Donetsk, MINA – Pemungutan suara referendum ditutup pada Selasa (28/9) di Republik Rakyat Donetsk (DPR) dengan 99,23% memilih reunifikasi dengan Rusia, menurut hasil akhir yang disetujui oleh Komisi Pemilihan Umum DPR, kantor berita negara Rusia Tass melaporkan.
Sesaat sebelum pengumuman penghitungan suara akhir, Kepala Politik PBB Rosemary DiCarlo mengatakan bahwa referendum yang didukung Rusia di wilayah pendudukan Ukraina “bukanlah ekspresi asli dari keinginan rakyat” atau “hukum” di bawah hukum internasional.
“Tindakan sepihak yang bertujuan memberikan lapisan legitimasi pada upaya akuisisi secara paksa oleh satu Negara atas wilayah Negara lain, sementara mengklaim mewakili kehendak rakyat, tidak dapat dianggap sebagai hukum di bawah hukum internasional,” kata DiCarlo kepada Dewan Keamanan PBB.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga mengecam referendum dalam pidatonya di sidang Dewan Keamanan PBB yang diikutinya melalui tautan video. Dia mengatakan, Ukraina akan terus membela rakyatnya di daerah pemilihan aneksasi.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Sekitar 98,42% pemilih di wilayah Luhansk yang dikuasai separatis Ukraina memilih untuk bergabung dengan Rusia, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum di kota yang disebut Republik Rakyat Luhansk (LPR).
Leonid Pasechnik, pemimpin LPR yang memproklamirkan diri, akan meminta kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mempertimbangkan memasukkan wilayah itu ke dalam Rusia.
Sementara itu, 87,05% pemilih di wilayah Kherson Ukraina memilih untuk bergabung dengan Rusia, menurut hasil awal yang diumumkan oleh komite pemilihan wilayah tersebut.
Sekitar 93,11% pemilih di wilayah Zaporizhzhia Ukraina mendukung bergabung dengan Rusia, media pemerintah Rusia melaporkan, mengutip hasil awal.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Referendum telah dikutuk secara luas oleh komunitas internasional, dengan negara-negara Eropa dan AS menyebutnya “palsu” dan mengatakan bahwa hasil itu tidak akan diakui. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas