SEPOTONG CERITA PERJALANAN DI MALAM TAHUN BARU

Ilustrasi malam tahun baru di Jakarta. (Foto: Viva News)
Ilustrasi malam di Jakarta. (Foto: Viva News)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Setelah 33 tahun lahir ke dunia, inilah kali pertama saya keluar jauh tepatnya di malam pergantian tahun, yaitu dari tahun 2014 berganti 2015. Mungkin tidak ada yang menarik dari ini, tapi bagi saya ini catatan penting.

Selama puluhan tahun baru, saya tidak pernah perduli dengan . Apa lagi kali ini, Jakarta dan Tangerang diguyur hujan sejak siang hingga Maghrib. Pikir saya, akan seru jika terus turun hujan hingga tengah malam. Maaf, saat itu saya tidak berpikir bahwa Jakarta akan banjir jika itu terjadi.

Hal yang menyebabkan saya keluar adalah undangan tabligh akbar malam tahun baru. Karena ini adalah acara pengajian pertama kali yang dilaksanakan oleh Jamaah Muslimin (Hizbullah) Jakarta Barat di malam tahun baru, maka saya pikir sekalian taklim, juga meliput. Maklum, selain mantan aktivis pengajian, sekarang saya seorang wartawan.

Jam 20.30 WIB saya meninggalkan rumah di Tangerang, Banten dengan sepeda motor. Udara dingin, jalan pun becek dan tergenang di mana-mana. Tujuan saya adalah Tomang, Jakarta Barat, lokasi tempat pengajian yang tidak biasanya. Saya berharap cuaca membuat malam tahun baru ini sepi. Mudah-mudahan ini bukan pemikiran jahat.

Enam dagangan populer

Untuk di kawasanku, sekitar Dadap Tangerang dan Kamal Muara Jakarta Utara –saya warga perbatasan-, selama perjalanan saya melihat lima dagangan yang khas populer di malam tahun baru. Para pedagang dadakan ini menciptakan pasar malam pinggir jalan hingga larut malam. Enam dagangan populer itu adalah:

Pertama, kembang api. Ini dagangan wajib di setiap tahun baru.

Kedua, terompet. Ini juga dagangan wajib di hari-hari menjelang tahun baru.

Ketiga, ikan. Yang namanya acara tahun baru, pasti tidak lepas dari acara bakar-bakar. Tentunya bakar ikan adalah acara bakar yang paling mahal, yang paling murah acara bakar petasan dan kembang api murahan.

Keempat, kerang ijo. Bukan kerang hijau, tapi “ijo”. Daerah saya memang bagian dari pinggiran teluk Jakarta. Salah satu pusat nelayan kerang ijo. Setiap hari kerang ijo selalu ada. Tapi spesial malam tahun baru, penjualan dan pembelian kerang ijo meningkat drastis, karena acara paling populer adalah “bakar kerang ijo”.

Kelima, jagung. Tiba-tiba banyak jagung dijual. Entah siapa yang jadi pemasoknya dan dari mana. Atau, mungkin panennya sengaja menjelang pergantian tahun?

Keenam, arang. Ini jelas dagangan yang sebelumnya tidak ada. Tapi tahu-tahu banyak yang jual. Tentu sebagai produk penunjang acara bakar-bakar.

Pemandangan haram jalan raya

Keluar di malam tahun baru jadi acara tahunan keluarga.
Keluar di malam tahun baru jadi acara tahunan keluarga.

Malam ini lebih heboh dari malam Ahad (malam Minggu). Berbagai pasangan, yang sudah halal dan yang masih haram, berkeluaran dengan sepeda motor. Yang laki di depan, yang perempuan di belakang, mesra.

Rombongan berkeluarga pun keluar malam, terlihat beberapa keluarga menunggu angkot di pinggir jalan untuk pergi ke pusat-pusat acara tahun baru. Dugaan saya, mereka menuju Monas dan daerah sekitarnya. Jam sembilan malam, lho. Rombongan anak “cabe-cabean” hingga “terong-terongan” marak di pinggir jalan.

Beberapa rombongan konvoi motor pun saya lihat di jalan raya, yang sedang jalan maupun yang sedang saling tunggu, khawatir personil yang gak tahu jalan ketinggalan. Masalahnya ini waktu malam dan jalan raya ramai.
Setibanya di jembatan Kapuk, Jakarta Utara, kemacetan sudah tercipta, seolah hari kerja saja.

Yang paling mengganggu pemandangan mata saya dalam perjalanan spesial malam tahun baru ini, adalah berseliwerannya aurat di kanan-kiri. Terlebih-lebih ketika di titik kemacetan. Anda pasti mengertilah maksud saya. Padahal cuaca dingin pasca hujan, tapi kenapa wanita-wanita yang duduk di belakang lelaki itu pakai pakaian minim-minim. Tak habis pikir…. Mungkin ada yang menuding saya muna…. Saya hargai pemikiran Anda.

Terkadang muncul solusi konyol di benak saya. “Agar mata selamat dalam perjalanan di jalan raya, Anda harus mengendarai kendaraan dengan tutup mata”. Sebab, jalan raya sekarang itu sudah menjadi lokasi pameran aurat terpanjang. Anda tentu mengerti maksud saya.

Sementara itu, kembang api sudah bertaburan di langit malam, meski tahun baru beberapa jam lagi.

Taklim muhasabah diri

Akhirnya tiba juga di masjid At-Taqwa Tomang. Taklim pengajian ternyata sudah mulai. Ustadz Amin Nuroni, Wakil Amir Dakwah Jamaah Muslimin (Hizbullah), jadi satu-satunya nara sumber dalam acara itu.

Menurut panitia, acara yang pertama kali mereka adakan jelang tahun baru ini, bertujuan merangkul para remaja dan warga sekitar masjid untuk tidak ikut merayakan malam tahun baru seperti non-Muslim.

Ustadz Amin menyampaikan tentang pentingnya nikmat iman, hidup, sehat dan rizki. Juga diingatkan tentang tujuan kita hidup di dunia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah.

Intinya juga, di saat-saat seperti ini, seorang Muslim seharusnya mengevaluasi diri, sudah berapa banyak amalan yang kita persiapkan untuk hari kemudian (hari kiamat).

Polisi panen pelanggar

Taklim selesai pukul 11 malam. Saya langsung meluncur ke kantor yang berjarak sekitar 1 km. Jalan raya besar kian padat oleh keramaian. Ketika melalui jembatan layang, saya baru tahu jika jembatan seperti ini jadi lokasi favorit untuk menyaksikan langit pergantian tahun. Motor-motor dan mobil parkir di sepanjang pinggiran jembatan. Bahkan di jembatan layang lampu merah Senen, lebih ramai dari pada di Roxy, sampai-sampai memakan separuh jalan.

Sejak memasuki jalan raya besar, yang tidak luput dari perhatian saya adalah banyaknya pengendara motor yang tidak memakai helm dan mereka menuju kekawasan yang wajib tertib lalu lintas. Pelanggar itu kebanyakan dilakukan oleh pasangan sejoli yang yang halal dan haram. Mungkin mereka menganggap malam tahun baru sama halnya hari raya Idul Fitri dan Adha, yang terkadang ke mana-mana gak perlu helm.

Setibanya di lampu merah Harmoni, salah satu titik menuju Monas, tercipta kemacetan yang parah. Untuk pertama kalinya saya melihat, dibuka banyak lahan parkir di sepanjang Harmoni bagi pengendara motor yang hendak pergi ke Monas. Rupanya seperti inilah model kebijakan Gubernur Jakarta Ahok yang melarang sepeda motor melintasi jalan Thamrin dan Merdeka Barat dekat Monas. Pengguna motor diwajibkan naik busway untuk sampai ke kawasan Monas.

Ternyata, ujung dari kemacetan lampu merah Harmoni ini adalah ditutupnya jalan yang menuju Monas. Ditambah puluhan personil polisi yang mengatur lampu merah dan pastinya melakukan penertiban bagi pengendara yang melanggar, alias razia. Tak ayal lagi, saya melihat puluhan korban tilang adalah pengendara motor yang tidak berhelm. Kemacetan satu arah itu jelas tidak bisa membuat mereka mengelak dari penilangan. Itu tentunya jadi cerita “romantis” dengan pasangannya di malam tahun baru 2015.

Akhirnya saya tiba di kantor 10 menit sebelum pergantian tahun.

Saya tidak suka malam ini

Dari seluruh yang saya saksikan dalam perjalanan pertama saya di malam tahun baru ini, semuanya tidak saya suka kecuali dua, yaitu saya keluar untuk kerja dan hadir dalam pengajian.

Di mana-mana adalah hal yang negatif yang berhubungan dengan budaya yang sangat jauh dari Islam.

Dan ketidaksukaan saya akhirnya memuncak di saat langit Jakarta meledak oleh ratusan kembang api saat detik masuk tahun 2015 tiba. Mungkin indah, tapi suara ledakan-ledakan kembang api itu sungguh bising. Saya sangat tidak suka. Mungkin Anda tidak setuju dengan pendapat saya.

Hikmah dari perjalanan malam ini, saya jadi tahu seperti apa suasana malam tahun baru di jalan raya Jakarta, setelah saya hidup 33 tahun lamanya. Jelas ini bukan kehidupan untuk seorang Muslim. (L/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0