Oleh : Ust. Umar Rasyid
Saya tidak akan mendebat pendapat Syeikh Ahmad Al Kuury, salah satu ulama Mauritania yang saya hormati, dalam pandanganya terhadap isu virus covid 19. Dan masanya pun tidak tepat untuk berdebat.
Pendapat beliau mengqiyas shalat jama’ah dengan shalat khouf pada peperangan menurut saya rasa ‘illatnya jauh berbeda. Virus corona ini tidak tampak (ghaib) oleh musuh yang menghunus pedang sekalipun. Dan esensi permasalahannya bukan pada shalat berjama’ah atau tidaknya. Tetapi permasalahan hakikatnya adalah bagaimana kita menyelamatkan aset umat Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam ini dari kematian yang diakibatkan oleh virus covid 19 tersebut.
Dan sangat perlu dipertimbangkan umat Islam saat ini dan di masa yang akan datang, bila merujuk pada hadits-hadits akhir zaman, mereka akan menghadapi berbagai perjuangan dan jihad yang besar-besar. Dari hari ini dan seterusnya kehidupan mereka harus dijaga dan dipelihara agar hidup mereka sampai pada perjuangan yang besar-besar itu secara berkesimbungan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Apakah kita sudah lupa bagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam berteriak dalam doanya pada satu peperangan, “Ya Allah andaikan Engkau tidak memenangkan peperangan ini siapa yang akan menyembahMu ?!”. Teriakan ini diabadikan dalam sejarah yang hikmahnya dapat kita rujuk sebagai bahan mengqiyas kasus demi kasus kehidupan.
Jujur kita harus akui bahwa nyawa seorang muslim lebih berharga dari jutaan orang-orang kafir. Dan harus diingat ketika satu saja orang Islam yang beriman meninggal dunia maka itu sama halnya dunia ditinggalkan oleh kebaikan. Mengapa demikian? Karena ketika seorang muslim yang beriman itu meninggal maka terputuslah mata rantai kebaikannya, baik pada urusan dunia terlebih urusan akhiratnya.
Nah bagaimana ketika wabah virus ini tidak kita cegah dengan hikmah dan kebijaksanaan? Sudah barang tentu akan banyak korban berguguran dari kalangan saudara-saudara kita. Dan itu berarti akan terputus dan berguguran pula kebaikan-kebaikan dari mereka untuk alam semesta bahkan alam akhirat.
Sudah saatnya kita sadarkan diri dengan semakin bertambahnya korban berjatuhan di mana-mana. Di kota-kota besar, di kota-kota kecil bahkan di pelosok-pelosok negeri. Ingat hidup kita, kesehatan kita, ibadah kita bukan hanya hari ini saja. Pertahankan kehidupan untuk diri sendiri dan khalayak ramai dengan sadar akan kondisi. “Be smart and be wise, not to run but step slowly” .
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Semoga dengan hadits-hadits di bawah ini kita semakin semangat mempertahankan hidup kita, keluarga, masyarakat dan berbangsa bernegara dalam lindungan Allah Ta’ala. Amin Ya Robbal Alamin.
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : الا اخبركم بالمؤمنين ? من امنه الناس علي اموالهم وانفسهم . والمسلم ? من سلم الناس من لسانه ويده . والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله . والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب . ( الالباني : ١٤٢٠ )
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, : “Sukakah kalian aku kabarkan siapa sesungguhnya orang-orang beriman itu? Yaitu orang-orang yang memberi rasa aman pada kalangan manusia atas harta dan jiwa mereka. Adapun orang Islam adalah mereka yang menyelamatkan manusia dari perkataannya dan tangannya. Adapun al mujahid itu adalah yang bersungguh-sungguh mentaati Allah. Dan adapun al muhaajir adalah orang-orang yang hijrah dari kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa. (HR. Albaniy : 1420 h)
لا يتمنين احدكم الموت لضر نزل به , فإن كان لا بد متمنيا فليقل : اللهم احيني ما كانت الحياة خيرا لي وتوفني ما كانت الوفاة خيرا لي. (صحيح علي شرط البخارى)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
“Janganlah kalian bercita-cita segera mati karena wabah yang diturunkan Allah kepada kalian! Kalaupun perlu hal itu terjadi maka ucapkanlah oleh kalian: Ya Allah hidupkanlah aku manakala hidup itu baik untukku dan wafatkanlah aku manakala wafat itu baik untukku.” (HR. Shahih sesuai syarat al Bukhori).
Persolan wabah seperti ini dulu di tahun 749 H pernah terjadi di kota Makkah. Saat itu adzan tidak terdengar shalat di rumah-rumah. Masjid-masjid sepi. Dulupun Thoun ‘amwaas terjadi di tahun 18 H. Tepat setelah Baitul Maqdis dikuasai oleh Khalifah Umar bin Khottob. Bahkan sampai menelan korban tidak kurang dari 25 hingga 30 ribu orang. Termasuk di dalamnya Abu Ubaidah sebagai amir mereka, Muadz bin Jabal dan lain-lain. Begitu dahsyatnya kondisi tahun itu sehinggai disebut sebagai عام الرمادة alias tahun yang kelam.
Di zaman kekejaman Quraisy, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersama para sahabat pernah dikepung di sebuah daerah yang diapit oleh dua gunung selama tiga tahun. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabatnya menderita. Sulit makan, sulit minum, hanya dedaunan yang mereka kunyah.
Kemudian, ikhwan fillaah, dalam syariat shalat saat terjadi hujan lebat, bukankah saat itu shalat boleh dilakukan di rumah masing-masing?
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Ini artinya sebuah makna bahwa shalat tidak selamanya harus berjamaah di masjid. Satu ketika ada saatnya untuk di rumah. Dan tidak mesti berjamaah ketika dia hanya sendirian di rumah. Wallahu A’lam Bish Shawaab .
Nasehat ini berlaku untuk semua umur di sepanjang zaman. Barakallahu Fiikum. (A/RA 02/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)