Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ (الانفال [٨]: ٤٦)
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfal [8]: 46)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Pakar tafsir dan fikih Prof. Dr Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan ayat di atas, bahwa taat kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya adalah kunci meraih kemenangan dan kejayaan. Sebaliknya, berselisih dan berberpecah-belah adalah sumber kelemahan dan kehancuran.
Kegigihan dan kesabaran juga menjadi kunci utama meraih kemenangan karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan diberikan kepada mereka yang sabar dalam mematuhi perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam konteks perjuangan Bangsa Palestina, rekonsiliasi antar faksi-faksi pada Selasa 23 Juli 2024 disambut dengan gembira oleh banyak pihak. Pertemuan yang difasilitasi oleh China tersebut menandai langkah penting dalam upaya menyatukan Palestina dan membuka jalan menuju perdamaian yang telah lama dinantikan.
Tokoh gerakan perlawanan Hamas, Musa Abu Marzouk mengatakan, jalan untuk menyelesaikan krisis di Palestina tidak lain adalah dengan persatuan nasional. Sementara tokoh faksi Fatah, Abdel Fattah Dawla mengatakan, antar faksi menyepakati persatuan untuk dapat menjalankan pemerintahan Palestina yang melibatkan semua pihak sehingga mampu bekerja maksimal.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Bagi Palestina, persatuan merupakan hal yang sangat penting dan mendesak dan harus segera dilakukan. Dengan persatuan, bangsa Palestina akan memilki kekuatan dan ketahanan dalam menghadapi penjajahan Zionis Israel. Sebaliknya, perpecahan hanya akan membuat mereka mudah dikalahkan.
Dengan rekonsiliasi yang mencerminkan persatuan itu, dukungan dan bantuan dari masyarakat internasional bisa didapatkan. Suara Palestina di kancah internasional semakin kuat, diplomasi akan semakin efektif sehingga negara-negara lain bisa memberikan dukungan moral maupun finansial untuk menjalankan pemerintahan mereka.
Peran China
Peran China dalam memfasilitasi rekonsiliasi Palestina patut diapresiasi. China telah menunjukkan komitmennya terhadap perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. Keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa Negeri Tirai Bambu itu diharapkan dapat menjadi mitra penting dalam upaya mencapai perdamaian di wilayah tersebut.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Meski penulis sebenarnya berharap, rekonsiliasi antar faksi Palestina itu dimediasi oleh umat Islam, namun faktanya, China lah yang berhasil melakukannya. Selanjutnya, komitmen China untuk mengawal keberlanjutan rekonsiliasi hingga Palestina merdeka sangat ditunggu banyak pihak.
Dalam pandangan penulis, China melihat perdamaian dan kondusifitas politik di Kawasan merupakan hal yang urgen, mengingat negara itu berkepentingan dalam memastikan perdagangan internasional mereka aman.
Selain itu, peluang melakukan investasi dan membangun hubungan bisnis dengan negara-negara di Timur Tengah menjadi incaran banyak negara, termasuk China. Negara-negara di Kawasan yang kaya akan sumber daya alam, ditambah jumlah penduduknya yang banyak menjadi pehatian khusus dan peluang besar bagi China mengembangkan bisnisnya.
Sebelumnya, negara dengan penduduk paling banyak di dunia itu juga menjadi mediator bagi rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran. China berhasil menjadi mediator dalam pertemuan kedua perwakilan negara tersebut dan akhirnya mereka sepakat mengakhiri pertikaian, membangun kembali hubungan diplomatik kedua negara.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Jadi, China memainkan peran dalam upaya rekonsiliasi itu adalah karena kepentingan ekonomi dan kemanusiaan, bukan karena kesamaan keyakinan dan agama.
Belajar dari Perjuangan Bangsa Indonesia
Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan memang penuh dengan inspirasi dan pelajaran berharga yang bisa ditiru oleh rakyat Palestina saat ini. Antara Palestina dan Indonesia sama-sama berjuang melawan penindasan dan penjajahan.
Bangsa Indonesia selama ratusan tahun berjuang selama melawan penjajah dari Barat. Dengan keteguhan hati dan semangat pantang meyerah, akhirnya mengantarkan bangsa Indonesia mampu meraih kemerdekaannya.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Selain perjuangan bersenjata, Indonesia juga memainkan perjuangan diplomasi yang efektif. Delegasi-delegasi Indonesia dikirim ke negara-negara Timur Tengah, Asia dan Afrika untuk menggalang dukungan internasional. Walhasil, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan dan dukungan tersebut, salah satunya dari Palestina.
Pengakuan dan dukungan internasional menjadi sangat penting bagi sebuah negara karena dengan hal itu menentukan posisi negara tersebut dalam forum-forum internasional. Dengan hal itu pula, sebuah negara bisa membangun kerja sama dan hubungan diplomatik, perdagangan, pendidikan dan lainnya.
Hal terpenting yang Bangsa Indonesia lakukan menjelang kemerdekaan adalah dengan membangun persatuan di tengah perbedaan ragam suku dan bahasa. Dengan persatuan, Indonesia semakin solid sehingga memenangkan pertempuran melawan penjajah, baik dalam ranah fisik (bersenjata) maupun diplomasi.
Perjuangan Bangsa Indonesia juga tidak lepas dari peran para ulama dan santri. Mereka gigih dan aktif mengambil peran strategis dengan mempersatukan rakyat dalam perjuangan kemerdekaan. Dengan semangat kesatuan dan kebersamaan yang dikorbankan para ulama dan santri, hal itu semakin mempercepat diraihnya kemerdekaan.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Perang Diponegoro adalah tragedi bagi Belanda yang membuat bankrut sehingga mempercepat keruntuhan kekuasaan Belanda di wilayah Nusantara. Sementara KH Hasyim As’yari dengan “Resolusi Jihad”nya berhasil membangkitkan semangat rakyat Indonesia (Arek-arek Suroboyo) melawan Sekutu sehingga Bangsa Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaan.
Oleh karenanya, banyak ulama yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional, seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan dan lainnya.
Waspada Penjegalan
Zionis Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS) pastinya tidak senang dengan rekonsiliasi Palestina tersebut. Mereka tentu akan berusaha menggagalkan dengan berbagai macam cara agar Palestina tetap bisa mereka jajah.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Selama ini, Zionis Israel dan AS memainkan politik pecah belah di Palestina. Mereka mendukung faksi yang dianggap bisa bekerja sama dan bernegosiasi, sementara melakukan agresi kepada pihak yang dianggap ekstrem.
Faktanya, dalam setiap negosiasi dengan Zionis Israel, pihak Palestina selalu menjadi pihak yang dirugikan, wilayah mereka semakin berkurang. Zionis Israel mengkalim mereka kooperatif, namun faktanya berkali-kali perjanjian perdamaian meraka langgar. Hukum humaniter mereka abaikan dan terus melakukan pembunuhan keji dan perampasan lahan milik rakyat Palestina.
Sementara Israel akan terus memperketat blokade wilayah Gaza. Blokade wilayah itu diklaim akan mampu melumpuhkan warga Gaza dan gerakan perlawanan Hamas. Namun, sejak blokade 2007 hingga saat ini, para pejuang tetap bisa melakukan aksi perlawanan.
Anehnya, AS yang mengklaim dirinya sebagai negara penjaga pilar-pilar demokrasi dan kemanusiaan, justru mendukung aksi genosida di Gaza, dengan mengirimkan senjata dan bantuan keuangan untuk Zionis.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Kemunafikan AS itu menjadi pintu masuk yang digunakan oleh China untuk menginisiasi rekonsiliasi dengan Palestina. China tampil sebagai mediator dalam krisis internal Palestina.
Namun, penulis tetap berharap kepada AS agar mengevaluasi “dukungan buta” mereka kepada penjajah Zionis karena hal itu hanya akan membuat sengsara rakyat AS sendiri. Setidaknya suara-suara para mahasiswa dan kalangan akademisi AS yang mengiginkan negaranya tidak lagi mendukung penjajahan di Palestina terus menguat.
Sementara, kandidat presiden AS Kemala Harris tampaknya tidak begitu respect dengan pemimpin Israel Benyamin Netanyahu. Terbukti Harris menyatakan tidak akan menemui Netanyahu saat ia berkunjung ke AS. (The Washington Post, Selasa 23/7/2024).
Akhirnya, penulis atas nama pribadi dan segenap umat Islam di Indonesia mengucapkan selamat atas rekonsiliasi antar faksi Palestina itu. Semoga dengan rekonsiliasi tersebut menjadi awal yang baik dalam upaya membangun persatuan nasional Palestina dan menjalankan roda pemerintahan yang legitimated. []
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Mi’raj News Agency (MINA)