian Nasional SMA/MA baru diumumkan awal Mei lalu. Namun, sebanyak 138 siswa Madrasah Aliyah (MA) Amanatul Ummah sudah diterima di beberapa perguruan tinggi favorit di dalam negeri. Beberapa lainnya bahkan sudah diterima juga di Eropa dan Timur Tengah.
“Sebanyak 13 siswa MA Amanatul Umah diterima Fakultas Kedokteran Umum di Unair, Undip, UNS, dan UINJakarta. Teknik informatikanya mungkin lebih dari 20 diterima di UGM, UNAIR, dan lainnya,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim saat ditemui di pesantrennya, Surabaya, beberapa waktu lalu, demikian laporan laman resmi Kemenag yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
“Tahun ini, siswa yang kuliah ke Eropa juga banyak sekali. Ada sekitar 50 an, menyebar ke Jerman, Inggris, Cambridge, dan lainnya. Sedangkan yang ke Timur Tengah ada 23, sebagian lainnya ke Cina, Jepang, Australia. Semuanya ada 138 siswa,” tambahnya.
Sosok berkharisma yang akrab disapa Kyai Asep ini bahkan yakin kalau jumlahnya akan bertambah setelah pelaksanaan SBMPTN. Menurutnya, siswa MA Amanatul Ummah yang belum masuk melalui jalur undangan biasanya akan banyak yang diterima melalui SBMPTN.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Selain berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Kyai Asep yakin karena sampai saat ini proses persiapan menghadapi SBMPTN terus dilakukan.
“Kita masih melaksanakan try out. Senin try out, Selasa dan Rabu dilakukan pembahasan tuntas. Kamis try out, lalu Jumat, Sabtu, dan Ahad dilakukan pembahasan tuntas. Demikian terus sampai SBMPTN,” jelasnya.
“Di hari-hari yang demikian ini, kita harus lebih meningkatkan motivasi kepada para siswa agar jangan sampai kehilangan harapan melihat teman-temannya sudah diterima di mana-mana,” tambahnya.
KH Asep mengaku awalnya tidak mengizinkan lulusan MA Ponpes Amanatul Ummah untuk melanjutkan kuliah di negara-negara Non Timur Tengah. Berdiri sejak 2001, baru empat tahun terakhir saja Kyai Asep mengizinkan alumni MA untuk meneruskan belajar di Eropa dan lainnya itu.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Namun demikian, Kyai Asep membuat aturan yang harus dipenuhi. Menurutnya, ketika siswanya ingin melanjutkan ke negara-negara non Timur Tengah, ada syarat yang diberikan kepada mereka, yaitu, pertama, setelah hidup di Eropa atau negara lainnya, mereka harus menjalani salat 50 rakaat. Rinciannya: 17 rakaat salat wajib, 14 rakaat salat sunnah rawatib, 14 rakaat salat malam, 3 rakaat salat witir, 4 rakaat salat dluha.
Kedua, makanan yang dikonsumsi hanya nasi, buah-buahan, dan lauknya adalah ikan laut, telur dan sayuran. Tidak boleh makan makanan instan, termasuk roti yang alat penggemburnya dari enzim babi.
“Jadi kita bentengi dengan itu,” jelasnya.
Bagi Kyai Asep, siswanya yang berani mengambil pilihan belajar di luar negeri berarti memang telah memiliki tekad kuat untuk belajar dan berpetualang. Karenanya, sebagai pendidik, Kya Asep merasa perlu untuk memberikan bekal dengan penjagaan keimanan dan ketakwaan.
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
Disinggung soal rahasia mengelola lembaga pendidikan hingga melahirkan santri dan siswa berprestasi, Kyai Asep berbagi 7 resep yang diajarkan kepada para santrinya.
Pertama, al-jiddu wal muwaadlabah, berkesungguhan dan ajeg dalam berkesungguhan. “Anak-anak harus selalu dimotivasi untuk bisa melakukan demikian,” jelasnya.
Kedua, taqliilul ghida’ (menyedikitkan makan). Para santri kalau makan tidak boleh sampai kekenyangan. Sebab kenyang itu datang 10 menit kemudian. “Sementara al-bithnatu tudzhibul fath’ata, “kenyang itu menghilangkan kecerdasan”,” ujarnya.
Ketiga, mudaawamatul wudlu’ selalu menjaga diri dalam keadaan suci dengan berwudlu. Keempat, qira’atul Qurani nadzran, yaitu: membaca Al Quran dengan dilihat Al-Qurannya. “Ada waktunya, 15 menit. Sehabis azan Subuh sampai iqamat, 15 menit harus baca Al-Quran,” pesannya.
Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis
Kelima, tarkul ma’aashi, tidak boleh bermaksiat. Keenam, melaksanakn salat malam. “Di sini anak-anak salat malam,” tuturnya.
Ketujuh, tidak boleh jajan di luar. Menurut Kyai Asep, dalam kitab kuning ada penjelasan bahwa makanan di luar lebih mendekati najis dan kotornya. “Jajan di luar itu kan terbuka, banyak orang yang melihatnya, lalu ingin, namun tidak bisa membeli karena tidak punya uang. Kalau makanan terkondisikan seperti itu, hilang barakahnya,” urai Kyai Asep.
Menurut Kyai Asep, para santri dan siswa Amanatul Ummah harus berpegang pada pola kehidupan yang seperti ini. Hal itu disebutnya sebagai cara santri bertawakkal, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan menjamin keberhasilannya.
“Berupaya keras dan berdoa maksimal, itu bentuknya tadi,” tandasnya.
Baca Juga: Universitas Lampung Sepakati MoU dengan Chosun University of Korea
Meski demikian, Kyai Asep merasa keberhasilannya memotivasi para santri untuk berprestasi tidak terlepas dari Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang dicanangkan Kementerian Agama.
Menurutnya, program itu terbukti berhasil menciptakan iklim dan sarana berkompetisi bagi para santri untuk mengakses pendidikan tinggi yang lebih baik.
“Kondisi semacam ini membuat anak-anak termotivasi untuk belajar sungguhan. Setelah belajar sungguhan, termotivasi, dan berhasil di PBSB, tanpa PBSB-pun bisa,” jelasnya. (T/P006/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Anak, Kemendikbudristek Sediakan Konten Edukatif di Platform Digital